Ketika Tuhan Menjawab
Don’t Limit Your Challenges – Challenge Your Limit. Kalimat ini ada di wallpaper laptop saya, walaupun ngga ngerti apa artinya tapi kalimatnya yang keren sedikit memberikan motivasi kepada saya.
Menjadi penulis merupakan cita-cita yang telah saya idam-idamkan sejak zaman sekolah. Namun cita-cita hanya sebatas angan semata, dan hanya mampu terkubur dalam kesibukan dan rutinitas kegiatan selama ini. Meskipun begitu semangat untuk merealisasikan cita-cita ini masih ada, walaupun hanya seperti lilin kecil yang hampir padam.
Masih segar dalam ingatan, saat masih duduk di bangku SMA. Sebuah permainan sederhana yang dibuat oleh guru saya, yang mungkin iba melihat murid-muridnya sudah terkantuk-kantuk dan tidak mampu menyimak pelajaran yang diberikannya, membuat semangat saya untuk menjadi seorang penulis terbakar. Waktu itu guru saya memanggil beberapa orang murid, dan menanyakan apa cita-cita kami. Dalam permainan itu kami dihadapkan pada situasi bahaya didalam pesawat, dimana hanya orang dengan cita-cita yang paling hebatlah yang layak untuk bertahan didalam pesawat. Diantara kami berlima ada yang menjawab ingin menjadi Polisi, Dokter, Politikus, hingga Atlet terkenal, namun saya dengan tekad yang masih membara dengan pedenya mengatakan bahwa saya ingin jadi Penulis. Saya rasa saat itu teman-teman sekelas mencibir dan mengatakan bahwa saya lah yang pertama kali akan gugur dalam permainan tersebut. Tapi siapa sangka, diakhir permainan cita-cita saya sebagai penulis ternyata mampu bertahan. Saat itu tersisa saya dan seorang teman yang bercita-cita menjadi Polisi. Guru kami pun bertanya, “ Apa alasan kamu sebagai polisi layak untuk berada di pesawat ini dibandingkan Penulis” teman saya menjawab, “karena seorang polisi memiliki tugas mulia untuk menjaga masyarakat” saya pun diminta untuk menyampaikan alasan kenapa saya harus bertahan didalam pesawat tersebut, dengan semangat remaja yang menggebu-gebu serta rasa percaya diri yang saat ini saya sadari ternyata terlalu berlebihan saya pun menjawab “ Polisi memang punya tugas mulia menjaga masyarakat, tapi masih banyak orang di dunia ini yang dapat menggantikan posisinya, sedangkan menjadi seorang penulis memerlukan bakat yang belum tentu dimiliki semua orang. Jadi saya merasa berhak untuk menjadi pihak yang ‘selamat’ karena jika saya selamat semua orang dapat mengenang korban pesawat melalui tulisan saya, namun jika polisi yang selamat belum tentu ia dapat menyampaikannya dengan baik” sontak jawaban saya saat itu mendapat tepukan meriah dari teman-teman, “lagian polisi kan sudah pasti badannya kuat, jadi kalau jatuh dari pesawat kemungkinan bisa baik-baik saja” ucap saya dengan senyum manja yang akhirnya membuat saya jadi pemenang dalam permainan tersebut.
Saat itu, saya belum tahu ternyata untuk menjadi seorang penulis tidak hanya memerlukan bakat tapi juga memerlukan tekad yang kuat. Sesuatu yang hingga saat ini belum saya miliki. Terus terang saja, saya sendiri kadang suka galau. Mau nulis, baru berapa baris kalimat sudah merasa kosong dan tak mampu melanjutkan. Sudah banyak tulisan, baik cerpen maupun essay yang coba saya tulis, tapi semuanya terbengkalai di tengah jalan. Mati. Terkadang saat motivasi datang saya langsung bersemangat melanjutkan tulisan-tulisan terbengkalai itu. Tapi lagi-lagi entah karena saya memang tak memiliki bakat, atau karena sebab lain yang tak mampu saya pahami, karya karya saya tersebut hanya menjadi seonggok karya yang entah kapan dapat benar-benar selesai.
Sebenarnya untuk mengasah keinginan saya menjadi seorang penulis, saya sudah sering bergabung dalam komunitas penulis baik secara offline maupun online. Bergabung dengan mereka sedikit memberikan saya motivasi untuk mewujudkan cita-cita ini. Tapi apalah daya, kemalasan terlalu menguasai otak dan tubuh, hingga lagi-lagi semangat menjadi penulis itu semakin redup, mungkin hampir padam. Tak hanya itu, kegagalan demi kegagalan menjadi salah satu faktor utama yang mendukung kemalasan saya dalam menulis.
Hingga pencerahan dari Tuhan sepertinya datang. Saya mendapat undangan untuk mengikuti Bimtek Literasi Penulisan Buku ini. Motivasi dari para narasumber, membuat saya benar-benar terbakar, semoga semangat seperti ini dapat bertahan lama. Baru setengah hari Bimtek ini saya ikuti, rasanya sangat malu sekali. Mengingat betapa jauhnya saya tertinggal. Ingin rasanya saya berlari ke hutan, memecahkan kaca, melempar beling dan memetik buah kelapa. Kemana saja saya selama ini? Apa saja yang telah saya lakukan selama ini? Hanya menunggu pencerahan datang tanpa bertindak apa-apa, ternyata sungguh sangat memalukan.
Ucapan adalah doa. Mungkin ini adalah cara Tuhan menjawab doa-doa saya di masa lampau. Jadi tidak ada lagi namanya menyia-nyiakan kesempatan. Setidaknya ini akan menjadi pembuktian bagi teman teman maupun guru saya saat itu, bahwa impian saya bukan hanya omong kosong belaka.
Walaupun saya mendapat undangan mengikuti kegiatan ini secara mendadak, semoga semangat saya tidak ikut-ikutan hilang mendadak.
Batam, 19 April 2017
Penulis adalah peserta Bimtek Literasi Penulisan Buku Tahun 2017
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Terimakasih bu yen...
Haru.. Smangat b Eliza di gurusiana tulisan MU akan di baca semua org. Smg menjd penulis yg hebat seperti yg di inginkan. Di tunggu tulisan berikutnya...
Terimakasih bu yen...
Terimakasih bu yen...