
SEMPEL SANG JURU MASAK NYLENEH
Sebut saja namanya Sempel. Dia adalah juru masak senior di salah satu rumah makan terkenal di daerah Ujung Pulau Jawa. Pria berbadan besar ini sangat terkenal dengan julukan juru masak paling kreatif. Tetapi kreatifitasnya sedikit nyleneh kalau tidak boleh disebut menyimpang. Mengapa demikian? Ya… karena kreatifitasnya tidak berhubungan dengan profesi yang ditekuninya. Sempel sang juru masak kreatif itu sering mendapat amanah yang tidak berhubungan dengan bidang pekerjaanya, barangkali karena kretifitasnya. Dan tidak heran jika dia menjadi karyawan yang paling disegani di tempat kerjanya. Gayung bersambut dengan Sempel rumah makan tempat dia bekerja juga gemar mengembangkan kegiatan-kegiatan yang sama sekali tidak berhubungan dengan peningkatan mutu menu rumah makannya.
Rumah makan tempat dia bekerja sangat abai terhadap kualitas menu makanannya. Manajer dan Sampel beranggapan yang penting penampakan luar yang wah. sedangkan menu itu nomer belakangan karena pertama orang melihat itu bukan mutu menu tetapi penampilan. Maka tidak heran jika rumah makan itu berani mengeluarkan dana besar hanya untuk mempercantik dan membuat nyaman mata yang melihat rumah makannya. Mereka sangat bangga ketika banyak orang memujinya bahwa rumah makannya hebat, indah bagus dan nyaman. Apa yang menjadi pemikiran sang Manajer dan Sampel terbukti ampuh dalam sekejap banyak sekali pengunjung yang mampir walau hanya sekedar berfoto-foto ria di taman sekitar rumah makan.
Pemilik rumah makan sangat terheran-heran dengan keadaan rumah makannya. Begitu ramai pengunjung rumah makannya. Keheranan itu segera sirna tatkala melihat manajemen keuangan. Dia sangat shock begitu mengetahui bahwa pemasukan yang diterima rumah makan sangat minim tidak sebanding dengan keramaian yang dilihatnya. Selidik punya selidik akhirnya sang pemilik rumah makan mengetahui akar permasalahannya. Apa itu? Kualitas menu yang rendah menyebabkan pengunjung tidak membeli makanan melainkan hanya duduk-duduk menikmati keindahan lingkungan sekitar rumah makan.
Sesampai dirumahnya, sang pemilik rumah makan merenung apa yang harus dia lakukan agar rumah makannya ramai pembeli. Ditemukanlah ide cemerlang yaitu dengan melakukan perbubahan menu. Ya… menu memang harus selalu berkembang mengikuti perkembangan jaman dan kebutuhan masyarakat di abad 21 ini. Sang pemilik rumah makan sangat menyadari bahwa Sampel dan Manajernya masih berpola pikir abad 20 tentu tidak nyambung dengan kebutuhan masyarakat yang hidup di abad 21. Lalu sang pemilik berpikir bagaimana mengubah mindset mereka berdua dari abad 20 menjadi abad 21. Maka didanailah para juru masak termasuk Sempel dan Manajernya untuk update pengetahuan dan ketrampilan terkait dengan menu masakan yang baru sesuai dengan selera masyarakat abad 21. Maka dikirimlah semua punggawa rumah makan untuk mengikuti semua jenis kegiatan yang berbau masak-memasak Tak perduli dana yang digunakan adalah dana pinjaman yang terus berbunga, sang pemilik terus bekerja keras berupaya untuk mempertahankan eksistensi rumah makannya.
Tak berhenti pada update pengetahuan, sang pemilik rumah makan terus melakukan upaya dengan mendatangkan ahli gizi, ahli menu dan ahli-ahli yang lain untuk melakukan pendampingan agar juru masaknya disaat memasak dan menyajikan masakan pada pelangganya benar-benar profesional di didangnya. Tapi apalah arti semua itu jika keinginan dan kemauan untuk berubah tidak ada. Update tinggal update, menu baru tinggalah menu baru. Seusai semua itu para juru masak termasuk Sempel dan Manajer kembali pada menu-menu lama, menu-menu yang cocok untuk masyarakat abad 20. Kenyamanan dan kemapanan yang selama ini dinikamati telah membuatnya terbuai untuk mewujudkan impian pribadi yang telah lama belum kesampaian. Ya.. zona nyaman yang enggan mereka tinggalkan telah melumpuhkan nalar dan kreatifitas di bidangnya. Mereka selalu berpikir begini saja sudah digaji dan diberi tunjangan. Tidak kreatif dan inovatif juga tidak ada pengurangan hak, mengapa harus repot dan pusing dengan ini itu. Mereka semua lupa bahwa penghidupan yang mereka nikmati adalah dari kejayaan rumah makan tersebut.
Seolah sudah kehabisan ide sang pemilik pasrah dan terkulai lemah menghadapi Manajer dan Sempel sang juru masak kreatif tapi nyleneh yang sudah tidak mampu dan mau berubah. Manajer dan Sempel semakin senenaknya dalam menjalankan manajemen rumah makan. Mereka abaikan semua aturan yang ada. Selama itu menguntungkan dan menyenangkan baginya akan dikerjakan tetapi jika tidak memberikan kontribusi finansial mereka tinggalkan. Mereka tidak peduli apa yang diomongkan orang seperti sudah tidak bertelinga, seperti sudah tidak berperasaan, mereka kehiliangan sensitifitas terhadap perubahan dan fenomena yang terjadi disekitarnya. Yang salah mereka kerjakan yang benar mereka tingglkan. Baginya salah dan benar itu menurut siapa? Selama sudah disepakati maka dianggapnya sesuatu itu menjadi benar. Itulah yang ada dipikiranya, karena tidak mau taat dan patuh pada regulasi yang ada.
Sempel tetaplah Sempel, Manajer tetaplah Manajer seolah tidak peduli, tidak mengerti dan tidak paham akan keinginan pemilik rumah makan. Ide-ide konyol, ide-ide tidak meningkatkan mutu menu terus berlanjut. Semua perintah baik lisan maupun tertulis yang disampaikan oleh pemilik rumah makan diabaikan semua terasa tidak penting tidak berguna dan mungkin dianggap tidak memberi keuntungan bagi Sempel. Entah sampai kapan pola pikir mereka akan berubah akankah anak cucu sang pemilik rumah makan diwarisi keterpurukan, kesengsaraan, keterbelakangan dan hutang yang terus mengunung akibat beban hutang yang harus ditanggung oleh rumah makan. Akankah kelak rumah makan ini tergadaikan, terjual atau bahkan ganti nama. Apakah hanya cerita kejayaan nenek moyangnya yang bisa wariskan? Dalam hati kecilnya sang pemilik bercerita pada anak cucunya. “Nak itu dulu milik keluarga kita”, ‘itu dulu rumah makan terbesar di daerah ini”, “itu dulu telah mempekerjakan 100 orang dan semua keluarga kita”, “tapi lihatlah nak sekarang rumah makan itu telah berganti nama tidak ada satupun keluarga kita yang bekerja di situ”, “keluarga kita tinggal menyaksikan kebesaranya dari luar”. “Kalau dulu kita bisa makan, minum dan istrirahat di sana kini kita harus membeli dan bahkan membayar dengan mata uang yang mereka miliki”.
Sang pemilik tidak tahu harus berbuat apa, sementara beban tangung jawab untuk terus menjaga kelangsungan hidup rumah makan ada dipundaknya. Persaingan antar rumah makan begitu ketat. Sang pemilik tidak ingin mendatangkan juru masak dari rumah makan lain karena ini akan menciderai perjuangan leluhurnya. Dia tidak ingin Sempel dan Manajernya hanya menjadi penonton akan kejayaan rumah makan lain. Dia tidak ingin mengecewakan para pendahulunya yang telah berjuang tidak kenal lelah bahkan nyawapun dipetaruhkan demi kejayaan rumah makannya. Kini tinggal menikmati hasilnya dan melestarikan kelangsungannya saja terasa berat dan banyak tantangan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
MANAGEMAN SALAH KAPRA
"Dia tidak ingin mengecewakan para pendahulunya yang telah berjuang tidak kenal lelah bahkan nyawapun dipetaruhkan demi kejayaan rumah makannya." Top. Amanah nih