Belajar Berproses (1)
Belajar Berproses (#1) Oleh : Fera Tristi "Aku mau mencalonkan diri menjadi ketua OSIS," kata anak sulungku saat aku baru masuk rumah. Aku terperanjat, si asyik sendiri ini mau menjadi pemimpin dari teman-temannya? "Wah, wah, kabar menarik nih.. apa yang membuatmu ingin menjadi pemimpin?" responku positif sekalipun di hati masih kaget. Dia masih kelas VIII, termasuk akhirnya bisa beradaptasi dengan pembelajaran pandemi, bisa menemukan gaya belajarnya saat pandemi dan mengembangkan potensinya saat pandemi. Waktu awal pandemi, gurunya masih menginformasikan ada tugas-tugas yang belum selesai sampai aku, ibunya, membuat perhitungan dengan dia. Jika masih belum bertanggung jawab akan tugas-tugasnya, kubawa dia ke hadapan gurunya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya dan segala macam perhitungan eh ancaman lainnya. Lambat laun dia bisa mandiri, dia bahkan menyampaikan kalau bisa merasakan membereskan tugas dulu baru melakukan aktivitas lain terasa lebih ringan daripada menunda. Hal yang menarik berikutnya adalah dia bisa menemukan kegemaran baru yaitu menonton film atau membaca buku online, serta mendapat pengaruh dari influencer luar negeri dalam bermusik. Kemampuan bahasa inggrisnya berkembang pesat baik listening ataupun writing. Namun, dampak lain menjadi antisosial karena sangat nyaman berada di rumah. "Tadi aku diajak ngobrol dengan Mr Ezer (guru yang masih muda di sekolah), Mr Ezer berhasil menyalakan api dalam jiwaku" katanya berapi-api Duh, aku malah kaget sendiri bercampur ingin tahu. Apa yang telah terjadi hari ini? Anakku bercerita panjang dan lebar mengenai obrolannya dengan Mr Ezer bersama teman-temannya. Aku menyimak dengan rasa ingin tahu. Di akhir cerita, aku harus mengakui bahwa guru yang masih muda usianya itu, yang dulu adalah muridku sekarang rekan kerjaku, dapat menyalakan semangat pada murid remajaku (usia SMP). Sebagai guru yang sudah 15 tahun mengajar, aku harus terus belajar untuk bisa menyalakan api-api dalam murid-murid remaja ini. Bukan hanya disibukkan oleh urusan dapur rumah, dapur sekolah, mengeluh dengan perubahan, namun harus dapat terus melihat bahwa ketika masuk kelas ada 30an anak yang apinya perlu dinyalakan. Dan api-api itu akan membakar perubahan dalam hidup remaja itu. Aku mendengar sampai tuntas dia bercerita dengan penuh semangat, "ibu akan bantu supaya api itu terus menyala ya, kalau ada yang meniup, kita jaga bareng-bareng supaya tetap menyala! semangat mengikuti proses seleksi ya! Fighting!" seruku terharu. Bayiku dulu sekarang sudah remaja, aku pun juga mulai tua, tapi api di jiwaku harus tetap menyala! Ambarawa, 30 Agustus 2022 #gurubisamenulis #Agustus
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar