PELO
Pada malam Minggu yang cerah itu Wandi pergi ke rumah doinya dengan mengendarai sepeda motor. Sesampai di rumah doi, diketuknya pintu rumah Minah (begitu nama sang doi).
Thok thok thok...
Wandi: "Assalamu'alaikum...."
Namun dari dalam rumah belum ada jawaban.
Dilakukannya sekali lagi oleh Wandi
Thok thok thok
Wandi: "Assalamu'alaikum...."
Kali ini langsung ada jawaban, yang rupanya Minah sendiri.
Minah : "Wa'alaikumsalam... ooo... mas Wandi. Mari, silahkan masuk. Silahkan duduk"
Setelah beberapa lama ngobrol di ruang tamu, Wandi bermaksud mengajak Minah ke tempat jajanan untuk membeli sesuatu. Dengan sebelumnya minta ijin ke orang tua, lalu mereka berduapun beranjak menuju ke tempat jajanan.
Dalam perjalanan, mereka sepakat untuk ke stand jualannya Mang Udin. Sesampai di tempat tujuan, mereka duduk dan memesan makanan.
Mang Udin, "Pesan apa, Mas?"
Wandi : "Nasi Goyeng dua piring."
Kontan saja para pembeli lain memandang Wandi dengan sambil tersenyum. Bahkan ada yang sampai tertawa. Wandi tersipu malu, sedangkan Minah sambil menutup mulut dengan kedua tangannya, dia merasa malu juga karena calon suaminya seorang yang pelo.
Sambil sedikit ada cubitan, Minah berbisik pelan kepada Wandi dan menyarankan agar Wandi belajar agar berkurang pelonya itu.
Selanjutnya di rumah Wandi belajar berkata dengan benar.
Nasi goyeng...nasi goyeng...nasi go..reng...
Nasi goreng...yee...akhirnya dia bisa juga mengucapkan kata nasi goreng dengan benar.
Pada malam Minggu berikutnya, dengan penuh keyakinan dia mengajak Minah ke stand warung Mang Udin.
Wandi, "Dik Minah, ayo kita ke tempatnya Mang Udin lagi. Kita beli nasi goreng."
Minah sedikit terkejut dan merasa senang karena calon suaminya itu sekarang sudah bisa mulai bisa lepas dari sifat pelo.
Singkat cerita, sampailah mereka berdua di standnya Mang Udin. Dan Wandi dengan percaya diri penuh pesan makanan. Ada beberapa pembeli yang lain juga di situ, ada di antaranya pembeli yang kemarin.
Mang Udin, "Pesan apa, Mas?"
Wandi, "Nasi goreng dua piring, Mang."
Mang Udin yang memang sudah mengenal Wandi, tersenyum melihat dia sekarang sudah bisa mengucapkan kata nasi goreng dengan pelafalan yang benar.
Lanjut Mang Udin, "Minumnya, Mas?"
Wandi, "Eee..."
Sambil sedikit mikir dan pilih menu, dia berseloroh, "Es Jeyuk dua, Mang."
Mak jleb...
Hahaha.... Mang Udin dan pembeli yang lain pada tertawa kecil. Ada yang cekikikan, bahwa ada juga seorang anak kecil yang tertawa terbahak-bahak.
Hahaha.... Sudah besar kok masih pelo, to...begitu kata anak kecil itu kepada Ibunya. Husss...tidak boleh begitu Agus, kata sang Ibu.
Wajah Wandi sedikit memerah menanggung malu. Begitu juga Minah.
Akhirnya mereka berdiam diri dan tidak banyak ngobrol. Makan malam jadi hambar, malam Minggu kurang syahdu. Mereka pulangpun tidak banyak bicara.
****
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerita yang bagus, keren mas eko
Makasih, Bunda Yayah. Salam sukses selalu.
He..he..Minah yang sabar ya.Keren pak Eko.
Hehehe...nggih Bu.
Cerita yang menarik Pak..
Nggih Bu, makasih. Salam literasi.
hehe... es jeyuk, semangat berlatih Mas. cerpennya keren Pak. salam sukses selalu
Njih, Bu. Insyaallah. Salam sukses selalu.
Pelo kan gak papa Minah, Wandi sudah belajar kok, malah romantis lho...he.he..Keren ceritanya Pak. Salam kenal, ijin follow.
Hehehe...njih Bu, monggo.
Oh. Indah. Ceritanya. Smg bersabar sang Minah.
Aamiin...
Hehe... keren pak ceritanya... semangat berkarya
Njih Bu, insyaallah...makasih.