Tidak semua guru tadinya bercita-cita menjadi seorang guru, diantaranya adalah penulis, banyak peristiwa akhirnya membuat penulis tersadar bahwa menjadi seorang guru harus siap berhadapan dengan makhluk-makhluk misterius, penuh rahasia yang perlu kita telusuri dengan hati.

Petualangan ini dimulai ketika ditempatkan mengajar bersama lima orang guru, seorang kepala sekolah, satu orang staf TU, dan satu penjaga sekolah, untuk mengisi sekolah yang belum berpenghuni. Bayangkan kalau target tak terpenuhi maka sekolah urung beroperasi. Kalang kabut membujuk anak-anak bersekolahdi sekolah negeri, bersaing dengan sekolah pondok.

Berjalan mendatangi penduduk yang mempunyai anak usia sekolah, berhadapan dengan fenomena kehidupan orang kampung yang belum kita pahami sebelumnya. Rumah-rumah yang masih beralaskan tanah, berdinding papanseadanya, tempat tidur dari kayu, kasur tipis dengan bantal hitam kumal. Miris! Jangankan makan bergizi untuk bisa mengisi perut agar bisa hidup saja ituadalah kenikmatan yang luar biasa menurut mereka.

Tergambar dengan jelas bagaimana siswa-siswa yang kami temukan untuk mengisi bangku-bangku kosong sekolah kami. Merangkul, bercengkrama, bercerita, belajar , merajut cita-cita bersama mereka Kami hadir untuk mereka!

Dari situlah cikal bakal novel ini berasal bercerita dengan hati, mengisi ruang-ruang kosong sisi lain dari jiwa guru-guru yang tidak pernah tau dengan siapa mereka berhadapan selama ini!

(Penulis adalah peserta Kelas Menulis Sagu Sabu Bungo Angkatan 2)