Sekolah Menengah Yang Tak Teranggap
Pagi itu, mentari belum nampak. Hanya awan-awan hitam yang beterbangan. Aku masih mengunci diri untuk tak keluar kamar. Entah mengapa, hari ini bergitu muram. Tak biasanya aku hanya duduk-duduk di pinggir tempat tidur.
Setiap harinya aku langsung beranjak dari pembaringan. Bersih-bersih diri kemudian membantu mama di dapur. Tapi kali ini berbeda. Dapur kehilangan senyum mama untuk beberapa hari. Minggu ini mama pergi ziarah ke makam Wali Lima bersama ibu-ibu pengajian rutin di desa kami. Tak jarang terkadang aku ikut mereka. Namun, untuk saat ini sepertinya tidak memungkinkan.
Jarum jam semakin berjalan dan tetap datar dengan irama musiknya. Tepat pukul 08.00 WIB dan kini perutku mulai lapar. Di rumah hanya ada ayah dan kakak laki-lakiku. Oh ya, aku hampir lupa. Alasanku tak ikut mama karena hari ini pengumuman masuk SMA.
Aku memang bukan siswa yang pandai dalam hal akademik. Tapi, kala itu cita-citaku tinggi. Aku ingin masuk dunia kesehatan seperti mama yang bekerja sebagai Aparatur Negeri Sipil (ASN) di Puskesmas Sukorambi. Aku tetap berikhtiar, meski memang berat. Hal yang semakin membuat hati dan pikiranku berat adalah mata pelajaran MIPA, kecuali Biologi. Inilah salah satu kelemahanku, menyerah sebelum berperang. namun aku bertekad supaya apa yang aku impikan menjadi kenyataan.
Saat itu aku mendaftar di salah satu SMA favorit di kota Jember yaitu SMA 2 Jember. Aku ikuti tesnya dan berdoa semoga lolos seleksi.
Kala itu belum menjadikan gawai sebagai kebutuhan primer. Orang-orang masih menjadikannya sebagai alat bantu komunikasi jarak jauh bukan sebagai alat eksistensi. Salah satunya gawai Nokia 3310. Alat komunikasi tersebut yang digunakan saat itu. Selain itu, kami masih menggunakan koran sebagai pemberi informasi selain televisi dan radio.
Tiba-tiba kakak laki-lakiku baru pulang dari pasar dan membelikan beberapa bungkus makanan serta membeli koran.
"Nih koran hari ini, udah ada pengumuman kelulusan PPDB SMA di sana," kata kakakku.
"Hmmm, iya," aku masih lesu tak bersemangat entah perasaanku terlalu sensitif kali ini.
Aku mulai membolak-balikkan koran dari lembar satu ke lembar lainnya. Kemudian tak satupun namaku terlintas di pengumuman PPDB SMA itu. Hatiku semakin kacau. Kembali kumelihat dan mencari satu-persatu namaku di sana. Ternyata tidak ada. Aku mulai kacau. Mataku mulai berlinang. Ah.. aku coba lagi.
Ketiga kali aku sudah mencari. Mungkin saja terselip di antara nama-nama ribuan siswa lain. Ternyata firasatku kali ini benar. Aku tidak diterima di SMA pilihanku. Satu pun. Meski pada dipilihan kedua maupun ketiga.
Semakin nanar mataku. Aku bingung harus mengatakan apa lagi. Kakakku semakin membuatku tersedu. Dia bilang tak perlu sekolah. Bantu ayah di sawah atau menikah. Begitu ejeknya. Aku berlari ke kamar. Menangis sejadi-jadinya. Kali ini hanya bantal dan guling sebagai temanku. Semakin keras aku menangis. Aku merasa benar-benar gagal kali ini.
"Aaaaaaaaaargh….," jeritku tak berarah.
Tiba-tiba kakakku masuk dan memberikan gawainya. Kakaku menelepon salah satu rombongan yang ikut bersama mama, karena gawai kami hanya satu-satunya yang dipakai kakak.
"Nyah, mamae telpon," kata kakakku.
"Emoh, aku ga mau," sambil masih menangis dan mengadu dengan guling.
"Ini lo mamae mau ngomong," kakakku memaksa.
Akhirnya aku berbicara dengan mama meski suaraku masih parau. Mamaku mulai menguatkanku. Mama mulai berkata lembut dan semakin menguatkanku hingga aku mulai merasa tenang. Kemudian Mama bilang, "ya nanti kita cari lagi masih ada sekolah lain, nggak perlu khawatir kalau memang bukan di sana berarti rezekimu bukan di sekolah itu. Sudah, sekarang tenang dulu, tunggu mama pulang ."
Mendengarkan mama berkata seperti itu, aku mulai tenang dan mulai menata diri. Memang salahku, tak mau belajar dengan lebih giat lagi karena impianku yang terlalu tinggi. Meski demikian, aku tetap mendengarkan dan mencermati setiap kata yang mama ucapkan. Mama bilang ada kejadian lucu ketika berada di pemakaman salah satu wali. Mama bilang sandal mama hilang satu waktu Mama di makam Sunan Drajat. Di situ Mama sudah punya firasat, oh ini tentang putrinya yang tidak bisa masuk ke sekolah yang dia pilih. Orang-orang pasti berpikir yang sama. Apa lagi di situ tempat makam para wali dan aku bilang ya mama benar, ini bukan takdirku untuk masuk ke sekolah itu. Aku harus lebih berusaha lagi untuk bisa tetap meneruskan sekolahku dan bisa menggapai cita-cita.
Saat itu aku masih mencari beberapa sekolah yang masih membuka pendaftaran untuk menerima siswa baru. Tapi nyatanya karena sekolah menengah negeri itu sudah ditutup bahkan sekolah menengah kejuruaan negeri pun juga sudah ditutup. Salah satu pilihannya adalah swasta. Aku berpikir lagi bahwa aku tidak mau di swasta. Entah kenapa. Mungkin karena biayanya terlalu mahal sehingga aku harus masuk sekolah negeri. Aku juga harus berpikir bahwa mamaku yang membiayai sekolahku sedang ayah hanya sebatas buruh bangunan.
Tiga hari berikutnya mama pulang dengan membawa oleh-oleh dan senyum hangat untuk kembali menyegarkanku. Kami duduk bertiga di ruang tamu. Aku, mama dan kakakku. Di situ kami mulai untuk berdiskusi kira-kira aku akan disekolahkan di mana . Nah lagi-lagi keluar sekolah swasta. Salah satu sekolah swasta favorit di kota Jember hanya saja aku masih belum srek untuk masuk di sekolah itu.
Tiba-tiba tetanggaku datang. Kemudian menginformasikan bahwa di sekolah putranya masih membuka pendaftaran siswa baru. Nah dari situ mamaku mulai mencari tahu apakah di sekolah itu benar-benar masih membuka pendaftaran. Ternyata benar. Kemudian mamaku langsung meluncur ke sekolah itu dan meminta formulir pendaftaran supaya aku bisa mengisinya di rumah. Sedangkan saat itu aku sudah enggan untuk berdebat ataupun memilih sekolah lain.
Mama berangkat ke sekolah itu bersama kakak. Tak lama kemudian mama datang membawa berkas-berkas yang harus diisi. Ternyata sekolah itu adalah madrasah. Aku semakin kacau awalnya.
"Hmmm mama kok di situ aku ga mau," dalam hati aku mulai bergumam dan akhirnya aku mulai bersuara.
"Aku ga mau di sekolah itu," berharap mama mau mendengarkan aku.
Kali ini tidak, mama yang menentukan. Sudah kamu harus ikut ujian di sana. Di sana sekolah negeri kata mama
Akhirnya mama bilang kalau tidak mau sekolah di sana mau di mana lagi. Hanya di sana sekolah negeri yang masih mau nerima murid.
Baiklah karena memang aku diajarkan untuk tetap menurut dan mengikuti pilihan orang tua akhirnya aku isi formulir PPDB tersebut dengan diawali basmalah. Aku sudah pasrah. Jikalau aku di terima di sekolah itu berarti Allah menakdirkannya lewat doa mama.
Sekali lagi tetap berpikir positif. Aku coba sekali lagi untuk ikut ujian dan ternyata ujiannya cukup rumit dan panjang. Setelah menyerahkan formulir pendaftaran , kemudian beberapa hari berikutnya selama 2 hari dilaksanakan ujian. Ujiannya dilaksanakan dua tahap, yang pertama adalah wawancara dan tes mengaji serta yang kedua tes tulis. Pada saat wawancara aku ditanya mengapa ingin masuk ke sekolah ini dan apa yang menyebabkan aku memilih untuk sekolah di sini. Beberapa pertanyaan lainnya juga ditanyakan oleh guru BK yang bertugas. Kemudian juga ada tes mengaji. Guru yang bertugas tersebut membuka salah satu lembar dalam Alquran, kemudian aku diminta untuk membacanya.
Setelah tes membaca Alquran dan wawancara, kemudian aku mengikuti tes TPA. Di dalam tes tersebut ada mata pelajaran bahasa Indonesia, matematika, IPA, dan IPS serta agama. Aku sudah bingung entah mengerjakannya seperti apa yang jelas saat itu aku tetap berusaha supaya dapat masuk di sekolah itu. Meskipun bukan keinginanku. Disertai doa mama aku tetap berjuang meski aku sudah pasrah apapun yang telah terjadi semua memang salahku. Aku mencoba melawan kegundahanku dengan tetap bersholawat, setidaknya dengan cara ini aku bisa membahagiakan orang tuaku.
Tiga hari berikutnya sekolah tersebut mengumumkan hasil seleksi PPDB di tahun 2007. Sekali lagi , sebenarnya aku enggan untuk melihat. Tapi mau tidak mau karena keinginan orang tuaku, aku harus pasrah karena semua rida Allah berasal dari doa orang tua. Ternyata saat itu namaku tertera dalam pengumuman tersebut. Tepat pada urutan ke-196, namaku tertera di sana. Aku bersyukur sekali lagi Allah memberikan jalan lewat doa mama supaya aku tetap berusaha dan berjuang demi masa depanku. Allah menakdirkan bahwa sekolah ini akan menjadi sekolah yang terbaik dalam hidupku, meskipun awalnya aku tidak mau masuk sekolah ini.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren Bun kisah yang inspiratif
Terima kasih bun, saya pun masih belajar