Kak Nunik
Mengenakan pakaian PDL, ransel belel yang sudah lebih dari lima tahun setia menemaniku, penuh dengan pakaian ganti dan perbekalan lainnya. Aku stop bis tiga perempat jurusan kampungku ke salah satu lokasi kursus di sebelah utara Kabupaten Tasikmalaya. Hampir seharian penuh perjalananku, akhirnya aku hampir sampai di tempat tujuan.
Turun dari bis, kuedarkan pandanganku ke seantero pertigaan. Di sebrang jalan kulihat warung kopi sederhana. Dindingnya terbuat dari bambu, hampir lapuk dimakan rayap. Di sana- sini lubang menganga. Atapnya dari terpal berwarna hijau, sobekan pada setiap sisi- sisinya mengisyaratkan usia terpal itu sudah tidak baru lagi. Namun walau keadaannya sudah lapuk, makanan di warung itu tertata dengan rapi, dan bersih. Penjualnya seorang wanita paruh baya, sangat ramah dan kelihatan sangat memperhatikan kebersihan. Hal itulah yang membuat aku tertarik mampir ke warung itu.
“Bapak mau berkemah ya?” Wanita paruh baya itu melirik ke arahku sambil menganggukkan kepala.
“Iya Ceu. Apakah sudah banyak yang lain lewat?” Aku balik bertanya.
“Ada sih Pak, tapi belum banyak. Bapak sendirian? Mau minum apa?” Wanita itu bertanya seakan tak ada jeda.
“Kopi hitam saja!” Aku menjawab pendek. Hatiku mulai ragu, takut kesasar. Masalahnya ini pertama kali aku menginjakkan kaki di daerah itu. Aku salah seorang peserta kursus pembina pramuka mahir tingkat dasar yang ikut gabung dengan mahasiswa kampus yang menyelenggarakan kegiatan itu. Demi ilmu yang ingin aku peroleh, meski tempat kursus jauh dari tempat aku menunaikan tugasku sebagai guru sekolah dasar, tak menyurutkan langkahku. Saat aku peroleh informasi mengenai kursus, langsung kudaftarkan diriku sebagai peserta.
“Ini kopinya Pak!” Wanita paruh baya itu membuyarkan celotehan fikiranku.
“O ya, makasih Ceu...!” Kuulurkan tangan menerima secangkir kopi hitam kesukaanku.
“Bapak sering ke daerah ini?” Wanita itu menatap wajahku seolah bisa membaca kegundahanku.
“Baru pertama kali Ceu!” Ku jawab pertanyaannya sambil mengucek kopi hitam yang aromanya sudah membuat hidungku kembang kempis.
“Ada angkutan umumkan ke kampus itu?” Aku balik bertanya.
“Tentu, Pak. Dari sini bisa naik pedesaan, bisa juga naik ojek. Kalau bisa jangan terlalu sore, masalahnya angkutan pedesaan tak beroprasi lagi pada malam hari.” Wanita paruh baya itu menjelaskan seolah ada kekhawatiran padaku.
“Makasih, informasinya Ceu. Ini uangnya!” Ku sodorkan uang satu lembar lima ribu rupiah. Setelah menerima kembaliannya, aku pamit kepada wanita itu. Bergegas kakiku melangkah menghampiri angkutan pedesaan yang ditunjukkan olehnya.
Aku masuk ke dalam angkutan pedesaan, ku duduki jok, tepat di belakang sopir. Mobil masih kosong. Aku leluasa memilih tempat duduk. Selang beberapa menit, angkutan pedesaan pun melaju menuju kampus.
“Kang, tolong nanti berhenti di kampus ya, aku belum tahu tempatnya, ini kali pertama aku injakkan kaki di daerah sini.” Aku ungkapkan sejujurnya keadaanku pada sopir itu.
“Iya, baik Pak, jangan khawatir, Bapak takkan kesasar ko!” Seloroh sopir. Mobil itu mulai berjalan menapaki jalan kecil, ditengah temaram malam yang mulai menyambut, mengusir kegerahan siang yang meresahkan. Penumpang yang hanya tiga orang membuat aku tak bicara banyak.
Pada belokan yang curam di tengah hutan, angkutan pedesaan berhenti. Seorang perempuan muda, berpakaian pramuka PDL sepertiku, masuk. Dia duduk di sampingku. Kaos warna krem, dihias paduan warna kopi khas pramuka membalut tubuh semampainya. Kerudung warna coklat sangat serasi menutupi kepalanya. Tas gendongnya dia taruh di atas pangkuannya. Kantong plastik warna hitam ditenteng tangan kanannya. Kelihatan dengan jelas oleh mataku, perbekalannya sangat lengkap. Dia melirik ke arahku. Dia anggukkan kepalanya sambil tersenyum. Kelihatan senyumnya manis menggetarkan hatiku. Barisan giginya yang putih bersih, lesung pipinya, bulu matanya, dagunya yang tirus, selintas sangat sempurna.
“Kakak mau ikut kursus, ya?” Aku beranikan membuka obrolan dengan perempuan cantik itu.
“Iya...!” Jawabannya pendek. Kepalanya tertunduk, tangannya membetulkan ikatan kantong plastik warna hitam yang tak lepas dari tangannya.
“Alhamdulillah, aku jadi ada teman. Tadinya takut tersesat karna baru kali ini ke daerah sini. Kita sama- sama ya!” Aku minta persetujuannya.
Dalam hati kecilku, ada perasaan yang sulit aku mengerti. Perasaan senang, entah karena ada teman hingga lenyap kekhawatiran tersesat, atau karena bisa bersama- sama perempuan cantik.
“Kiri...!” Tiba- tiba perempuan cantik itu menyetop angkutan pedesaan.
Tanpa rasa ragu akupun turun dari mobil, berjalan mengikuti perempuan cantik itu. Kami berhenti tepat di pintu gerbang kampus. Jelas sekali spanduk ucapan selamat datang untuk peserta kursus. Hatiku girang. Kuucap syukur pada Allah, akhirnya aku sampai di tempat tujuan.
“Ka, boleh kita kenalan?” Kuulurkan tangan kananku pada perempuan cantik itu.
“Kenalkan aku Rudi!” Dengan tersipu malu dia terima jabatan tanganku.
“Nunik...!” Dia tersenyum sambil anggukkan kepalanya.
“Boleh minta nomor kontaknya?” Aku sedikit nakal. Tak kusangka, dengan mudah dia memberikan nomor kontaknya. Tak ku sia- siakan kesempatan itu. Nomor kontak perempuan cantik, aku simpan di henponku. Hatiku bersorak kegirangan. Lagi – lagi kuucap syukur pada yang maha menggenggam hati makhluknya.
“Seluruh peserta kursus, harap mengikuti sholat berjamah maghrib di mesjid!” Tiba- tiba panggilan berjamaah menyadarkan aku untuk bersegera menunaikan kewajiban. Akhirnya aku pamit kepada Nunik, perempuan cantik yang baru aku kenal. Nunik berjalan berlawanan arah denganku. Aku menuju lokasi putera, diapun sepertinya menuju lokasi puteri.
Selang beberapa menit aku sudah bergabung dengan peserta kursus lainnya untuk melaksanakan sholat berjamah. Pada akhir kegiatan sholat berjamaah itu, sang imam yang merupakan peserta kursus menyampaikan tausiahnya.
“Kakak – kakak, peserta kursus yang saya hormati, hari ini permulaan kegiatan kursus pembina pramuka, kita kehilangan seorang peserta kursus yang dengan gigih ingin menimba ilmu tentang kepramukaan. Dia mengalami kecelakaan lalu lintas dalam perjalanannya menuju tempat ini. Semoga Tuhan mengampuni segala kesalahannya. Serta arwahnya tenang di alam sana.” Pada akhir tausiahnya sang imam menyampaikan berita duka. Aku kaget mendengar penjelasan dari sang imam. Kuedarkan pandanganku ke semua peserta yang hadir. Tampak raut muka berkabung masih membungkus muka seluruh peserta. Peserta putri terisak sambil menyeka air matanya.
“Siapa yang meninggal?” Kusampaikan kepenasaranku kepada salah seorang peserta yang duduk di sampingku.
“Bu Nunik Kak! Tadi jam delapan pagi, ketika dia menuju lokasi ini, terjatuh dari angkutan pedesaan. Penumpang pedesaan itu penuh, Bu Nunik duduk tepat di pintu mobil itu. Ketika mobil melintasi belokan yang tajam Bu Nunik terlempar, badannya tergilas pedesaan itu.” Mendengar penjelasan perserta kursus di sampingku, badanku lunglai. Hatiku diliputi penasaran yang sangat dalam. Segera kuambil henponku. Lalu kutekan nama Nunik yang tertera pada HP itu. Berkali- kali kuhubungi nomor itu, ternyata jawabannya sama, memintaku untuk memeriksa lagi nomor tujuan.
“Berarti perempuan cantik yang sudah menggetarkan hatiku itu almarhumah? Ya Tuhan, Maha Besar kuasaMu, semoga Kau beri tempat terindah bagi Nunik di Syurga-Mu, aamiin!”
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Ya ampuun.. sampai merinding ini membacanya. Untunglah beliau arwah yang baik. Tak mengganggu, malah menyertai peserta agar tidak kesasar. Btw, apa saya melewatkan lanjutan Lelaki dalam Pasungan? Ataukah berselang cerita ini?
Hehe baru kebuka nih. Maksih Bu....
Ampun, enak banget ceritanya.