Webinar MediaGuru III - Guru Penggerak Menjawab
Webinar MediaGuru III - Guru Penggerak Menjawab
Beberapa waktu lalu Kemendikbud meluncurkan program “Merdeka Belajar dan Guru Penggerak”. Sejalan dengan itu, Media Guru mengadakan lomba menulis, di mana naskah yang menang akan dibukukan menjadi buku antologi dengan judul “Satu Derap Seribu Giat”. Masih berkaitan dengan Guru Penggerak, Media Guru bekerja sama dengan Indosat Ooredo mengadakan Webinar Media Guru III dengan tema “ Guru Penggerak Menjawab”. Kegiatan yang berlangsung pada hari Rabu, 6 Mei 2020 ini diikuti oleh lebih dari 450 orang peserta dari seluruh Indonesia dengan menggunakan aplikasi Zoom.
Sebagai Keynot Speaker dalam acara tersebut adalah Bapak Dr. Praptono, M.Ed (Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus. Acara ini menghadirkan empat orang guru penggerak yaitu Bapak Alphian Sahruddin, S.Pd., M.Pd. (Guru SD Negeri Kompleks IKIP I Makassar Sulsel), Ibu Dian Intan Marsifa Fauzia, S.Pd.SD. (Guru SD Negeri 25 Membalong Belitung), Bapak Elly Alpes Jusa, S.Pd. (Guru SMPN 1 Bandar Negeri Suoh, Lampung Barat), dan Ibu Tri Sulistini, S.Pd., M.Pd. (Guru SMPN 6 Pamekasan Jatim). Selaku host dalam acara ini adalah Pimpinan Media Guru sekaligus CEO Gurusiana, Bapak Mohammad Ihsan.
Acara dimulai pada pukul 09.00 WIB. Di awal acara, Bapak Mohammad Ihsan menceritakan kegiatan Hari Pendidikan Nasional sebelum tahun 2020 di beberapa daerah. Biasanya Media Guru mengadakan peluncuran buku para peserta pelatihan. Seperti di Kalimantan, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara. Namun, karena situasi pandemi Covid-19 ini, hal tersebut tidak dilakukan. Dalam acara ini sekaligus dilakukan peluncuran buku “Satu Derap Seribu Giat”.
Sesi pertama diisi oleh Bapak Praptono, yang menyampaikan tema “Peningkatan Nilai Pendidikan Indonesia dalam PISA”. PISA merupakan tes internasional yang dilakukan setiap tiga bulan oleh OECD untuk mengukur kemampuan bernalar di tiga bidang: membaca, matematika, dan sains. Beliau mengatakan bahwa PISA kita masih rendah. Untuk itu dalam lima tahun ini, pemerintah fokus meningkatkannya. Peningkatan PISA fokus pada literasi. Karena itu, beliau menyampaikan apresiasi kepada Media Guru yang telah menggalakkan literasi.
Ada lima strategi untuk meningkatkan PISA, yaitu: (1) transformasi kepemimpinan sekolah; (2) transformasi pendidikan dan pelatihan guru; (3) mengajar sesuai tingkat kemampuan siswa; (4) standar penilaian global; serta (5) kemitraan daerah dan masyarakat sipil.
Lebih lanjut Pak Praptono memaparkan bahwa, pengembangan SDM unggul harus bersifat holistik dan tidak terfokus pada kemampuan kognitif saja. Untuk itu ada 6 karakter siswa yang ingin dicapai melalui pendidikan, yaitu: akhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, gotong, dan kebhinnekaan global. Peningkatan PISA fokus pada daya nalar siswa.
Selanjutnya mengenai “Guru Penggerak’, Pak Praptono mengatakan bahwa generasi baru kepala sekolah dipilih dari guru terbaik, di mana dibuat sekolah penggerak yang menjadi pusat pelatihan guru. Kompetensi sekolah penggerak yang akan diberdayakan yaitu kepala sekolah, guru, siswa, dan komunitas.
Untuk menjadi guru penggerak tentu harus memiliki potensi yang unggul. Serta tidak harus PNS. Semua bisa mengikuti melalui pendaftaran secara online. Hal itu disampaikan Pak Praptono ketika menjawab beberapa pertanyaan peserta. Selain itu, terdapat perbedaan antara “Guru Penggerak” dengan “Relawan Penggerak”. Sebagai penutup, beliau berpesan, “Jangan berhenti untuk meningkatkan potensi diri”.
Sesi selanjutnya diisi oleh para Guru Penggerak. Yang pertama disampaikan oleh Bapak Alphian Sahruddin. Beliau sukses menggerakkan guru di Sulawesi Selatan untuk mengembangkan literasi. Dalam hal ini beliau mengemasnya dalam istilah ICE TIBET (Inspiration, Creation, Endorsement, Team Work, Implementation, Branding, Evaluation, dan Try Again).
Bapak Alphian Sahruddin menjelaskan, bahwa semua bergerak karena ada inspirasi. Beliau memperoleh inspirasi ini dari Media Guru. Kemudian menampilkan kreasinya menjadi sebuah buku. Selanjutnya, dalam mengajak teman-teman guru agar mau mengikuti kegiatan, beliau mencari dukungan dari semua pihak. Seperti, Kepala Perpusda, Wali kota, Kepala-kepala sekolah, dan lainnya. Dalam bergerak beliau tidak sendirian, tapi membentuk sebuah team work agar bergerak lebih luas. Kemudian untuk memperkenalkan kegiatan yang kita lakukan, tidak perlu kita secara langsung, tapi alumnilah yang menyebarluaskan pada orang lain. Serta tidak lupa setelah kegiatan selalu melakukan evaluasi untuk mereviu kembali mana yang berhasil atau perlu ditingkatkan. Terakhir, agar semakin sukses yaitu berkali-kali melakukan pelatihan.
Trik yang digunakan agar branding dapat berjalan, Bapak Alphian mengatakan bahwa peserta pelatihan yang mengajak orang lain. Mereka dirangsang dengan louncing buku gratis setiap mengadakan pelatihan. Kemudian langkah yang dilakukan untuk melakukan pendekatan kepada pihak yang berwenang untuk menggiatkan literasi, antara lain dengan cara memberikan penghargaan pada tokoh-tokoh yang mendukung. Kedua hal tersebut sebagai jawaban dari pertanyaan peserta.
Guru Penggerak yang kedua adalah Ibu Tri Sulistini. Beliau menyampaikan bahwa untuk menggerakkan orang lain harus menggerakkan diri sendiri terlebih dahulu. Itu dilakukannya dengan mengikuti berbagai kegiatan dan bergabung dengan komunitas menulis, serta berpartisipasi dalam berbagai lomba. Meskipun kondisi kesehatannya terganggu, itu tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap berkarya.
Lingkungan yang mula-mula digerakkan adalah sekolah sendiri, kemudian ke sekolah imbas. Kegiatan yang dilakukan antara lain melakukan kegiatan membaca di awal ataupun di akhir pembelajaran. Melakukan berbagai program yang tujuannya meningkatkan literasi pada siswa. Ibu Tri Sulistini juga mengajukan kepada pemerintah daerah (beliau tergabung dalam Forum Group Discusion di daerahnya) agar dibuatkan Perda tentang kegiatan membaca satu jam untuk dimasukkan dalam kurikulum.
Guru Penggerak yang ketiga yaitu Bapak Elly Alpes Jusa. Beliau adalah seorang guru penggerak di daerah 3 T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di pedalaman Kalimantan. Satu-satunya transportasi ke daerah itu adalah menggunakan perahu mesin. Sulitnya transportasi, menyebabkan guru sering tidak hadir karena air sungai sedang pasang maupun surut. Hal itu menyebabkan beliau melakukan inovasi pembelajaran dengan belajar di luar kelas dengan memanfaatkan alam (beliau mengajar tiga kelas sekaligus). Kisah perjuangannya tersebut dituangkannya ke dalam sebuah buku.
Ketika menanggapi pertanyaan peserta, tentang strategi yang digunakan menghadapi masyarakat di pedalaman, beliau bersyukur masyarakat yang di datangi tersebut sangat baik dan terbuka menerima pendatang. Apalagi bagi yang akan mengajar dan memberikan ilmu pada mereka.
Guru penggerak yang terakhir mengisi acara tersebut adalah Ibu Dian Intan Marsifa Fauzia. Beliau mengatakan bahwa, seorang guru harus berani keluar dari ‘zona nyaman’. Dalam melakukan kegiatannya, beliau mengemasnya dalam Triple Action, yaitu: (a) self action; (b) school action; dan (c) world wide action.
Dalam self action, yang utama adalah adanya niat tulus. Dengan niat yang tulus hambatan apapun dapat diatasi. Kemudian menyusun arah tujuan apa yang dilakukan, dengan cara mendesain arah literasi. Selanjutnya pengembangan diri, yang dilakukan dengan cara mengikuti pelatihan-pelatihan serta berpartisipasi dalam lomba.
Pada school action, niat tulus juga menjadi hal yang utama. Upaya meningkatkan literasi sekolah dikenal dengan strategi “UANG SERIBU” (UpayA meniNGkatkan minat baca siswa SEhaRI satu BUku). Selain itu, media yang digunakan juga uang seribu yang berasal dari kertas karton berwarna biru. Ada lagi , yaitu membuat “Book Story” yang berupa buku catatan tentang isi buku yang dibaca anak, kemudian ditandatangani orang tua dan guru kelas.
Pada tahap world wide action, Ibu Intan mengajak orang tua siswa untuk menyumbangkan buku kepaa sekolah yang nantinya akan diletakkan pada pojok baca kelas.
Saat mengajari anak menulis, lanjut Ibu Intan, kita jangan menuntut anak menulis yang sempurna. Kemudian metode yang digunakan hendaklah menarik. Salah satunya Metode Uang Seribu. Misalnya, sisi yang satu ditulis dengan ringkasan dari buku yang dibaca. Sisi lain digambar sesuai ringkasan tersebut. Kemudian siswa menceritakannya. Hal tersebut disampaikan ketika menjawab pertanyaan dari peserta.
Sebelum mengakhiri acara, masing-masing peserta diberi kesempatan menyampaikan pesan antara lain:
Bapak Alphian Sahruddin:
‘”Kita bergerak. Jika kita tidak bergerak, maka orang lain yang akan bergerak. Kita tinggal memilih, mau terlibat dalam pergerakan, mau jadi penonton, atau jadi ‘haters’ (nyinyir).”
Ibu Tri Sulistini:
“Agar semua guru terlibat, maka memasukkan literasi dalam program sekolah. Guru, mau tidak mau akan ikut.”
Bapak Elly Alpes Jusa:
“Guru penggerak itu, siapa saja, di mana saja, dan kapan saja dapat dilakukan.”
Ibu Dian Intan Marsifa Fauzia:
“Guru menjadi ‘role model’ dalam membaca.”
Acara ditutup oleh Bapak Mohammad Ihsan. Beliau mengingatkan bahwa,“ Kartu nama terbaik itu adalah Buku”. Pada pukul 11.44 WIB acara berakhir.
Salam Literasi.
#TantanganGurusiana
#Tantangan hari ke-1
Batu Bara, 12052020

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren... mencerahkan
Terima kasih, Pak. Masih belajar. Salam literasi