PERIKSA ULANG PENGETAHUN LAMA; Seberapa penting?
Mengapa facebook senantiasa bertanya “apa yang anda pikirkan sekarang?” Karena pengguna facebook itu manusia. Ciri sejati manusia adalah mahluk berpikir. Ya, keistimewaan manusia dibanding mahluk lain terletak pada kemampuan berpikir. Karena kemampuan berpikirlah pengetahuan manusia senantiasa berkembang. Kalau ditanya, apakah suka berpikir? Setiap orang akan mengiyakan. Bukan hanya suka bahkan setiap orang akan merasa hidupnya tak pernah lepas dari kegiatan berpikir.
Lantas apa berpikir itu?
Kalau dicermati, bepikir itu merupakan proses mencari hubungan antara pengetahua-pengetahuan yang sudah dimiliki, sehingga diperoleh pengetahuan baru sebagai simpulan. Dengan kata lain berpikir adalah penarikan simpulan melalui hubungan antara pengetahuan-pengetahuan yang kita miliki. Misalnya seseorang memiliki pengetahuan bahwa jumlah sudut dalam sebuah segitiga adalah 180o. Kemudian ada segitiga ABC diketahui besar dua sudutnya yakni sudut A=70o dan sudut B=50o. Sedangkan besar sudut ke tiga (sudut C) belum diketahui. Bagaimana seseorang dapat memperoleh pengetahuan baru tentang ukuran sudut C pada segitiga tersebut? Paling tidak ada dua cara.
Pertama melalui pengukuran, yakni besar sudut C secara langsung diukur menggunakan pengukur sudut (busur derajat misalnya). Untuk keperluan ini diperlukan secara nyata segitiga termaksud dan alat pengukurnya itu sendiri. Kedua, besar sudut C dapat diketahui melalui proses panalaran. Dengan cara berpikir yang benar akan diperoleh jawaban yang dicari. Melalui penalaran kita tidak perlu menghadirkan segitiga tersebut untuk dilakukan pengukuran besar sudut C
Pikiran akan mencari stok pengetahuan yang dimiliki berkaitan dengan segi tiga. Ternyata kita telah mengetahui sejak lama bahwa jumlah sudut dalam sebuah segitiga adalah 180o. Pikiran bekerja menghubungkan pengetahuan tersebut dengan pengetahuan tentang segitiga ABC yang sedang kita hadapi yaitu sudutA=70o dan sudutB=50o. Lahir simpulan sementara yakni sudutA+sudutB+sudutA=180o. Kemudian penalaran menlanjutkan jika sudutA+sudutB+sudutC=180o maka sudutC= 180o – (sudut A+sudut B), oleh karena itu maka sudutC= 180o – (70+50)o = 60o. Nah sekarang muncul pengetahuan baru berupa simpulan bahwa besar sudutC pada segitiga ABC tersebut adalah 60o.
Simpulan tersebut benar jika pengetahuan-pengetahuan yang dijadikan bahan (premis) benar dan proses penalaran juga benar. Jika seseorang memiliki pengetahuan bahwa jumlah sudut dalam sebuah segitiga adalah 150o, dengan jalan pikiran yang sama, maka simpulan yang diperoleh adalah sudutC= 150o – (70+50)o = 30o, simpulan yang sangat berbeda dengan simpulan pada contoh di atas.
Dari contoh kasus tersebut, nampak bahwa terdapat dua unsur dalam berpikir, potongan potongan pengetahuan yang sudah ada dalam pikiran kita, dan proses menghubungkan antara pengetahuan yang satu dengan pengetahuan yang lain. Jika kedua unsur tersebut memiliki nilai kebenaran yang benar maka simpulan yang diperoleh akan bernilai benar pula. Sebaliknya jika salah satu atau kedua usur itu salah, maka salah pula lah simpulan yang dihasilkan. Proses menghubungkan pengetahuan yang satu dengan yang lain merupakan jalan pikiran dalam penarikan simpulan.
Seseorang boleh yakin atas pendapat hasil penalarannya jika ia yakin akan dua hal, yakni yakin bahwa pengetahuan dasar yang dipakai sudah benar, dan yakin jalan pikirannya juga sudah benar. Seseorang dapat bersikukuh atas hasil pikirannya jika ia yakin dapat menunjukkan kebenaran dua hal tersebut. Sebaliknya jika ternyata salah satu diantara keduanya atau malah kedu-duanya keliru maka harus menerima akan kekeliruan pendapatnya. Berkaitan dengan pengetahuan atau informasi sebagai titik pangkal pemikiran, maka untuk menghindari kekeliruan penarikan simpulan adalah kehati-hatian dalam menggunakan pengetahuan tersebut.
Manusia selama hidupnya pasti memiliki pengetahuan-pengetahuan baik yang diperoleh melalui pengalaman langsung dirinya, maupun informasi atas pengalaman atau hasil pikiran orang lain. Potongan-potongan pengetahuan tersebut senantiasa bertambah dan berkurang setiap saat. Banyak potongan pengetahuan yang kita miliki sekarang sudah ada sejak belasan tahun yang lalu, di antaranya banyak yang kita peroleh sejak kecil. Pengetahuan tersebut sebagian diperoleh secara tidak disengaja didapatkan dari penglihatan, pendengaran yang kemudian terjadi peniruan. Sebagian lain kita peroleh melalui proses belajar yang dilakukan secara sadar dan sengaja.
Jika kita perhatikan, banyak pengetahuan yang telah lama kita miliki, demikian kuat kita pegang sebagai sebuah pengetahuan yang benar, oleh karena itu kita jadikan dasar titik pangkal berpikir atau malah bertindak. Hal ini terjadi baik pada hal-hal yang bersifat pengetahuan saja maupun hal hal yang berkaitan dengan laku-tindakan kita sehari-hari. Keyakinan itu sering kita pegang tanpa pemeriksaan kembali akan kebenarannya. Terhadap pengetahuan yang telah kita pelihara lama, biasanya keyakinan kita demikian kuat sehingga kita tidak merasa perlu untuk memeriksa kembali kebenarannya.
Kenyataan betapa seringnya seseorang tidak mau belajar atau sekedar melihat kembali sesuatu yang dirasa sudah lama tahu/bisa. Misalnya, seorang muslim sejak kecil belajar surat-surat pendek Al-Quran, belajar bacaan sholat dan lain-lain. Proses belajar tersebut sering berlangsung tanpa disengaja, misalnya hapal karena begitu sering mendengar orang dewasa membaca hal hal tersebut yang ahirnya menjadi hapal juga. Pada ahirnya orang-orang tersebut merasa bahwa dia sudah hapal surat Al-Ikhlas, bacaan sholat, bacaan takbir, dan lain-lian. Merasa sudah hapal banyak orang yang tidak pernah melihat dan belajar kembali dari teks yang sebenarnya. Akibatnya sering kita mendengar seorang muslim salah melafalkan bacaan-bacaan tersebut. Kesalahan terjadi bukan karena masih sedang belajar, melainkan kesalahan permanen karena orangnya sudah merasa hapal dengan benar.
Apakah kita sudah dan sering melakukan cek ulang terhadap berbagai pengetahuan yang selama ini kita merasa sudah tahu dan benar? Mari kita periksa ulang pengetahun lama yang sudah ada pada kita, itu sangat penting agar terhindar dari berbagai kesesatan. Mari kita senantiasa periksa ulang kebenaran informasi yang kita gunakan sebagai titik pangkal berpikir kita.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar