JODOH PILIHAN MAKKU
Pokoknya aku tak mau jadi anak durhaka. Kalau memang kata Mak aku harus jadi anak penurut, oke aku nurut. Jangan pakai celana Lee kuan Yew atau Lee kwa San atau apalah namanya sudah aku hindari. Sesekali aku pakai juga, tapi mulut Mak langsung nyerocos tak karuan dan akan berakhir kalau sudah aku ganti. Oke-oke, aku ganti dengan yg feminim, meski warna pilihan Mak begitu menyita perhatian kalau aku berada di tengah-tengah umat apalagi di tengah terik matahari. Mak maunya aku makan tak bersuara, tak ada bunyi denting sendok dan piring apalagi bunyi suara sendok dan gigi. Oke-oke, just fine, aku belajar makan yang calm, bukan kalem kayak lembu.
Mak melarang aku minum lansung dari botol. No matter Mak, minuman dalam botol aku tuangkan dalam gelas, duduk manis, lalu baca bismillah. Karena semua ajaran Mak memang sesuai sunnah nabi. Banyak kebaikan di dalamnya.
Oke, Mak tak suka aku ketawa ketiwi kalau lagi ngumpul bareng sama genk apalagi usia genkku jauh di bawah usiaku. Sekali lagi, oke…oke Mak, aku kurangi karena mak melakukan riset dari segi usia. Faktor usia yang menuntut aku bersikap lebih dewasa.
Aduh...ada satu soal yang membuat aku benar benar seperti orang terkena sengat lebah , bengkak, panas dingin, perih, yang rasanya nano nano yakni masalah jodoh.
Aduh...OMG Mak, coba kalau soal ini Mak nggak masuk ranah itu, please Mak biar aku saja yang menentukan. Tapi aku kena skak matt karena gagal terus menuju pelaminan. Sedangkan Mak selalu bilang teman-temannya sudah banyak yang menggendong cucu dan bahagia menjadi MC alias mangasuah cucu, tapi Mak ikhlas melakukannya . Padahal mana Mungkin Mak kerja itu lagi, pastinya aku harus mencari pengasuh bayi juga, apalagi kalau aku pergi kerja.
Pokoknya alasan Mak banyak, dan memang aku akui google map jodohku tak akurat. Hubungan mutar-mutar dan kandas. Aku ke Utara, dia ke Selatan. Aku ke Timur eh si yayang bebeb ke Barat. Akhirnya aku memasuki usia peratu (perawan tua). Malas rasanya dengan istilah itu, tetapi memang seusiaku sudah wajar sekali berumah tembok dan lengkap dengan perabotan bayi, handeh.
Kali ini, Mak tak main-main, beliau mengatakan ada tamu yg akan datang, Mak memberi keterangan bahwa kalau cocok, kamu kawin dengan dia. Uiih..dadaku nyesek.
Mak....please, ini urusan rumah tembok yang akan diisi dengan perabotan rumah tangga, yang akan direncanakan akan dihuni sampai tua, alias akik-akik ninik-ninik Mak. Mkanya Mak, biarlah aku yang menentukan sehingga aku bangun pondasinya dengan cinta. Semennya dengan kasih sayang, dan atapnya dengan kepercayaan.
Aduh..terjadi ombak bergulung-gulung di kedalaman bola mataku, bunyinya bergemuruh, tapi tak jadi menghempas ke tepi sudut mataku. Hanya sungai kecil yang sempat meluap. Bunyi lengking pekikan no mom…no mom hanya di relung hati saja. Aku tak mau membantah, takut jadi anak durhaka, neraka tantangannnya.
Duhhh...gimana ini. Setelah magrib aku sudah disuruh berdandan yang rapi, dan nanti aku tak perlu keluar dulu sebelum disuruh keluar. Ya Tuhan, bagaimana menjelaskan ke Makku kalau sekarang ini zaman sudah lama berubah, tak hanya peta politik yang berubah, persoalan jodoh juga berubah Mak. Tidak ada lagi istilah kawin dijodohkan. Makku kuno nih, haaduhhh...Tapi satu yang tak bisa kubantah, Mak sayang aku, pasti yang beliau pilihkan yang terbaik untukku. Apalagi kesempatan yang diberikan Mak untuk mencari sendiri sudah dua tahun deadlinenya. Sekarang betul-betul Mak yang pegang kendali dan punya wewenang..hiks
Tapi aku ada sedikit bernafas lega. Kata Mak, setelah kami diperkenalkan, kami akan melakukan tahap memgenal satu sama lain selama satu bulan. Pada item ini, aku mulai berpikir. Kata Mak,”Jadi atau tidaknya perjodohan ini tergantung hubungan satu bulan itu.”
Otakku berpikir bagaimana caranya membatalkan perjodohan itu. Beberapa jurus jitu harus aku persiapkan agar sang bujang yang dipersiapkan Mak, menyerah, lalu perjodohan batal. Hasil akhir, aku tak durhaka pada Mak. “Heheheh..awas kau bujang!”, pikirku membathin.
Tapi, tiba tiba sebuah suara mengejutkanku, "Melamun ya Dik? Sampai-sampai suara Uda tak terdengar dari tadi mengucapkan salam ?”
Ternyata aku begitu serius ke masa lalu. Baju-baju yang pernah aku pakai diacara pernikahanku masih beraroma melati, dan juga beberapa helai baju milik Mak masih beraroma yang sama. Semuanya tergeletak di atas kasur. Beberapa bulir air mata jatuh tanpa kusadari.
Uda mengerti dan memelukku. ayo kita ke tempat Mak, sudah lama juga kita tak ke sana, masih ada kesempatan.
Aku membathin, “Mak pilihanmu adalah lelakiku ke surga.”
(Solok, Kota Kecil Sejuta Cinta.31 Mei 2021)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi
Terima kasih Pk Dede...salam literasi
Pilihan mak tidak meleset. Barakallah, Bu. Salam sukses selalu.
Wow...pilihan mak, tidaklah salah..salut keikhlasan menerimanya
WawAmazing...karya yang indah...mampu membawaku larut ke dalam kisahnya...sukses sll ya bunda cantik