Gurusiana bagaikan arena berlatih terutama bagi penulis pemula. Penulis yang sedang berlatih atau belajar tentulah penulis yang belum memiliki skill yang memadai. Bagi mereka yang sudah piawai, tak salah kalau melanjutkan perjuangan dalam rangka mempertajam keterampilan yang sudah dicapai.

Beragamnya tingkat keterampilan menulis para gurusianer telah membentangkan alam mutualisma sebagai wahana untuk mencapai skill yang prima penuh pesona.

Saling berbagi dan menyempurnakan bagaikan pendidikan gratis yang tumbuh di lahan keikhlasan. Pujian dan kritik adalah dua rasa yang kotras yang harus diterima supaya tidak rentan.

Pujian yang kedengaran indah dan menggoda dapat menjelma menjadi racun kalau diberikan tanpa sandaran. Jutru kritiklah yang akan menyehatkan kalau diolah untuk memulihkan.

Tidak ada manusia yang tidak suka dipuji, namun berhati-hati terhadap pujian perlu dicamkan. Sombong dan lupa diri adalah sifat yang harus dihindarkan.

Sebaliknya, sebagai manusia bijak, tak perlu anti kritik karena kritik tak selalu bernilai negatif. Kritik memang pahit namun tersimpan suatu manfaat yang mujarab kalau mau menelan. Jangan pernah takut pada kritik karena kritik dapat menyehatkan.

Kritik bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti tetapi sesuatu yang perlu ditaklukkan. Mari tunjukkan suatu perubahan dari kritikan.

Saling berbagi kritik di gurusiana seharusnya hendaklah dibudayakan. Terlena dengan buaian pujian membuat kita berjalan lamban.

Ingat! Kritik itu ibarat cermin yang mampu menembus pandang sesuatu yang tidak tampak di depan. Kritik adalah salah satu pengontrol yang baik dalam kehidupan.

Mengapa kita tidak bersikap welcome?

Batusangakar, 20 Februari 2020

#tantanganmenulisgurusiana (Hari ke-35)