KETIKA AKU BERANDAI-ANDAI
Fairuzah Dahiyyah
Suara azan Ashar menemani jemariku terus merangkai kata. Entah, tiba-tiba aku merasa harus segera menuangkan semuanya melalui kata demi kata. Dengan menulis, aku merasa punya kawan yang dapat menampung ceritaku tanpa merasa terbebani. Terima kasih berandaku yang setia tanpa pamrih.
Sungguh, satu tahun terakhir ini aku mendapat pembelajaran hidup yang nyata. Ketika ketangguhan seorang wanita harus kutampilkan. Kala kesedihan harus pandai-pandai kusajikan pada orang yang tepat. Jika aku tampil baik-baik saja itu karena aku mulai membiasakan diri menyelami makna kehidupan. Namun, bukan berarti hati ini sudah kokoh sehingga siapapun berhak mengolah kisahku menjadi bahan obrolan dengan senyuman atau dalil bahwa semua ini takdir. Semua tidak mudah.
Perih ketika ada teman menyampaikan kalimat ringan yang bagiku berat.
"Eh, Bu...kemarin ki aku ngobrol sama suamiku tentang perizinan apotek. Aku langsung respon, gampang...bisa konsultasi Pak Lilik. Yakin, aku lupa jika beliau sudah meninggal. Hahaha."
Kalimat itu dengan mudah kudengar dan memporakporandakan kepingan hati yang sebenarnya mulai beranjak merekat. Allahu akbar.
Setelah aku paham semua rasa, maka ada banyak kalimat pengandaian hadir di benak ini. Misalnya saat aku menyaksikan ada siswa yang beda dengan siswa lain karena dia orang tuanya sudah tidak lengkap, maka rasanya aku ingin menjadi seorang yang berlimpah agar dapat merengkuhnya.
Mengapa aku tidak suka dengan candaan yang receh tetapi sering muncul. Bahkan membuat banyak umat merasa bahagia.
"Hei, segera pulang. Kok betah di sekolah."
"Halah, pulang gak pulang suamiku/istriku santai kok. Gak bakal nyari."
"Walah, seperti jomlo saja."
"Yang jomlo saja ingin segera pulang."
Tuhan, menyesal aku mendengar kalimat ini.
Normalkah aku? Apapun itu, hatiku tidak terbuat dari batu. Aku lelah.
Andai aku bisa memilih saat itu, aku akan memilih membersamai. Aku akan memohon pada-Mu Ya Rabi, satukan kami dalam hidup dan mati. Satukan kami di surga. Berikan kami bahagia. Namun, aku hanya seorang hamba, yang tak layak mendikte yang Maha Kuasa.
Setiap berandai-andai, ada doa di sana.Ya Allah, kuatkan iman kami. Lindungi kami dari bahaya yang tampak dan tidak tampak. Lembutkan hati kami. Kutitipkan seorang hamba yang kami sayang di sisi-Mu. Jaga beliau.
Ungaran, 28 Agustus 2022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren menewen mbak. Tetap semangat dan lapangkan hati dengan penuh keikhlasan.. Insya Allah semua akan baik2 saja. Sukses selalu
Selalu keren karyanya Barokallah Ustadzah, sehat dan bahagia selalu bersama kenangan indah
Selamat pagi Ibu Fairuzah Dahiyyah. Baarakallaahu
Kata Andai itu adalah makna penyeselwn, namun menjadikan muhasabbah diri. Apik artikelnya
Wuih... menggoda rasa. Hati-hati dalam berandai, tengok rambu-rambu di kiri kanan.
Subhanallah, sungguh berat . Tetap semangat Bu, semua akan indah pada waktunya.
Hal yang sama, saya alami, Bu. Kita sedang diuji. Tetap ikhlas dan sabar. Dia yang di atas sana selalu membersamai kita. Mari berdoa bersama agar semua dapat kita lalui. Salam.
Semoga selalu dikuatkan dan diberi kesabaran ya Bun.
Ahir pekan di iringi bacaan ringan dan santai sungguh sedap, tetap semangat menulis bu
Mantul