Perkenalan pertamaku dengan baskoro terjadi pada saat aku ditempatkan pertama kali bekerja oleh perusahaan di daerah pedalaman banten. Aku ingat betul bagaimana aku diperkenalkan oleh perusahaan pusat ke kantor cabang ini, awalnya biasa saja tidak ada yang berkesan sampai suatu pagi aku bertemu dengan seseorang yang tidak aku kenal. Aku berpapasan dengan pa wahyu dan orang itu, aku hanya tersenyum kepada mereka sebagai tanda hormat ku, kebetulan mereka jauh lebih tua dari aku. Sebelum berlalu pa wahyu memanggilku dan berkata bu ay...perkenalkan ini pa bas, dengan aga sungkan aku menerima jabatan tangan itu sekaligus aku pamitan.

Hari hari selanjutnya sudah bisa ditebak, mas bas sapaan aku untuk nya selalu menemaniku, entah kenapa aku merasa nyaman dengannya, aku merasa ada yang melindungi jika bersama dia. Perbedaan usia kami yang terpaut 9 tahun menjadikan dia sosok yang kebapaan, sosok yang berwibawa dan berkharisma.

Setiap hari kami pulang pergi bersama, mas bas selalu menjemput dan mengantarkan aku pulang, sampai pada suatu hari mas bas mengutarakan niatnya untuk menjadikanku istri, mas bas ingin mendampingiku sampai maut memisahkan, aku begituh bahagia mendengar itu semua karena jujur selama 3 tahun kami dekat mas bas tidak pernah menyinggung tentang hubungan kami, tentang status kami bahkan mengutarakan rasa cintapun tidak pernah.

Aku kembali mengulang permintaannya dan bertanya apa benar yang dia sampaikan dan tak lupa aku tanyakan pula apa alasannya dia mau bersama aku. Aku tegaskan sekali lagi padanya tentang kondisi aku, bahwa tidak ada yg istimewa dari ku, aku tidak cantik, aku bahkan punya cacat, sambil ku tundukan kepala aku tanyakan padanya tidak menyesalkah nantinya jika dia bersama ku. Dengan penuh kenyakinan dia menjawab dan memberikan cincin bertuliskan endless love.

Tidak perlu menunggu lama, kami resmi menjadi suami istri, dengan iringan do'a dan restu dari keluarga besar kami mengadakan resepsi pernikahan di sebuah hotel yang berada di Jakarta. Dengan suara lantang dan tegas mas bas mengucapkan ijab kobul dan resmilah aku menjadi nyonya baskoro seperti apa yang selalu dia sebutkan jika memperkenalkanku dengan rekan rekannya.

Selama 3 tahun aku dekat aku paham betul karakter mas mas seperti apa, dia tipe yang sangat keras dan kadang cenderung otoriter namun dari sifat itu justru hidup ku menjadi terarah, dia begitu tegas dalam setiap pengambilan keputusan dan dia selalu memegang komitmen.

Bukan tanpa konflik hubungan aku dengan mas bas terlebih pada saat kami memutuskan menjadi suami istri, kebiasaan kami yang berbeda kadang menimbulkan keributan tapi kelebihan mas bas yang kebapaan itulah yang selalu meredakan emosi ku.

Begituh sempurna kehidupan rumah tangga ku dengannya, semua kebutuhan ku terpenuhi dan alhamdulillah aku masih bisa berkarir, mas bas juga selalu membantu dalam pekerjaan rumah tangga, karena kami tau bagaimana repotnya pekerjaan rumah sementara kami harus bekerja, tanpa sungkan mas bas mencuci paksian dan mengepel rumah atau pergi ke pasar untuk membeli keperluan rumah tangga, semua sempurna seperti dalam dongeng dingen yang diharapkan dari sosok seorang suami. Hanya satu kekurangan mas bas, dia begituh protektif terhadap aku, aku terbelenggu dengan kekangannya untuk selalu bersama dia tidak memberikan aku ruang untuk diri sendiri. Hmmm tapi itulah suami ku, aku bertekuk lutut dihadapannya karena aku merasa benar benar dicintai dan akupun benar benar mencintainya.