Merdeka Belajar Beranjak dari Refleksi Metakognitif Guru
Merdeka Belajar Beranjak dari Refleksi Kognitif Guru
Oleh: Enggrasedes, M. Pd
Salah satu masalah yang pelik dalam proses belajar dan mengajar adalah bagaimana mambangun memotivasi peserta didik di dalam kelas. Motivasi di sini menyangkut sejauh mana seseorang menjatuhkan pilihan terhadap tujuan yang ingin dicapai dan upaya yang akan dilakukan demi meraih tujuan tersebut
Motivasi di dalam diri individu dipengaruhi oleh tingkat kebutuhannya. Manusia memiliki tingkat kebutuhan yang berkembang mulai dari pemenuhan kebutuhan fisik meningkat terus sampai kepada kondisi pencapaian potensi yang teratas. Tingkatan kebutuhan manusia ini digambarkan oleh Abraham Maslow (1970), yang kemudian disebut dengan ‘Maslow’s hierarchy’, yang tergambar dalam bentuk piramida kebutuhan sebagai berikut:
(Sumber; id.wikipedia.org)
Individu tidak termotivasi dan tak akan mampu memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi sebelum kebutuhan yang berada di pondasi piramid terpenuhi. ‘Rasa merdeka’ yang tercakup di dalam ‘rasa aman’ merupakan suatu kebutuhan setelah kebutuhan fisik terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan rasa aman ini menjadi syarat untuk pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Demikian seterusnya rantai kebutuhan individu berdasarkan Maslow’s Hirarchy.
Demikian pula halnya di dalam dunia pendidikan. Keleluasaan dan kemerdekaan berpikir sesungguhnya merupakan kebutuhan baik bagi guru maupaun peserta didik. Kebutuhan akan ‘kemerdekaan’ ini sudah selayaknya terpenuhi.
Ada suatu harapan Sang Menteri yang terbungkus di dalam istilah ‘Merdeka Belajar’. Kemerdekaan yang dimaksud di sini adalah kebebasan dalam kemandirian berpikir. Bebas menentukan dan memilih demi efektivitas dan efisiensi upaya dalam mencapai tujuan. Merdeka belajar memberikan ruang gerak yang luas dengan esensi upaya peningkatan kualitas dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Kedengarannya suatu kemudahan, namun terselip komitment yang tinggi untuk tetap berbenah diri.
Merdeka belajar berawal dari refleksi metakognitif guru yang nantinya akan berimbas terhadap meta kognitisf peserta didik. Apa itu metakognitif?
Meta kognitif adalah kemampuan untuk mengontrol ranah kognitif sebagimana yang definisikan oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956 melalui enam tingkatan, antara lain; pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Kemudian toxonomi ini direvisi oleh David Krathwolhl pada tahun 1991 dengan menambahkan satu tingakatan lagi yaitunya ‘mencipta’.
Metakognitif tidak hanya berkaitan dengan perolehan kognitif (thinking about thinking) tapi jauh dari pada itu juga berhubungan dengan pengetahuan tentang keterampilan belajar, kemampuan memori dan kemampuan memonitor usaha belajar. Singkatnya, metakognitif merupakan pengetahuan tentang proses kognitif dan memahami bagaimana cara mengelola proses tersebut untuk memaksimalkan proses belajar.
Metakognitif pengetahuan meliputi, pengetahuan konten (content knowledge), pengetahuan tugas (task knowledge), dan pengetahuan strategi (strategic knowledge). Ketiganya biasa juga disebut, declarative knowledge, procedural knowledge dan conditional knowledge
Lalu, bagaimana empat program kebijakan pendidikan nasional “Merdeka Belajar” menuntut peningkatan metakognitif guru?
· Assessment sebagai pengganti USBN. Karena USBN dianggap masih membatasi keleluasaan sekolah dalam menentukan kelulusan, Nadiem akan menerapkan kebijakan barunya dengan cara mengganti USBN dengan asesmen. Ujian ini dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dilengkapi dengan penilaian portofolio dan penugasan. Dengan demikian, sekolah lebih merdeka dalam menilai hasil belajar siswa. Suatu kondisi yang tentunya menuntut kapasitas guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Program ini sesungguhnya menantang metakognitif guru dalam merancang asesmen yang diselaraskan dengan kualitas pembelajaran. Guru harus lebih sensitif terhadap kondisi peserta didik dan aspek-aspek lain yang mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pembelajaran sehingga dapat menyusun asesmen yang valid dan peserta didik mampu melalui asesmen tanpa terkendala.
· AKM (Asesmen Kompetensi Minimum) dan Survey Karakter sebagai pengganti UN. AKM merupakan kompetensi yang benar-benar minimum sehingga sekolah di daerah dapat dipetakan berdasarkan kompetensi ini. Ujian ini terdiri dari kemampuan bernalar melalui bahasa (literasi) dan bernalar melalui matematika (numerasi), serta penguatan pendidikan karakter. Kemudian hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang pendidikan selanjutnya.
Impilkasi dari kebijakan juga menuntut peningkatan metakognitif guru dalam bernalar literasi dan numerasi. Guru harus piawai menyiasati untuk melatih metakognitif siswa dengan soal-soal HOTS yang menggemburkan ranah metakognitif peserta didik.
Penyederhanaan RPP. Upaya penyerhanaan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dilakukan dengan cara memangkas beberapa komponen, sehingga meninggalkan hanya tiga komponen, yaitunya; tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen. Dengan semakin efesien dan efektifnya penulisan RPP ini, guru akan memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri.
Hikmah dari kebijakan ini adalah kemandirian guru dalam menata kelas sesuai dengan persiapan yang ringkas tersebut. Walaupun tidak terurai secara detail, namun konsep pembelajaran yang akan belagsung sudah dalam penguasaan guru. Fleksibilitas seperti ini sesungguhnya menuntut kematangan dan kepiawaian guru dalam mengemudikan proses pembelajaran
Zonasi yang lebih fleksibel. Sistem zonasi akan dilaksanakan dengan sistem yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpanagan akses dan kualitas di berbagai daerah. Menurut Nadiem daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi.
Dengan diberikannya otonomi sekolah dalam menentukan menetapkan wilayah zonasi dan proporsi final, sesungguhnya menuntut kemandirian sekolah dan tentunya guru juga harus memahami input peserta didik yang nantinya akan diolah sesuai dengan profesionalitas yang dimiliki.
Empat pilar kebijakan Merdeka Belajar ini menitipkan harapan terhadap pemerintah daerah dan pusat agar dapat bergerak bersama dalam memetakan akses dan kualitas pendidikan. Upaya ini tentunya perlu didiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah daerah dalam retribusi guru demi pemerataan.
Guru sebagai icon di atas pentas pembelajaran juga harus berada di depan dalam mengemban kebijakan ini. Merefleksi kemampuan metakognitif merupakan langkah awal yang harus dilakukan agar semakin profesional dalam mengemban tugas dan lancar dalam mencapai tujuan.
Demikianlah tuntutan Merdeka Belajar bertengger di pundak guru selaku stakeholder pendidikan. Semoga tulisan ini dapat menginspirasi para guru untuk merefleksi dan mempersiapkan diri dalam rangka menyongsong kebijakan Merdeka Belajar.
Batusangkar, 10 Maret 2020
Tentang penulis;
Enggrasedes, M. Pd yang lahir di Tanah Datar pada tanggal 9 Mei 1968 adalah seorang Guru Bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Bergabung sebagai Gurusianer sejak tanggal 6 Oktober 2019. Resmi menjadi anggota Media Guru semenjak tanggal 22 Oktober 2019. Alumni kelas Pelatihan SaguSabu KPPL Kemenag Tanah Datar. Buah karyanya berupa buku tunggal dengan judul “Mutiara di Telaga Air Mata” dan buku antologi “Selamat Datang Mas Nadiem”, 2 artikel ilmiah di Jurnal ber-ISSN serta telah mengunggah 79 artikel di blog Gurusiana. Dapat berkomunikasi melalui WA 081374743528, FB Enggrasedes, M.,dan email [email protected].
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Program Merdeka belar yang menantang metakognitif guru dalam merancang pembelajaran yang berimbas pada pengembagan meta kognitis peserta didik
Kesimpulan yg tepat sekali bu Fit. Itulah benang merahnya. Terima kasih tlh berkunjung dan menanggapi. Senantiasa berharap akan kritik dan sarannya. Sht dan sukses selalu. Barakallah bu Fit.
Wow, paparan yang bernas dan berdaging. Sukses selalu dan barakallahu fiik
Alhamdulillah.. . Terima kasih bu Vivi. Smg sehat dan sukses selalu. Barakallah, bu...
Artikel bernutrisi, sangat baik dikonsumsi oleh orang seperti saya yang terlalu ramping dalam menyerap informasi dan lambat berinovasi. Terima kasih ibu, sehat selalu dan terus berkarya.
Wah...bahasa pak Khoirul menunjukkan siapa bapak. Janganlah terlalu merendah diri. Sepertinya aku butuh kritik, bimbingan dan saran dari bapak. Semoga wadah ini tempat kita saling melengkapi. Terima kasih atas kunjungan dan apresiasinya. Semoga sehat dan sukses selalu. Barakallah, pak Khoirul.