Menyambut Tahun 2022 (2)
Tagur 2
Setelah Mamak pergi meninggalkan orang-orang yang dicintai dan mencintai, bapak kondisinya semakin menurun. Untuk memastikan mamak sudah tidak ada, dibawalah ke rumah sakit swasta di Pondok Kopi sekaligus meminta surat kematian. Malam itu bapak kami bawa juga ke rumah sakit yang sama tetapi ditolak karena ruang UGD sudah penuh pasien Covid-19. Tidak mau ambil resiko, kami pindah rumah sakit lain. Ternyata rumah sakit yang kedua tidak ada ruang UGD. Bapak hanya dites rapid dan antigen sesuai prosedur saat itu. Pihak rumah sakit hanya menyarankan di bawa ke rumah sakit terdekat yang berjarak 500 meter. Tidak ada kepastian juga, akhirnya bapak kami bawa pulang lagi. Hari sudah menjelang pagi.
Melihat mamak yang sudah terbujur kaku, bapak memandang dengan sedih. Teman hidupnya sudah lebih dulu meninggalkannya. Bapak masuk kamar dengan raut wajah yang sulit diungkapkan. Pagi harinya bapak tidak mau makan, minumpun susah. Bapak memanggilku badannya terasa lemas dan kepala pusing sekali. Bapak ingin di rawat saja di rumah sakit. Akhirnya hasil diskusi keluarga, 2 adikku mengantarkan mamak ke peristirahatan terakhir di kampung, sedangkan aku menemani bapak.
Ketika mobil jenazah yang membawa mamak dan rombongan berangkat ke kampung, aku juga membawa bapak ke rumah sakit. Hari itu kami berburu rumah sakit lagi. Ada adik ipar yang mantan perawat di rumah sakit swasta daerah Jakarta Barat, dengan yakin menginformasikan bahwa bapak bisa dirawat di sana. Aku membisikkan pada bapak ada rumah sakit yang bisa menerima. Bapak senang sekali, semangatnya kembali muncul. Akupun datang ke sana, namun saat kami sampai, sudah lebih dulu ada pasien masuk. Sehingga bapak harus menunggu di luar sampai waktu yang tidak ditentukan untuk bisa masuk ke UGD. Aku tanya pada bapak apakah mau menunggu atau mencari rumah sakit lain. Bapak menjawab untuk mencari rumah sakit lagi. Kamipun kembali berkeliling, hingga akhirnya sampai pada sebuah rumah sakit di Jakarta Timur.
Aku mendaftar supaya bapak bisa masuk, Setelah menunggu dokter cukup lama, jadwal jam 5 tenyata jam 7 baru datang. Aku kemukakan kondisi bapak, dokter langsung memberikan surat rawat inap. Aku langsung membayar uang muka untuk kamar rawat inap. Ternyata prosedur saat pandemi sebelum masuk kamar harus rapid tes dan torax. Bapak menjalani kedua tes tersebut, tentunya dengan membayar di luar biaya rawat inap. Namun hal itu tidak aku pikirkan, yang penting bapak bisa ditangani dengan baik. Selesai melaksanakan rangkaian tes, tidak lama hasil keluar. Dari hasil rapid negatif tetapi pihak rumah sakit mencurigai tes torax. Paru-paru bapak ada bercak-bercak putih dan itu menandakan terpapar virus corona. Pihak rumah sakit tidak berani memasukkan ke kamar inap. Mereka bilang mau konsultasi dengan dokter yang merekomendasikan. Kami menunggu lama sekali hasil konsultasi mereka dengan dokter. Bapak hanya bisa duduk di kursi roda. Kami meminta tempat tidur, tetapi pihak rumah sakit tidak menyediakan. Melihat keadaan bapak, aku mau menangis, sudah sakit payah tetapi rumah sakit lamban dalam pelayanan. Hanya konsultasi dengan dokter saja membutuhkan waktu berjam-jam. Pukul 11 malam baru aku dipanggil oleh rumah sakit dan mengatakan bahwa bapak tidak bisa dirawat inap biasa. Sesuai prosedur di rumah sakit tersebut harus masuk UGD dulu, sedangkan UGDnya penuh. Atau jika mau bapak besok pagi tes PCR untuk memastikan pasien covid atau bukan.
Sungguh kecewa dengan pelayanan rumah sakit ini, jika memang tidak bisa dirawat, langsung saja bilang berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan. Tidak usah pasien disuruh menunggu berjam-jam menunggu kepastian boleh atau tidak dirawat. Bapak sangat kecewa ketika harus pulang ke rumah. badannya sudah semakin lemah dan sudah tidak bisa jalan sendiri. Keesokan harinya keadaan bapak semakin mengkhawatirkan. Aku telpon beberapa rumah sakit. Alhamdulillah berkat pertolongan teman adik yang perawat, bapak bisa di rawat di tempatnya bekerja. Ketika dibawa bapak sudah mengalami penurunan kesadaran. Penanganan dari rumah sakit begitu profesional, pasien cepat dilayani tidak seperti rumah sakit terdahulu. Setelah diambil tindakan medis, akhirnya bapak sadar. Sempat bingung dan bertanya ada dimana, aku bilang di rumah sakit. Bapak tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada dokter yang merawat. Aku genggam tangan bapak, sambil membsikkan kata-kata supaya semangat untuk sembuh. Bapak langsung berkata mau sehat biar bisa ketemu cucu-cucunya lagi. Bapak minta minum dan mau menelan beberapa suap makanan. aku bahagia melihat bapak bisa tersenyum kembali.
Kedua adikku, Pak Lik , dan Bulik setelah menguburkan mamak langsung pulang ke Jakarta dan menuju rumah sakit. Bapak senang melihat adik-adikku sudah datang. Di tengah kegembiraan itu, tiba-tiba bapak menangis meminta maaf pada adikku yang paling kecil. Memang dulu sering ada ketegangan antara bapak dan adikku itu. Aku yang melihat merasa sedih, bapak pertama kali mengeluarkan air mata. Padahal saat istrinya meninggal, bapak tidak menangis.
Sesuai prosedur pada saat pandemi, bapak juga harus melakukan serangkaian pemeriksaan. Tes PCR dan Torax. Setelah hasil diterima, dokter memanggilku, hasilnya ternyata bapak positif Covid-19. Aku kaget, karena kondisi bapak yang sedang lemah, maka mudah tertular virus tersebut. Bapak harus masuk ruang ICU. Setelah menunggu akhirnya ada yang kosong di ICU, aku titipkan bapak pada perawat teman adikku. Sebelum masuk ruang ICU kugenggam tangan bapak dengan kuat, entah kenapa aku merasa sedih sekali. Seperti ada yang membisikkan bahwa ini pertemuan terakhir secara langsung dengan bapak. Namun tetap aku tidak mau menampakkan di depan bapak. Aku harus kuat, walaupun hati sangat khawatir. Seperti ada firasat yang tidak bisa kuungkapkan.
Hari-hari bapak di rumah sakit setiap hari panggilan video, karena bapak tidak boleh dijenguk langsung. Semakin hari bapak menunjukkan perkembangan. Saturasi oksigennya naik dan tidak membutuhkan alat bantu pernapasan lagi. Menjelang 2 minggu bapak dirawat, saat panggilan video perawat bilang pak haji tidak mau makan lagi. Di rumah sakit bapak dipanggil dengan pak haji. Aku panggil bapak tetapi bapak sudah tidak fokus. Pandangan matanya kosong dan wajahnya merah. Bapak hanya shalawatan dan dzikir sudah tidak respon aku panggil. Firasat buruk datang, aku berdoa pada Allah berikan kesembuhan pada bapak.
Jam 8 hari Selasa tanggal 2 Februari 2021, aku ditelpon rumah sakit. Bapak sudah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Tepat 14 hari setelah kepergian mamak, bapak menyusul. Rasa kehilangan begitu besar. Ditinggal oleh kedua orang tua dalam waktu yang singkat. Bapakpun dimakamkan di kampung bersebelahan dengan mamak. Benar-benar bapak dan mamak pulang kampung selamanya dan tidak kembali lagi.
Kenangan tahun 2021 ditinggalkan oleh orang tua. Tidak akan menyangka dan menduga mamak dan bapak pergi selamanya pada tahun itu.
Cipinang Muara, 2 Januari 2022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar