Cumulonimbus
Beberapa hari belakangan kotaku diserang panas luar biasa. Gerah menyapu rata kota. Siang ini un begitu. Kipas angin tak mampu menangkal panasnya. Sapu tangan basah tak henti mengelap keringat yang terus membasahi wajahku.
“Sepertinya nanti hujan” ujarku. Awan hitam menggantung di langit. Berat. Seperti akan menumpahkan semua bebannya ke bumi. Kata Nana, temanku, itu awan Cumulonimbus, Awan hujan.
Kian lama awan kian berat. Mendung. Aku menatap awan sembari berdoa semoga kali ini hujan turun. Ku tak sanggup lagi menanggung gerah karena panas ini.
Waktu berlalu. Namun, hujan tak kunjung turun. Sekali-kali petir menyambar diiringi guntur. Dan aku masih berharap hujan turun.
“Tik... tik.... tik”
Tetes-tetes hujan mulai jatuh. Malu-malu, ia turun membasahi bumi. Bertemu tanah kering dan daun-daun yang mulai layu.
“Alhamdulillah, hujan”, syukurku.
Namun, hanya sekejap. Tak sampai semenit tak lagi nampak butir-butir hujan yang jatuh. Hilang. Menyisakan kecewa pada tanah yang menderita diserbu panas. Hujan sekejap. Rupanya, ia hanya menggoda kami.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
kerrrrren