Duwi Retnaningsih

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Tuhan, Berikan Sepotong Daging untuk Adikku

Tuhan, Berikan Sepotong Daging untuk Adikku

Gadis itu bernama Surti. Gadis kecil berusia 10 tahun dengan kulit hitam dan bersisik. Wajahnya mencerminkan kemiskinan dan kepahitan hidup. Dia tinggal di kampung bersama emak dan 2 saudaranya (abang dan adiknya). Bapaknya mengadu nasib di ibukota sebagai buruh harian lepas. Bapaknya jarang pulang karna menunggu uang terkumpul agak banyak. Maklum saja, gajinya sebagai buruh harian lepas memang tak seberapa.

Hari ini Hari Raya Idul Adha. Bapak Surti pun mudik untuk melepas rindu dengan keluarga. Hari ini Surti ada di rumah, tidak seperti Idul Adha biasanya. Idul Adha tahun-tahun lalu Surti selalu memilih di rumah simbahnya yang ada di kampung seberang. Tapi Idul Adha kali ini Surti ingin melihat prosesi Idul Adha di kampungnya, abangnya yang menginap di rumah simbahnya.

Usai sholat Ied, Surti berlari ke belakang rumahnya untuk menonton prosesi pemotongan hewan qurban. Ya, prosesi dilakukan di samping kebun belakang Surti. Ada 9 ekor kambing menanti giliran untuk disembelih. Surti, gadis hitam kurus itu khusyuk mengamati prosesi demi prosesi. Hingga suatu ketika seorang ibu memanggilnya, “Nduk, sini! Tolong pegangi dagingnya biar gampang motongnya.” Lalu Surti pun mendekat.

Dia membantu pekerjaan panitia semampunya, untuk ukuran gadis kecil sepertinya. Dia membantu memegangi daging sambil sesekali menarik sekuat tenaga karna dagingnya alot atau pisaunya kurang tajam. Dia juga disuruh memindahkan potongan daging ke bagian penimbangan. Pekerjaan terasa asyik dan menyenangkan baginya.

Saat jam istirahat, orang-orang makan gulai. Tapi Surti tidak, karna dia memang tidak doyan daging kambing. Setelah selesai makan, pekerjaan pun dilanjutkan. Pekerjaan yang dilakukan bersama-sama menjadi terasa ringan dan cepat selesai. Saat hampir selesai, tiba-tiba suara ketua panitia menghentikan riuh ramai orang bekerja. Beliau mengajak panitia berembug siapa saja yang diberi daging qurban? Ada ibu-ibu usul untuk keluarga yang punya anak kecil wajib diberi bagian. Akhirnya disepakati daging qurban dibagikan merata ke seluruh warga termasuk warga yang beragama lain.

Surti langsung berlari pulang. Bapaknya dan adik Surti bernama Titin yang berusia 3 tahun sedang duduk di halaman depan. Mereka duduk di atas lincak bambu. Dengan mata berbinar Surti berkata pada bapaknya “Pak, nanti kita dapat daging. Katanya yang punya anak kecil wajib dikasih.” Bapak Surti menimpali, “Nduk, nanti kita tunggu saja ya, jangan terlalu berharap. Jika diberi ya Alhamdulillah, jika tidak ya sudah. Toh kamu juga tidak doyan kan?”

Surti pun turut duduk di lincak itu sambil menunggu panitia datang. Setiap panitia lewat membawa bungkusan plastik, Surti berbisik ke bapaknya, “sepertinya mereka akan ke rumah kita pak.” Tapi ternyata tidak. Kejadian ini berulang lagi ketika ada beberapa panitia mengantar bungkusan plastik ke rumah-rumah warga. Hingga kelima kalinya, ada seorang panitia masuk ke halamannya. Hati Surti riang tak terkira, tapi ternyata bungkusan itu untuk rumah di sebelah mereka.

Surti mulai cemas ketika dia tak lagi melihat lalu-lalang panitia. Bapak dan emaknya ikut tak tega melihat Surti yang sebentar-sebentar menengok ke jalan. Emaknya bertanya, “Surti pengen sate? Nanti emak bapak belikan.” Surti menggeleng lemah. Dia memang tidak doyan daging kambing. Dia hanya ingin membahagiakan keluarganya. Dia merasa sudah membantu panitia, dia yakin akan mendapat jatah daging qurban pula. Daging itu akan menjadi oleh-oleh untuk adiknya setelah sesiangan dia membantu panitia. Surti berlari ke tempat pemotongan, tak ada seorang pun di sana. Tempat itu telah sepi dan bersih.

Surti pulang dengan mata berkaca-kaca. Dalam hatinya dia memohon kepada Tuhan, “Tuhan, berikan sepotong daging untuk adikku.” Hati orang tuanya pun hancur, melihat kekecewaan di mata gadis kecilnya. Tidak ada sepotong daging pun di rumah mereka. Keluarga mereka adalah satu-satunya warga yang tidak diberi jatah daging qurban. Surti baru tahu karna ketua panitia tidak suka dengan keluarganya.

Kata orang, do’a orang yang teraniaya dikabulkan Tuhan. Benarlah perkataan itu. Saat adzan Ashar, simbah Surti datang membawa sebungkus daging, bukan hanya sepotong. Daging yang dibawa simbahnya bukan daging kambing, justru daging sapi. Daging yang lebih mahal dan lebih nikmat. Maklum, di daerah Surti qurban sapi masih jarang, jadi mendapat daging sapi adalah berkah tak terkira. Surti mengusap air matanya. Dia bahagia karna Tuhan menjawab do’anya, teringat QS. Ar-Rahman “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan.” Semoga tak ada lagi Surti-Surti lain yang mengalami diskriminasi hanya karna sentimen seorang.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Pas mantab

03 Sep
Balas

Pas mantab

03 Sep
Balas

Terima kasih Bu @mastini. Ini baru belajar membuat cerpen

01 Sep
Balas

Iyo po Bu @khomsatun widhihastuti

03 Sep
Balas

Matur nuwun Bu Sri Sugiyarti

03 Sep
Balas

Allahu Akbar.... Bagus Bu....mendalam!!!!

01 Sep
Balas



search

New Post