Arofah Berbisik Bagian 17
Arofah Berbisik
Oleh
Enge Rika Lilyana, S.Pd
SMP Negeri 2 Tamanan
Pernahkah rasa ingin berhenti tanpa tahu apa sebabnya? Bahkan kadang ingin diam dengan seribu perih dan luka. Tepat usiaku yang ke-10 kado terindah adalah surat resmi untuk orang tuaku. Betapa tak mudah hidup dengan keputusan bersama. Ada gelombang badai yang siap menghantam. Mungkin pernah terkapar di pantai tak bertuan. Atau terapung-apung di lautan sendiri tanpa ada harapan seseorang akan membantu. Sejatinya di sana kita butuh Tuhan untuk menguatkan. Membuang kerapuhan menjadi harapan.
Sebijak apapun jika dalam posisi tidak stabil tetap membutuhkan naungan. Aku berpikir Tuhan yang punya segalanya. Namun apa bisa ya anak-anak doanya langsung didengar meskipun dengan Bahasa yang sederhana? Kata Ijon di madrasah diajarkan doa dengan Bahasa Arab. Aku tidak paham itu. Aku hanya bisa bahasaku. Bukankah doa bisa dengan bahasa yang universal? Bahkan kudengar doa dalam hatipun mampu tembus ke dinding surga.
Bahkan ketika papa dan mama mengenalkan padaku hanya dengan tangan dikepal dan diucapkannya terima kasih. Percaya dengan keyakinan pasti dikabulkan. Sesederhana itu. Namun yang kulihat kali ini berbeda mama berdoa dengan mencucurkan air mata. Tak paham mengapa sedalam itu mampu dilakukan mama. Apakah air mata adalah bentuk kejujuran hati bahwa segalanya adalah benar? Seperti saat aku meminta dengan deraian air mata mama dan papa pasti mengabulkan. Apalagi emak dan engkongku. Paling gak bisa kalau melihat aku merengek.
Sebenarnya jika aku simpulkan dengan pikiranku yang sejengkal ini. Kejujuran pada doa lebih dekat dengan hati. Semua akan berjawab juga. Aku mulai memahaminya dengan cara kanak-kanakku. Meskipun kadang orang tua tidak bisa menerima dengan nalar mereka. Doa anak-anak mungkin lebih kecil lingkupnya. Antara maafkan dan terima kasih itu saja. Tanpa ada rincian apapun. Bisa jadi orang dewasa lebih detail cara berpikirnya, doanya juga rumit. Ah, itu hanya pikiran nakalku tanpa ada maksud appun.
Sekali dua kali mungkin harus bersabar dengan doa kita. Namun pasti akan ada saat termanis yang disediakan Tuhan untuk jawaban kita. Ijon pernah berkata saat aku menangis, “Meminta dengan cara berulang-ulang akan membuat kita bersabar! Meskipun tidak hari ini mungkin besok kalau tacik sudah besar!” Selama itu ya? Ijon hanya tersenyum. Mungkin Ijon tahu aku harus banyak belajar. Aku juga meminta Ijon mengajariku untuk bersabar. Ijon hanya mengangguk dan segera mengajakku untuk mandi sore ini.
Tak banyak yang kutahu dengan semua air mata mama yang tertumpah hari ini. Hanya aku tahu hatinya berkeping-keping melihat orang yang pernah bersama telah berpindah hati. Setidaknya setiap hari papa bisa berseliweran dengan entah siapa perempuan yang diboncengnya lewat di depan rumah. Oh, ini semacam rasa bangga perempuan yang bisa melukai hati yang lain? Maaf, sepertinya dia tak paham bagaimana menggunakan hatinya. Jangan salah menilai orang yang diam. Ada kalanya diam adalah satu cara untuk menunggu saat yang tepat orang lain tahu bagaimana rasanya dalam posisinya. Itu saja.
#Bersambung#
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantab say...kutunggu cerita berikutnya...tak bosan membacanya.
Terima kasih bunda sayang...cerita bunda Khatijah juga sangat bagus dan melelehkan hati...salam sayang
Jangan segera berakhir ceritanya bu
Terima kasih bunda sayang..semiga bunda selalu sehat...tetap berkarya dan semangat..
Selalu mantab Bu Rika. Lancar terus berceritanya..
Terima kasih sahabat literasi...Pak Edi karyanya juga luar biasa...salam literasi Bapak...