Dra. Rosnawati, M. Hum

Dra. Rosnawati, M.Hum lahir di Kolaka tanggal 20 Pebruari 1967. menyelesaikan Sarjana Pendidikan di FKIP Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas H...

Selengkapnya
Navigasi Web

KOMPETENSI DRAMA DI SMA SIAP JADI ORATOR ATAU AKTOR

KARYA TULIS

PENGALAMAN TERBAIK (BEST PRACTICES)

KOMPETENSI DRAMA DI SMA; SIAP JADI ORATOR ATAU AKTOR

(TELAAH PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA

SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 KOLAKA)

DRA. ROSNAWATI, M. HUM

NIP. 196702201994122003

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala puji dan syukur kekhadirat Allah Subhaanahuu Wata’ala, karena berkat Rahman, Rahim dan Inayah-Nya jualah yang melimpahkan kekuatan, kesehatan, dan kemudahan sehingga penulis dapat merampungkan karya tulis yang berupa Pengalaman Terbaik (Best Practices) ini sebagaimana yang diharapkan.

Karya tulis ini disusun untuk membagi pengalaman mengenai segala upaya yang dilakukan untuk melatih dan membimbing siswa agar terampil dalam berbicara dengan menggunakan teks drama sebagai sarana pembelajaran. Melalui penyajian materi dalam beberapa KD yang berhubungan dengan ‘drama’ yang terdapat pada standar isi KTSP 2006 mata pelajaran Bahasa Indonesia SMA/MA Kelas XI membuka peluang kepada guru untuk kreatif menjadikan materi drama itu sebagai salah satu wadah untuk memberikan arahan dan tuntunan kepada siswa SMA agar mampu berkomunikasi (berbahasa lisan) dengan baik, sekaligus sebagai bentuk upaya membangun karakter dan kepribadian siswa.

Teks-teks drama yang dijadikan sarana pembelajaran adalah teks yang berbicara mengenai hidup dan kehidupan manusia beserta nilai-nilainya. Dengan demikian, pada saat siswa mengekspresikan dialog, selain melatih keterampilan berbicara, juga akan mengasah kepekaan humanisnya yang akan membekali diri siswa menjadi generasi yang handal.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan karya tulis ini. Besar harapan semoga tulisan ini dapat memberikan kontribusi pemikiran dan inspirasi kepada semua unsur-unsur kependidikan. Tak lupa penulis mengharapkan saran, krritik, dan masukan demi terwujudnya suatu karya yang berkualitas.

Kolaka, 5 Mei 2015

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa sebagai alat komunikasi manusia yang tidak hanya berfungsi sebagai sarana informasi, tetapi lebih lanjut dapat menjadi wadah pembentukan ide, pendapat dan sikap terhadap orang lain. Karena itu, bahasa dan komunikasi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Alwasilah (1993:16) menjelaskan bahwa hakekat bahasa adalah komunikasi, dan komunikasi merupakan alat atau cara untuk berinteraksi. Dengan demikian, komunikasi dan interaksi merupakan wadah untuk membangun hubungan kemanuisiaan. Di dalam kegiatan komunikasi ini manusia menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada pihak lain. Mereka yang menyampaikan pikiran, ide, perasaan itu disebut komunikator, dan mereka yang menerimanya disebut komunikan.

Dari proses komunikasi itu kita melihat adanya empat kegiatan yang berbeda, yaitu; menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat kegiatan itu dinamakan empat aspek keterampilan berbahasa. Empat aspek ini tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, saling menunjang, saling mendukung, sehingga dinamakan caturtunggal keterampilan berbahasa. Catur artinya empat, karena empat aspek ini masing-masing berbeda, namun dapat dibedakan dari prosesnya ( Suhendar,1992:1)

Berbicara sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sifatnya produktif dan kompleks. Berbicara adalah proses komunikasi, proses perubahan wujud pikiran, gagasan, ide, tanggapan dan lain sebagainya menjadi wujud ujaran, tuturan atau bunyi bahasa yang bermakna dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud kita dipahami oleh orang lain. Selanjutnya berbicara merupakan bentuk prilaku manusia yang memanfaatkan faktor fisik, psikis, neurologis, semantik, dan linguistik secara ekstensif sehingga dapat dianggap sebagai alat yang sangat penting untuk melakukan kontrol sosial (Hasan,2005:148).

