Membajak Sawah
(Puisi)
Matahari mulai rekah
Sengatnya sedikit hangat
Terhempas oleh sapuan angin
Pagi masih berselimut dingin
Petani pulang dari sawah
Wajahnya rekah,
Pakaiannya berlumpur tanah
Satu pasang kerbau berjalan pelan
Menapaki waktu
Kala padi hampir ditanam
Lahan perlu dibajak, diluku, dan digaru
Ada jiwa perjuangan
Ketika kelelahan dan modal dipertauhkan
Petani dan sepasang kerbaunya hari ini
Menjadi bukti
Kehidupan sepahit apa pun
Harus dijalani dengan tekun dan lapang hati
Teruslah mengabdi bagi kemakmuran negeri.
Tetaplah bertempur dengan mimpi-mimpi.
Wonosobo, 5 Juli 2018
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mbajak sawah bagus. Lebih seru mbajak pesawat bun ..hh
Haha... kalau membajak pesawat tidak berkah pak. Trims apresiasinya.
Alhamdulillah, puisi yang bagus, pingin belajar dari ibu
Wah, dipuji bapak saya jadi tersanjung. Masih belajar merekam peristiwa dan fenomena alam, sebagai pembelajaran. Makasih apresiasinya, mari sama-sama belajar.
Jaman sekarang, belum pernah saya melihat kerbau lagi membajak di sawah Bu...
Oh ya, wah di tempatku masih banyak petani menggunakan kerbau untuk membajak. Kebetulan tadi di jalan berpapasan dengan petani yang pulang membajak. Langsung saya potret untuk bahan membuat puisi ini. Makasih apresiasinya bu Meyna.
Enak juga ni jadi pak tani. Setiap lewat rumah bu Eko akan dibuatkan puisi....njih bu. Alhamdulillah , itu artinya kepekaan rasa bu Eko semakin terasah. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah....ibu.
Benar bu, soalnya rumahku di kampung pinggir sawah. Yang kulihat keseharian ya, kehidupan petani, sawah, gunung, udara dingin, dan anak-anak yang bermain. Kadang lihat burung yang meliuk-liuk di belakang rumah. Kunikmati semua itu sebagai berkah bu. Kalau puisi hanya sebagai media mengabadikan momen yang lusa bisa jadi barang langka bagi anak cucuku haha.. makasih ya bu Nana yang, jangan bosan memotivasi dan mengapresiasi karyaku ya..
Maaf salah ketik, bu Meynia.