Penjahit Berbaju Robek
Ungkapan “Penjahit berbaju robek” mengandung maksud yang sama dengan ungkapan “Tukang cukur berambut gondrong”.
Ungkapan ini biasanya digunakan orang untuk mengiaskan seseorang yang punya keterampilan di bidang tertentu dan melayani banyak orang dengan keterampilan tersebut, namun tak hirau terhadap diri sendiri yang juga membutuhkan pelayanan dengan keterampilan tersebut.
Lebih luas lagi, ungkapan ini juga digunakan untuk mengakui kekurangan ataupun kealpaan diri sendiri. Namun sebaliknya ungkapan ini dapat juga digunakan untuk menuduh atau menyalahkan orang lain atas kealpaannya.
Banyak fenomena kehidupan yang dapat dikiaskan dengan ungkapan ini. Tragisnya, terkadang penjahit berbaju robek itu bukanlah karena kealpaannya.
Seorang profesor mungkin saja memiliki anak yang putus sekolah, seorang ulama tak mustahil mempunyai anak pelaku kriminal, seorang guru bisa saja mengalami anak kandungnya yang tidak naik kelas atau tidak lulus sekolah.
Apakah semua contoh di atas linier dengan ungkapan tersebut? Kalau fungsinya untuk menyalahkan atau menuduh, “iya”, Namun apakah setiap orang mau mengakui kealpaannya dengan ungkapan itu?
Guru yang memiliki anak bandel dan nakal sering menjadi sasaran empuk ungkapan ini. Tuduhan dengan ungkapan ini terasa begitu menyayat kalau apa yang dituduhkan tidak demikian adanya. Apa yang tampak di permukaan belumlah cukup untuk menvonis tanpa menyelami persoalannya secara mendalam. Seorang tukang jahit cedera namanya karena memakai baju yang sobek. Sementara kita tidak tahu mengapa dan kapan baju itu sobek. Bisa saja ini bentuk ujian dari Allah, haruskah kita berburuk sangka?
Orang yang punya prestasi, diuji olah Allah atas prestasinya itu. Orang yang populer, diuji popularitasnya. Guru yang profesional tidak hanya disupervisi kepala sekolah, tapi juga ada kemungkinan dapat ujian atas profesionalitasnya dari Allah.
Kalau memang semua itu bukan karena kealpaan, berarti Allah sedang menguji kita dengan penuh pertimbangan. Kuatkan hati, berdo’a dan berserah dirilah kepadaNya, InsyaAllah ujian itu akan dapat terselesaikan sekalipun soal-soalnya jauh lebih rumit dari soal HOTS.
Batusangkar, 16 Februari 2020
#tantanganmenulisgurusiana (Hari ke-31)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Intinya, jangan menghakimi dari apa yang hanya terlihat dari luar. Butuh banyak pertimbangan. Terkadang apa yang terlihat dari luar tak bisa mewakili secara keseluruhan apa yang ada di dalam. Namun, kita memang harus senantiasa berusaha dan berdoa kiranya Allah SWT tak kan melepaskan bimbingannya dari diri kita agar apa yang kita lakukan mendatangkan kebaikan bagi diri dan keluarga kita. Aamiin yaa robbal alaamiin. Jazakillah khoir untuk tulisan yang mengingatkan diri ini. Semoga Bundo sehat, bahagia, dan senantiasa dalam ridhoNya. Barakallah..., Bundo.
Tepat sekali kesimpulan yang Ibu tarik. Tetap berusaha dan berdoa agar upaya yang kiat lakukan mendatangkan kebaikan bagi diri dan keluarga. Mari jangan menghakimi orang dengan gegabah. Jauhkanlah diri dari berprasangka buruk terhadap keputusan Allah agar mampu bersabar jikala diuji. Terima kasih atas kunjungan dan tanggapannya Bu. Semoga sehat, bahagia, dan sukses selalu. Barakallah, Ibu.
Alhamdulillah,..mantab..artikrl seperti yg membuka cakrawala hati kita..seperti saat ini bullying,yg disalahin ya ujung2nya guru lagi..semua hrs saling instropeksi ya..jk ibunya guru bhs inggris anaknya pasti jagoan inggrisnya tuh,....jawabnys,.seorang penjual telor tidak harus bisa bertelor..gitu..salm bu...
He..he.. Seorang penjual telur tidak harus bisa bertelur. Analogi yang memperkuat maksud tulisanku. Mksh pak Eko yg tlh berkunjung dan berkomentar. Sehat dan sukses selalu. Barakallah.
ha.ha..tetap semangat.