Tungku Penolong
Hujan yang dinantikan kini telah dicurahkan dari langitNya. Semua tersenyum lega menyambutnya dengan gembira dan syukur. Petani yang telah lama menantikan hujan segera mengolah sawah miliknya. Sumur dan sungai yang mengering telah mengalir airnya. Bila hujan deras mengguyur sehari saja sumur yang ada sudah penuh airnya sehingga mudah untuk menimba mengambil air sumur.
Seperti sore ini hujan sudah mengguyur sejak pagi hari seperti biasa aktifitas anak sekolah, petani, pedagang dan pekerja kantoran tetap menjalankan tugasnya. Meski bayah kuyup walaupun memakai jas hujan mereka berangkat menuju tempat tugasnya masing-masing.
Setelah seharian bekerja, Bu Marni kembali ke rumah dengan menyelesaikan pekerjan rumah yang tiada habisnya. Ketika ingin memasak lauk untuk sore ini ternyata gas habis. Berulang kali diputar pemantik apinya tidak mau menyala. Wah, betul-betul habis gasnya, pikir Bu Marni.
Padahal sore ini ia hanya ingin sekedar menggoreng tempe untuk menemani makan malam nanti. Tapi hari beranjak petang, uang yang ada di dompet tinggal beberapa lembar ribuan untuk uang saku si kecil yang bersekolah di Taman Kanak-Kanak besok pagi. Di luar masih saja gerimis menyapa. Bagaimana ini...
Akhirnya Bu Marni memutar otak dan harus mencari akal untuk mengatasi kehabisan gas dan kehabisan uang karena memang uang hasil jerih lelahnya sudah digunakan oleh anak sulungnya membayar kuliah. Bu Marni ingat ia memiliki tungku yang jarang digunakan. Segera ia bergegas ke kebun belakang rumah.
Di belakang rumah ada tungku yang terbuat dari cetakan cor-coran semen. Segera suami Bu Marni mengangkat dan membawanya masuk ke dapur. Setelah meletakkan tungku di dekat dapur suami Bu Marni mengambil beberapa untai pelepah daun kelapa dan beberapa batang bambu yang kering di halaman belakang bekas kandang sapi dulu.
Dengan menggunakan daun kelapa yang kering dan berlembar-lembar kertas bekas Bu Marni mulai menyalakan api pada tungku. Berulang kali api dinyalakan namun mati lagi begitu terus. Memang butuh kesabaran agar api dalam tungku tetap menyala dan batang bambu kering pun ikut terbakar sehingga dapat memasak tempe goreng sore ini. Mungkin terkena air hujan yang terbawa angin/tampu sehingga ranting kayu dan batang bambu tidak kering sempurna.
Selain tungku yang harus ditunggu terus menerus agar api tetap menyala Bu Marni harus menyediakan kertas-kertas bekas yang dimasukkan ke dalam tungku. Apa daya hanya sedikit ranting kayu kecil yang kering yang bisa digunakan, sedang batang bambu tidak bisa menyala dengan baik karena tidak sepenuhnya kering.
Sambil melihat televisi anak-anak menunggu hasil masakan sore ini. Ihan, salah satu anak Bu Marni yang sudah duduk di kelas VI sekolah dasar itu ikut asyik menunggui ibunya yang memasak sambil memasukkan terus kertas bekas ke dalam tungku.
Bu Marni menjelaskan bahwa dulu ketika belum ada kompor gas dan kompor minyak tanah, nenek dan kakeknya memasak menggunakan pawon atau keren yaitu tungku yang terbuat dari batu bata yang ditata. Untuk memasak Bu Marni kecil harus mencari suluh/kayu bakar berupa kayu dan ranting kering di kebun belakang rumah terkadang saking asyiknya repek/ mencari kayu bakar ia dan teman-temannya sampai berjalan jauh ke kebun milik tetangga. Mencari kayu bakar di kebun milik tetangga pada saat itu menjadi hal yang biasa dan diperbolehkan biasanya pemilik kebun merasa senang bila ada anak-anak repek karena kebun dan pekarangan menjadi bersih.
Sambil mengusap matanya yang berair karena kepulan asap/ kukus dari tungku yang digunakan memasak,Ihan masih sibuk membantu ibunya. Ia ikut membuka tempe dari daun pembungkusnya. Bu Marni menyiapkan garam,bawang dan ketumbar untuk membumbui tempe agar gurih.
Setelah minyak goreng panas Bu Marni segera memasukkan satu persatu tempe yang sudah dibaluri bumbu yang sudah dihaluskannya tadi. Sreengng...terdengar bunyi keras tempe digoreng harum aromanya menusuk hidung. ‘’Wah, sebentar lagi makan malam dengan tempe goreng hangat,’’ kata Ihan sambil tersenyum.
Sambil terus menggoreng Bu Marni menjelaskan bahwa memasak menggunakan kayu bakar dan tungku itu lebih menyehatkan badan dan makanan terasa lebih lezat. Kedua anak beranak itu terlihat asyik dan melanjutkan memasak petang itu sambil sekali-kali mengusap matanya yang pedas karena kepulan asap. Sambil mengangkat tempe yang sudah matang Bu Marni kembali menjelaskan kepada Ihan yang dari tadi asyik menemaninya.
Waktu Bu Marni kecil, neneknya menjelaskan orang-orang jaman dulu setiap pagi menyalakan api dalam tungku untuk memasak. Bila kayu yang digunakan sudah terbakar rasa hangat menjalar ke tubuh dan ini menyehatkan bronkus pada pernafasan. Sehingga orang-orang jaman dulu nafasnya bisa panjang dan lega.
Makanan yang dimasak dengan kayu bakar misalnya menanak nasi, nasinya jauh lebih enak karena matangnya benar-benar tanak sempurna oleh kayu bakar yang menjadi bara/arang. Tapi ada juga yang memasak air sampai mendidih namun masih saja di atas tungku dalam waktu lama bisa berasa sangit.
Setelah selesai semua, Ihan membawa masuk tempe hangat yang sudah matang untuk disantap bersama nasi hangat bersama adik dan ayahnya. Sambil melihat film kartun kesukaannya mereka makan malam bersama. Bu Marni segera menjerang air dalam panci besar lalu meletakkannya di atas tungku.
Di luar hujan masih setia mencurahkan airnya dari langit. Bu Marni bersyukur masih bisa menyajikan sekedar tempe goreng hangat untuk anak-anaknya. Bu Marni malu sendiri karena tadi sempat mengeluh tentang kayu dan batang bambunya yang basah.
Bu Marni bersyukur Tuhan memberikan petunjuknya bahwa ia masih memiliki tungku yang selama ini tergeletak tak dipakai bisa menjadi penolong ketika gas habis. Wajar bila manusia terkadang dikurangi rejekinya, tidak selalu diberi lebih agar manusia tidak sombong. Bu Marni segera menutup pintu dapur sederhananya dan tersenyum lega melihat anak dan suaminya menikmati santap sore yang lezat meskipun hanya tempe goreng hangat.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Subhanallah tulisan yang hangat, sehangat tempe yang digoreng di atas pawon. Kerata basa "pawon" adalah panggonan rada awon, artinya tempat yang tak begitu bagus, makanya di letakkan di paling belakang rumah. Mengandung makna tersirat dari para orang tua kita tuk tutupi aib atau keburukan, jangan ditampakkan di depan. Banyak rumah tangga muda jaman sekarang yang tak lagi memiliki pawon lagi, sehingga tulisan Ibu Fila ini menginspirasi untuk membuat pawon kembali, terutama yang masih tinggal di pedesaan. Terimakasih Ibu Fila. Salam kagem Bu Marni dan dik Ihannya ya ...,
Salam hormat pula dari Bu Marni dan Ihan, Bu. Meskipun pawon tidak sesering jaman dulu digunakan namun makna tersirat perlu saya ingat. Makasih,Bu Ayu kersa pinarak. Sehat, semangat dan berkah untuk ibu, keluarga dan sahabat...
Wah jadi membanyangkan tempe goreng hangat nih..tapi tadi saya buatnya mendoan bu Fila. Cerita yang mengalir. Barakallah
Masih saudaranya mendoan, bu. Sama-sama dari kedelai. Makaaih, bu Dyahni sudah mampir ke tempat Marni. Sehat, semangat untuk bu Dyahni dan keluarga...
Masih saudaranya mendoan, bu. Sama-sama dari kedelai. Makaaih, bu Dyahni sudah mampir ke tempat Marni. Sehat, semangat untuk bu Dyahni dan keluarga...
Masih saudaranya mendoan, bu. Sama-sama dari kedelai. Makaaih, bu Dyahni sudah mampir ke tempat Marni. Sehat, semangat untuk bu Dyahni dan keluarga...
Mengikuti kisah Bu Marni sungguh asyiiik....mantaap Jeng Fila...sukses slalu
Marni senang sekali bu Lupi sudah menengok. Sehat, semangat dan berkah utk bu Lupi dan sahabat...
Alhamdulillah, jika kita selalu bersyukur Allah pasti akan tambahkan nikmatNya. Memanfaatkan apa yang ada, merupakan salah satu bentuk kesyukuran atas nikmat Allah. Jazakillah khoir untuk cerita tempe goreng yang hangat berselipkan ibrah. Harumnya nyampe ke Medan lho, bunda. Yummmi...lezatnya tempe goreng. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah, bunda.
Terimakasih,bunda berkenan menengok Marni di antara kepulan asap tungku. Mengeluh terus Marni malu, bun. Sudah diberi nikmat banyak. Sehat, semangat dan berkah utk bunda Rai,keluarga dan sahabat...
Tulisan yg luar biasa, terlihat penulisnya seorang yg selalu bersyukur dg memanfaatkan apa yg ada hingga nikmatnya makan tetap ada dibalut pengetahuan masa lalu bagi si kecil. Sukses selalu sahabatku dan barakallah
Terimakasih, ibu berkenan singgah menengok Marni di antara kepulan asap di dapur sederhananya. Sehat, semangat dan berkah utk ibu, keluarga dan sahabat.
Cerita yang mengalir dengan ringan dan asyik dibaca....Duuh..membayangkan sambal tempe jadi ngiler nih bu marni...
Nggoreng sendiri ya, bu.Makasih,bu Rini sudaj singgah dan merasakan hangatnya di depan tungku menemani Bu Marni...
Masyaallaah tulisan yang sangat indah bunda, penuh kehangatan dan cinta. Suka banget saya membaca tulisan ini. Semangat menulis bunda. Barakallaah
Hikmah gas habis,bu.Daripada mengeluh Bu Marni tampil dengan tungkunya, bu. Mksh, bu Lia sudah singgah ke tempat Marni. Sehat, semangat dan berkah utk ibu,keluarga dan sahabat...