Antri Bakpau di Liuzhou
Pukul 6 pagi waktu setempat kami menghirup udara kota, sejuk, tidak jauh berbeda dengan cuaca Bandung. Kami melihat antrian panjang meliuk seperti ular di trotoar. Kami penasaran, mengapa mereka anteng berdiri lama dalam antrian. Ternyata mereka sedang membeli bakpau. Benar juga,mereka disiplin. Berdiri sabar menunda keinginan, menunggu giliran dilayani, meskipun sekedar, ingin bakpau.
Siang hari, kami menyusuri kota Liu Zhou. Jalan-jalan besar, tidak ada kaki lima, tidak ada pengamen, tidak ada pengemis, tentu tidak ada sampah ,dan kemacetan lalu lintas.
Di jalan kami melihat keteraturan, sepeda motor dan sepeda menggunakan tepi jalan , mereka tidak ada yang menyalib ke tengah , bagian tengah jalan digunakan untuk mobil. Pejalan kaki berjalan di trotoar. Trotoar nya luas , digunakan juga untuk parkir sepeda motor dan sepeda, tapi bebas dari pedagang kaki lima. Meski, pada malam hari kami, melihat juga ada kios-kios tempat jualan, tetapi siang hari sudah tidak ada. Kesadaran warganya yang kami kagumi. Meskipun pemerintah menyediakan infrastruktur yang cukup, peraturan yang bagus, kalau warganya tidak sadar untuk membangun kotanya, sulit juga ya.
Enci geulis yang orang Gardujati Bandung, bercerita. Pertama kali datang ke kota ini pada tahun 1983, kota ini kumuh, jauh sekali dengan Kota Bandung. Kata beliau, datang ke sini sama dengan datang ke kampung. Dua dekade kemudian, kota ini menjelma menjadi kota apik, dibanggakan warganya.
Dan pada masa itu, tahun 2006 , kami belum pernah melihat antrian yang rapi , kecuali di bank atau antrian masuk ke bioskop. Itu juga menggunakan tiang pembatas antrrian. Kalau membeli gorengan, kita berkerumun, penjual mengandalkan wajah untuk menentukan siapa dulu yang paling dulu datang. Bisa salah, diakhiri dengan permintaan maaf kalau pembeli protes karena terlewati.
Di Bandung, masuk dari arah mana saja , kita pasti terjebak macet. Sepeda motor, angkot , mobil pribadi, berebut ingin lebih dulu. Pejalan kaki , terpaksa berjalan di piggir, orang belanja di pinggir jalan karena pasar tumpah sampai ke jalan.
Tapi, jangan salah, 7 tahun kemudian, mulai tahun 2013 Bandung juga berubah wajah. Cantiknya Bandung menyebar tidak hanya ada di jalan utama saja. Di mana-mana ada taman yang indah dengan nama yang berbeda bergantung peruntukannya. Ada sekitar 17 taman kota yang dibanggakan warganya. Cafe-cafe dengan desain cantik, bertebaran. Bukan sekedar tempat nongkrong, tapi juga tempat bertemunya pengusaha muda dengan kliennya. Trotoar-trotoar menjadi bagus, ada bangku-bangku tempat melepas lelah. Meskipun di beberapa tempat, pedagang kaki lima masih mendominasi setengah trotoar. Kemacetan sedikit terurai dengan adanya beberapa jembatan layang.
Bandung kembali bersinar menjadi Kota Kembang, menjadi Paris van Java. Sebelum berkunjung ke Liuzhou, datang dulu ke Bandung, nikmati, turut menjaganya juga. Karena ternyata tetap saja peran masyarakatnya, menjadi kunci akselerasi pembangunan di mana pun.
Kota Kembang , 06 Januari 2022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar