Efi Sufiah

Seorang pensiunan guru yang sedang asyik menggeluti hobby sebagai crafter sambil mengasuh cucu. Tertantang untuk menaklukan ketidakmampuan menulis, dengan mula...

Selengkapnya
Navigasi Web
Literasi dalam  Sebuah Kenangan

Literasi dalam Sebuah Kenangan

Sejak tahun 2003, ketika saya menjadi warga sebuah SMK di Kota Bandung, saya menerapkan budaya membaca, meskipun tidak sesuai dengan panduan literasi yang ada sekarang ini. Saya juga belum familier dengan istilah literasi. Tujuan saya hanya ingin mengajak komunitas sekolah senang dan terbiasa membaca. Kegiatan ini cenderung program pribadi , yang tertulis secara verbal di kepala saja, tidak secara eksplisit direncanakan dalam sebuah program resmi sekolah. Setiap hari, waktu istirahat (bila sedang ada di tempat) saya menyempatkan diri duduk membaca buku, kadang novel, atau buku apa saja yang memang layak dibaca anak-anak. Nanti satu orang, dua orang mulai mendekat. "Baca apa Bu? " Sambil menceritakan sedikit isi buku itu, saya menawari mereka " Mau baca ? , boleh nih ". Kebiasaan ini seru, ada anak yang mengembalikan buku, yang tersiram kuah baso. Katanya dia baca sambil jajan baso. Lama-lama , mereka berani, nanya " Bu boleh pinjam buku lagi ? " Tentu saja. Yess, saya kegirangan. Ini yang saya mau. Untuk guru- guru yang terlibat dalam manajemen, saya berikan buku-buku yang ada kaitan dengan konsep pengembangan sekolah, di luar buku pedoman yang ada. Tujuan nya sih agar saya nggak capek-capek menjelaskan, mempengaruhi mereka. Langsung diskusi dan merencanakan program. Saya yang pertama membacanya, kemudian saya serahkan kepada teman , dst. Setiap selesai membaca, nulis nama di balik jilid atau di halaman akhir yang kosong. Tidak selalu berjalan mulus. Pernah saya kehilangan jejak bukunya Rheinald Kasali " Change" , tidak balik lagi ke tangan saya. Suatu ketika, ada seseorang menemukannya, sudah berdebu. Katanya ditemukan di atas lemari di ruang anu, salah satu ruang manajemen. Terlihat yang baca hanya 7 orang. Never mind.

Permasalahan klise perpustakaan adalah buku-buku paket yang sudah kadaluarsa, tidak berani dibuang karena ada aturan penghapusan buku .Ya akhirnya disingkirkan1, mengambil risiko melanggar aturan. Buku paket sumber pelajaran anak yang terpakai,dipinjamkan per tahun, bergantung pada jumlah buku yang tersedia. bisa satu buku untuk 5 anak.

Untuk mengatasi ruang perpustakaan yang luasnya tidak memadai. Siswa boleh membaca di luar ruangan, sepanjang koridor sekitar perpustakaan. Sengaja disediakan kursi-kursi untuk membaca. Meskipun , pada awalnya gagasan ini ditentang keras oleh penanggung jawab perpustakaan. Karena buku rawan hilang. Namun, saya menguatkan beliau, buku hilang nggak apa-apa, daripada buku awet tapi tidak ada yang membacanya.

Dan yang terakhir. Setiap perayaan kelulusan siswa. Sekolah memberikan penghargaan kepada siswa terbaik . Penghargaan ini diberikan kepada perwakilan setiap kelas, perwakilan OSIS , perwakilan Ekskul dan Klub- klub yang ada di lingkungan sekolah.

Penghargaan ini tidak diberikan kepada anak dengan nilai tertinggi, sekolah kami meniadakan peringkat. Tetapi diberikan kepada anak yang menurut teman-temannya, dia adalah anak yang baik. Kriteria baik sendiri bebas, teman-temannya yang menentukan . Maka muncul lah daftar nama 30 sampai 40 orang. Mulailah saya berburu buku di pasar buku Palasari. Mencari buku tidak diserahkan kepada orang lain, tapi oleh saya sendiri - nggak percaya kepada orang lain- hahaha...mungkin iya . Buku -buku yang sifatnya umum, tentang motivasi, seputar hobi, biografi, novel, karakter, macam-macam pokoknya. Terutama yang sedang trending pada saat itu. Ketika program ini pertama kali dilakukan, saya pernah mengosongkan lemari buku koleksi di rumah. Anak-anak protes. Saya katakan, " Nanti Mama ganti ". Dasar orang koleris. Tentu saja setelah dikemas dengan kertas kado, akan berbeda-beda. Ada yang besar ada yang kecil mungil. Ketika kami membagikannya di atas panggung, saya katakan kepada mereka, "Jangan lihat bungkusnya , isi nya tangan Ibu yang memilih , insya Allah berguna untukmu. Nanti , saling bertukar dengan teman ya." Kemudian hari, saya tersenyum bahagia, melihat banyak anak-anak yang berjalan memeluk buku, atau duduk membaca buku. Pemandangan yang indah. Beberapa anak menghampiri saya" Ibuuu, terima kasih, kok ibu tau sih, saya mauuu sekali buku ini." Manja, sumringah, berjingkrak-jingkrak, buku La Tahzan di pelukannya.

"Teman-temannya dah ikut baca", "Sudaaah Bu ..... " Hmmm, tambah kebahagiaan saya. Sepuluh tahun kemudian, antara tahun 2013/2014, program literasi bergulir, bagus sekali programnya. Tapi saya sudah tidak ada di sekolah lagi. Kota Tahu, 3 Januari 2022

image dari Pinteres

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post