Dulu waktu masih sekolah ingin sekali bisa liburan lama agar bisa lebih lama lagi bermain loncat tali, masak-masak yang bahannya cari disekitar rumah, berendam disungai tak tau berapa jam lamanya (maklum anak desa tak punya kolam pribadi), etekan ( petak umpet), bitengan (nama didaerah kami) arrghhhh ingin rasanya kembali dimasa itu. Tak ada gadget, film ultraman pun menjadi primadona ketika akhir pekan tiba.

Dan sekarang hal itu terjadi ketika saya tak lagi jadi anak sekolahan. Bumi kita berduka, aktivitas renggang dengan masker, peluk hangat hanya lambaian dengan jarak minimal 1 meter. Anak sekolah harus mengikhlaskan sekolah dirumah dengan daring. Lalu bagaimana dengan yang tidak punya smartphone?? Iya, mereka harus numpang sama temen yang rumahnya dekat, atau bahkan merengek kepada orang tuanya untuk dibelikan. Wahh lagi2 orang tua di uji dengan ke fardhu 'ainan memiliki smartphone bagi anak sekolah plus jaringan internetnya.

Kejenuhan pun melanda mereka, game di smartphone menjadi rumah terakhir sekedar melepas lelah. Akhirnya terbiasa lalu nyaman jadilah kecanduan. Game dulu baru sekolah seperti nya begitu slogan nya. Hal itu tidak lain dari pelampiasan rindu sekedar bersama-sama membeli cilok dan es lilin depan sekolah lalu memakannya didepan kelas sambil melihat teman lari-lari.

Cepat sehat bumiku, kami rindu menikmatimu bersama orang-orang terkasih yang sedang jauh diujung sayapmu. Hu