Erna Pramantika

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Tak Berdaya

Hari- hari Amara menjalani sekolah di SMA hampir usai. Jadwal ujian telah terpampang di mading sekolah ataupun di papan data kelas. Semua isi sekolah sibuk. Para murid semuanya bersiap untuk menghadapi pertempuran terakhir. Para guru memberikan motivasi pada seseluruh siswa untuk bersiap dan semangat. Berbagai perbekalan dan amunisi disiapkan. Tak lupa mental siswa siswi dikuatkan. Sementara Amara masih terdiam di sudut kelas. Pikiranya melayang membayangkan hari-hari bersanding dengan kekasih hati akan tiba. Amara tidak sibuk seperti teman- temannya, dengan setumpuk jadwal les dan konsultasi pemilihan jurusan di perguruan tinggi. Sesekali Amara tersenyum sendiri. Bahagia.... "Aku sangat bahagia.... Sebentar lagi aku tidak ada urusan dengan buku-buku membosankan ini" Sambil tersenyum.

Teman-teman Amara sibuk berbincang jurusan yang akan dibidik di perguruan tinggi nanti. Mereka gantung cita-cita, dan mengambil ancang-ancang untuk meraihnya. Amara melihat aktivitas itu dari sudut kelas sambil tersenyum kecut. Tak lama waktu berselang, teman-teman Amara satu geng sudah berkumpul dihadapanya dan membawa topik hangat. Topik favorit mereka, rencana sepulang sekolah yang telah disusun untuk berasyik-asyik ria. Rencana bertemu dengan sang pujaan hati, pulang sekolah melewati sebuah kantor yang jadi target tempat meluapkan tebar pesona para gengster remaja. Empat orang remaja, Amara dan tiga orang temannya telah bersiap. Merapikan rambut, menambah minyak wangi, serta dandanan ciri khas tidak lupa mereka bawa. Bagi mereka nilai ujian tidak terlalu penting. Dibenak mereka, lulus saja cukup.

Tet..... Tet...... Tet...... Bel pulang sekolah telah bergema seantero sekolah. Satu persatu siswa siswi keluar dari kelas. Amara dan gengs telah berkumpul ditempat yang telah disepakati. Harum wangi mereka telah sampai diujung jalan. Mereka berjalan beriringan dan menjadi pusat perhatian banyak orang disekitar. Sesampainya di depan sebuah kantor, 4 orang cowok ganteng telah menunggu. Amara dan kawan-kawan ternyata sudah disambut dengan senyuman khas yang mereka tak berdaya. 4 pasang muda mudi telah membaur diantara ratusan remaja yang berjalan beriringan sepulang sekolah. Mereka berjalan berpasangan dengan warna seragam yang berbeda. Amara berjalan bersama Daniel kekasih hatinya, dia berharap Daniel mengajak menikah seusai lulus SMA. Sepanjang jalan menuju rumah Amara, mereka bercanda riang, sesekali cubitan mesra Amara mendarat di pinggang Daniel. Hampir setiap hari Amara dan Daniel bertemu. Semua orang disekitar Amara telah paham, dengan hubungan Amara dan Daniel. Sepasang muda mudi yang di kabarkan siap melepas masa lajang.

Tanpa sepengetahuan Amara, sebenarnya Daniel sudah memiliki seorang kekasih. Seorang gadis manis dengan hidung mancung, sedang sekolah di sebuah sekolah kejuruan. Kekasih Daniel hoby memasak, karenanya dia mengambil jurusan tata boga. Sekolah kejuruan tempat kekasih Daniel sekolah, memiliki jam sekolah lebih panjang dan hanya 5 hari sekolah, karenanya Daniel dapat dengan mudah membagi waktunya dengan Amara. Daniel jauh lebih berumur dibandingkan Amara, mereka berselisih umur 7 tahun. Daniel telah matang dan telah memiliki pekerjaan tetap. Hal itulah yang membuat Daniel siap melepas masa lajangnya.

Siang itu begitu terik, panas menyengat. Daniel menunggu Amara didepan gerbang sekolah. Wajah cemas Daniel terlukis diwajah yang sedang dihujani keringat.

"Mara..... " Amara sangat hafal dengan suara tersebut. Tidak sulit untuk menemukan sumber suara. Amara tersenyum manis menuju Daniel.

"Tumben nunggu disini? "

" Tolong aku marah..... Aku butuh tempat kos, aku ada masalah di tempat kost ku. Aku harus pindah marah... " Terlihat memohon

" Memang ada apa? "

" Panjang ceritanya. Kapan -kapan aku ceritakan, yang penting aku dapat tempat kost dulu. " Amara pun mengangguk.

Di rumah Amara, orang tuanya menerima anak kost. Semenjak ayah Amara meninggal, untuk menambah penghasilan, Ibu Amara menyewakan beberapa kamar untuk anak kost. Ayah Amara sebenarnya pegawai yang tergolong pejabat, namun karena tutup usia sebelum pensiun makan pensiun janda yang diterima ibu Amara tidak cukup untuk menghidupi ke empat anaknya. Amara anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan di keluarganya. Sifatnya yang manja tumbuh dari kesehariannya sebagai anak bungsu dan satu- satunya anak perempuan di keluarganya. Amara dan Daniel berjalan bersebelahan menuju rumah Amara untuk bertemu ibu Amara.

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post