RINA PARLINA

Saya seorang Dokter hewan praktisi yang mempunyai hobby menulis sedari kecil, lahir di Banjarmasin dan dibesarkan di kota Surabaya untuk kemudian kembali ke tan...

Selengkapnya
Navigasi Web

MENGHARGAI SEBUAH KEMATIAN

Gadis bernama Anna itu melaju kencang membawa motor maticnya melewati tikungan tajam. Emosinya masih membludak di dada, manakala mengingat kata-kata tajam atasannya. Wanita yang telah dikenalnya selama setahun terakhir itu dinilainya ramah, dan terlihat lembut. Namun hari ini, semua penilaian positif terhadap wanita beranak tiga itu langsung berubah drastis laksana busur panah yang melaju pesat menghujam sasarannya. Bagaimana tidak, hari ini Anna di suruh membuat laporan fiktif untuk keperluan pencairan dana sebanyak seratus juta. Membayangkan lembaran uang ratusan juta yang cair begitu saja dengan cara membuat sebuah kegiatan rekayasa dengan foto dan tandatangan serba rekayasa sebenarnya bukanlah pekerjaan sulit bagi Anna. Hal ini sudah menjadi makanannya sehari-hari selama bekerja di kota dulu. Namun, kesadarannya tumbuh manakala sering ikut pengajian di tempat tinggalnya tentang makan uang haram bukan hanya dari pekerjaan haram, namun bisa juga didapatkan dari pekerjaan halal dengan cara yang haram.

Penolakannya untuk membuatkan segala macam berkas kegiatan fiktif terhadap atasannya, membuat atasannya emosi dengan mengeluarkan kata-kata lembut namun tajam. Hal ini membuat Anna memberontak, karena dia ingat tujuan awal mutasinya dari kota ke desa adalah untuk memurnikan gaji yang dia dapatkan selama ini. Kelak dia ingin darah yang mengalir ke anak-anaknya jika ia sudah menikah adalah darah dari rezeki yang halal dan berkah. Rupanya penolakan ini berbuntut panjang, nyaris menghancurkan karirnya. Meski syetan di dalam dirinya terus menggoda selama perjalanan untuk menyuruhnya berputar arah kembali ke kantornya dan mengatakan maaf pada atasannya untuk kemudian melakukan dan membenarkan tindakan atasannya tersebut.

Tiba-tiba matanya menangkap sekelebat mobil sedan berwarna hitam melesat dari sampingnya. Di ujung trotoar seekor kucing kuning menggelepar kesakitan dengan hidung penuh darah. Anna spontan memberhentikan motor dan memarkirnya mendekati trotoar. Jalanan masih lengang karena masih suasana jam kerja, maka pastilah orang masih sibuk bekerja di kantornya. Gadis berjilbab ungu muda itu berlari menghampiri kucing yang sedang sekarat. Kepalanya menoleh kesana kemari mencari bantuan dengan perasaan nyaris yakin bahwa penyebab kucing ini seperti itu adalah karena ulah pengendara mobil sedan hitam tadi saat menikung tajam. Tiba-tiba seorang pria keluar dari pos satpam perkantoran tak jauh dari tempat Anna memarkir motornya.

"Ada apa mbak", tanyanya heran dengan wajah sedikit curiga

"Pak, bisa minta tolong gak, tolong kuburkan kucing ini, kasian dia, tadi dia di serempet mobil" suara Anna cepat.

Pria berbaju satpam itu mengangguk. Tanpa berkata-kata lagi Anna menggendong makhluk kecil berbulu kuning putih yang sudah tak bernyawa itu dan menyerahkannya ke Pak satpam. Perlahan dia mengeluarkan uang lima puluh ribu rupiah dari dalam tas selempangnya. Pak satpam pun mulai tersenyum tanpa kata.

"Ini Pak buat rokok, tolong kuburkan kucing ini dengan layak,terimakasih", Anna pun berlalu segera menuju motornya.

Tanpa dia sadari, gerak geriknya kembali membuat pria berbaju satpam itu seperti terkesima, entah apa yang ada di dalam benaknya. Anna nyaris tak peduli itu, motor maticnya segera berlalu meninggalkan tempat itu. Sejenak menemukan kucing sekarat karena tertabrak melupakan masalahnya di kantor tadi. Dia hanya memikirkan, bahwa tidak semua orang akan menghargai semua nyawa makhluk hidup. Bisa saja tadi dia langsung berlalu tanpa peduli kucing itu mati dalam kesunyian dan tidak terkubur dengan layak. Tentunya uang yang hanya tinggal selembar lima puluh ribuan di dompetnya itu masih utuh, hingga dia bisa saja membeli rujak cingur di ujung jalan dengan segelas es teh.

Sekarang, tidak ada selembar uang pun di dompetnya. Sudah dipastikan, Anna harus pulang, makan siang bersama Ibu nya yang telah mendidiknya menjadi anak yang keras kepala penuh pola pikir idealis dan setia dengan prinsip. Bukan sekali dua kali Anna berbenturan dengan orang yang ingin mencari jalan pintas untuk berdamai di jaman sekarang ini. Perutnya sudah mulai bernyanyi, wajahnya sedikit meringis menahan rasa lapar, sementara masih setengah jam lagi dia sampai rumah. Apapun itu masakan Ibu bagi Anna tetap terenak dari cafe manapun.

Uang memang bukan segalanya, tapi di jaman sekarang, uang akan menjadi segalanya. Bahkan kematian seekor kucing pun harus dihargai dengan uang untuk bisa dikuburkan dengan layak. Jangan ditanya bagaimana dengan manusia. Namun prinsip tetap harus ditegakkan meski harus dibayar dengan isi dompet kosong melompong.

Banjarbaru, 15 Pebruari 2021

#Tantangan DokterHewanMenulis hari ke-1#

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap dok... layak dibukukan

16 Feb
Balas

siappp..trimakasih support nya Dok

16 Feb

Lanjutkan, dok

16 Feb
Balas

terimaksihhhh...salam literasi

16 Feb

terimakasihh, salam literasi juga...;)

16 Feb
Balas

Wow cerpennya keren menewen. Luar biasa dok. Udah saya follow ya. Salam literasi.

16 Feb
Balas

Nunggu kelanjutan ceritanya niii

16 Feb
Balas

Mantap Dok tulisannya. Salam Literasi

15 Feb
Balas



search

New Post