Namanya Riana sudah tiga kali pembelajaran daring. Ia selalu hadir terlambat satu-dua jam setelah pembelajaran ditutup ia baru menghubungiku aku lewat pesan pribadi. Awalnya aku hanya mengingatkan agar jangan terlambat lagi. Tapi tetap saja ia lakukan. Kesiangan dan lupa adalah alasan klisenya. Walaupun seluruh tugas dan materi diselesaikannya dengan baik.

Rasa sabar seakan hilang. Melihatnya tak muncul di kelas Sosiologi hari ini. Terlihat online pada akun WhatsApp Riana. Alasan apa lagi yang dikeluarkannya kali ini. Hati ini berkata kesal. Ku tunggu pesan pribadinya. Benar tak lama setelah kelas ku tutup Riana muncul dan mohon maaf. Kekesalan tak mampu di tahan. Sedikit tegas ku tanya apa sebenarnya alasan Riana selalu terlambat."Maaf Bu sebenarnya saya tidak mau terlambat. Saya tak pernah bangun kesiangan dan lupa".

Panjang Riana menulis pesannya. Rasa tak sabar menanti pengakuannya. Ternyata setiap hari Riana harus bangun jam empat Subuh. Membereskan seluruh pekerjaan rumah. Mulai memasak, mencuci dan menyapu. Ibunya harus pergi ke pasar sejak pukul tiga pagi , untuk berjualan sayur. Sedangkan ayahnya membantu ibu berjualan. Ayah langsung pergi mengurus kebon orang yang dipercayakan padanya. Riana juga harus membantu adik-adiknya untuk belajar daring.  Satu gadjet dipakai daring ramai-ramai. Terpaksa Riana mendahulukan adik-adiknya. Baru kemudian ia menyelesaikan kan pelajaran daringnya. Itu mengapa setiap kali jam belajar gadjetnya  terlihat aktif.Aku terhenyuk membaca pengakuannya yang dipenuhi simbol-simbol kesedihan dan kelelahan. Hanya kata "Semangat" yang aku tuliskan membalas pesan singkat Riana.