Berdasarkan fenomena yang ada di lingkungan sekolah (di dalam kelas) biasanya siswa memilih untuk diam, tidak ada respon ketika kegiatan pembelajaran berlangsung walaupun sebenarnya mereka diberi kesempatan untuk berinteraksi, khususnya dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia yang banyak menuntut siswa untuk terlibat secara psikomotorik, dalam hal ini komunikasi verbal. Kalaupun terpaksa harus tampil berbicara karena berdasarkan giliran atau urutan nama, misalnya dalam materi praktek berpidato, berdiskusi, dan lain-lain maka akan kelihatan siswa yang gugup, gemetar, bahkan tidak terdengar dan tidak jelas pelafalan kata-katanya, itupun mereka lakukan sekadar memenuhi tuntutan tugas dari guru untuk memperoleh nilai.

Berbahasa lisan merupakan suatu cara berkomunikasi yang sangat mempengaruhi kehidupan individu, khususnya siswa di sekolah. Di dalam sistem inilah siswa saling bertukar pikiran, pendapat, gagasan dan lain-lain serta memberi peluang bagi mereka untuk membangun hubungan mental emosional dan sebagai sarana perwujudan tingkat kecerdasan dalam rangka mengekspresikan jati diri mereka masing-masing.

Bagi siswa memiliki keterampilan berbicara tidaklah mudah, seperti pada umumnya banyak orang yang hanya mampu menuangkan gagasan dan pikiran-pikirannya dalam bentuk tulisan, tetapi mereka sering mengalami kesulitan dan masalah ketika menggunakan bahasa secara lisan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan latihan dan pembimbingan secara intensif. Salah satu cara yang dilakukan melalui membaca dan memahami teks drama serta penghayatan watak tokoh yang akan diperankan.

Ketika terjadi interaksi di dalam kelas pada saat kegiatan pembelajaran, siswa dituntut untuk berlatih berbicara, apakah itu bertanya, menjawab, menanggapi, mengusulkan, mengomentari, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan materi pembelajaran. Dengan demikian memang dibutuhkan suatu wadah untuk memancing dan membiasakan siswa terampil berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Drama termasuk jenis karya sastra yang menggunakan bahasa sebagai media. Dalam penyajiannya, lebih didominasi oleh dialog yang mewakili penulis dalam hal penyampaian karakterisasi tokoh-tokoh dalam cerita. Objek garapan karya drama, seperti halnya karya sastra yang lain yakni mengenai hidup dan kehidupan manusia, Dendy Sugono (2003:124) menguraikan bahwa dalam sastra drama tergambar keinginan penulis untuk berbicara tentang manusia dan kemanusiaan, tentang hidup dan kehidupan, tentang hubungan manusia dengan Tuhan, dengan manusia lain, manusia dengan dirinya sendiri, serta hubungan manusia dengan alam yang ditandai oleh pola hubungan manusia melalui dialog.

Sesuai standar isi KTSP 2006 terdapat Standar Kompetensi ‘Drama’ dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia SMA/MA Kelas XI. Pada semester 1 terdapat KD 5.1 Mengidentifikasi peristiwa, pelaku dan perwatakannya, dialog, dan konflik pada pementasan drama; KD 5.2 Menganalisis pementasan drama berdasarkan teknik pementasan; KD 6.1 Menyampaikan dialog disertai gerak-gerik dan mimik, sesuai dengan watak tokoh; KD 6.2 Mengekpresikan perilaku dan dialog tokoh protogonis dan antagonis. Pada semester 2 terdapat KD 14.1 Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama; KD 14.2 Menggunakan gerak-gerik, mimik, dan intonasi, sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan drama; KD 16.1 Mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah drama; KD 16.2 Menarasikan pengalaman manusia dalam bentuk adegan dan latar pada naskah drama.

Berdasarkan paparan tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran sastra khususnya drama sangat esensial bagi peningkatan prestasi akademik siswa khususnya meningkatkan keterampilan berbicara. Demikian pula dengan prestasi non akademik seperti dalam pengembangan dan pembentukan karakter dan kepribadian siswa, seiring pada kutipan dalam enam tujuan pelajaran Bahasa Indonesia yang terdapat pada tujuan ke-5 yakni menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, (Maman,2009: 29).

Melalui dialog yang terdapat dalam naskah drama akan melatih dan mengharuskan siswa untuk terbiasa dan mengasah kepercayaan diri siswa untuk berani berbicara. Jika sebelumnya terdapat siswa yang pendiam, pemalu serta gugup untuk berbicara,namun setelah berlatih membaca naskah drama dan mendialogkan peran tokoh, maka secara perlahan semua kelemahan siswa tersebut pelan-pelan akan hilang.

B. Pendekatan Penyelesaian Masalah

Dalam tulisan ini mengangkat sebuah permasalahan yang selama ini terjadi yaitu ‘Rendahnya kemampuan siswa dalam keterampilan berbicara’. Adapun pendekatan yang digunakan dalam menyelesaikan masalah tersebut adalah menggunakan kajian dan tinjauan deskriptif. Pendekatan deskriptif digunakan untuk menjelaskan dan menggambarkan secara rinci cara-cara atau langkah-langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah dan mendapatkan hasil yang baik dalam jangka panjang.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ‘Pengalaman Terbaik (Best Practice)’ ini adalah :

1. Menyajikan fakta-fakta yang terjadi sehubungan dengan masalah ‘rendahnya kemampuan siswa dalam keterampilan berbicara’.

2. Memaparkan hal-hal yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah dan mengungkapkan kendala-kendala yang dialami serta solusinya. Selanjutnya menyampaikan hasil akhir dari semua kegiatan tersebut.

D. Kegunaan Penulisan

Karya tulis ini dibuat untuk mendeskripsikan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berbicara melalui teks drama siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Kolaka dan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Manfaat teoritis, dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengalaman ilmiah terhadap seluruh tenaga kependidikan agar senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas prestasi akademik dan non akademik siswanya.

2. Manfaat praktis, menjadi bahan acuan dan referensi bagi guru, khususnya guru mata pelajaran Bahasa Indonesia agar dapat bertindak secara nyata dalam membimbing siswa untuk meningkatkan keterampilan berbahasanya.

3. Sebagai rujukan sekaligus menjadi sumber inspirasi bagi peneliti dan penulis yang relevan dengan karya tulis ini. Serta pihak lain yang menaruh perhatian terhadap masalah aspek keterampilan berbahasa, terutama keterampilan berbicara.

BAB II

Implementasi Pemecahan Masalah

Berdasarkan pengalaman yang dilakukan selama ini sehubungan dengan fenomena siswa yang kurang interaktif dalam pembelajaran akibat rendahnya keterampilan berbicara yang dimiliki siswa, maka ada beberapa hal yang dilakukan berupa tindakan nyata untuk mengasah dan meningkatkan keterampilan berbicara siswa melalui pembelajaran sastra pada standar kompetensi ‘Berbicara’ (Memerankan tokoh dalam pementasan drama) .

Adapun langkah-langkah atau cara-cara yang ditempuh dalam memecahkan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Guru memahami secara keseluruhan isi indikator pencapaian kompetensi dari kompetensi dasar ‘Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama’.

2. Menjelaskan tujuan pembelajaran, yaitu apa yang diharapkan dimiliki oleh siswa setelah pembelajaran dilakukan. Diantaranya mendeskripsikan kepada siswa bahwa kompetensi drama yang ada dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan mengasah dan melatih kemampuan berbahasa lisan serta mengembangkan kepribadian siswa untuk tampil berbicara dalam berbagai situasi. Bukan melatih dan menyiapkan siswa menjadi aktor (bintang film/sinetron). Kalaupun ada bakat dan talenta yang mengarah ke dunia aktor, kenapa tidak!.

3. Menjelaskan setiap isi indikator pencapaian kompetensi yang terdapat pada KD tersebut antara lain: (1) membaca dan memahami naskah drama yang akan diperankan oleh siswa; (2) menghayati watak tokoh yang akan diperankan; (3) memerankan drama dengan memperhatikan penggunaan lafal, intonasi, nada/tekanan; (4) mengekspresikan watak tokoh dengan mimik dan gerak-gerik yang tepat sesuai dengan watak tokoh.

4. Menginstruksikan kepada siswa untuk membuka contoh naskah drama yang ada di dalam buku pegangan siswa, atau teks lain yang ada di depan siswa lalu menyuruh mereka untuk membaca teks itu dengan suara nyaring.

5. Memberikan tugas kepada siswa untuk membentuk kelompok yang jumlah anggotanya disesuaikan dengan naskah yang ada, boleh mencari naskah yang sudah jadi ataupun naskah itu dibuat sendiri oleh kelompok tersebut, kemudian membagi peran sesuai dengan perwatakan masing-masing.

6. Para siswa diberi kesempatan untuk berlatih berdasarkan kelompoknya, lalu saat itu juga mereka dipersilahkan untuk tampil mempraktekkan peran masing-masing dan masih diperbolehkan untuk memegang dan membaca naskah.

7. Pada pertemuan atau jam tatap muka berikutnya setiap kelompok diberi kesempatan untuk menampilkan hasil latihannya, tetapi sudah ditekankan bahwa naskah harus dihafal, lebih baik lagi jika pada saat tampil didukung dengan kostum dan properti yang lain. Selanjutnya Kelompok yang lain memberikan penilaian dengan menggunakan lembar penilaian yang telah dituliskan oleh guru, yaitu penilaian ekspresi, gerak-gerik, intonasii, lafal, tekanan, penghayatan dan kekompakan antarpemeran.

8. Pada saat masing-masing kelompok tampil, guru mengumpul naskah yang di dalamnya tercatat nama-nama anggota kelompok dan jelas tertulis siapa sebagai siapa artinya nama pribadi siswa bukan nama itu yang tercantum dalam perannya, melainkan nama tokoh yang diperankan seperti yang tercantum di dalam teks drama. Dengan demikian, akan memudahkan guru dalam memberikan penilain psikomotorik praktek berbicara. Dalam hal ini bagaimana penggunaan lafal, intonasi, aksentuasi serta unsur-unsur yang lain ketika mereka berdialog.

9. Setelah semua kelompok sudah tampil, kembali guru menyuruh setiap siswa untuk mencari tiga peran yang berbeda dalam naskah drama untuk diungkapkan dialognya. Di sinilah guru dengan leluasa dapat melihat kemampuan siswa mengekspresikan dialog dan kembali memberikan penilaian, karena pasti terdapat perbedaan cara berdialog ketika masih terlibat dalam kelompok pemeranan dengan saat mendialogkan tiga peran yang berbeda dalam waktu yang sama.

10. Guru memberikan apresiasi kepada seluruh siswa yang telah tampil memerankan drama dan menjelaskan tentang manfaat dari kegiatan tersebut, bahwa melalui ekspresi dialog dari teks drama siswa akan terlatih dan terbiasa serta memiliki keberanian untuk berbicara terutama dalam suasana formal, misalnya berdiskusi, berpidato, bertanya, mengemukakan pendapat dan lain sebagainya. Bahkan dari latihan itu siswa juga akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan ketika berbicara sudah pasti tidak lagi gugup dan monoton karena telah memahami dan mempraktekkan penggunaan lafal, intonasi, aksentuasi dan tempo yang tepat pada saat berdialog juga didukung dengan mimik dan gerak-gerik.

Dari sekian langkah-langkah yang ditempuh untuk memecahkan masalah yang dihadapi selama ini, pada saat penerapannya terkadang guru diperhadapkan pula dengan berbagai kendala, namun dari kendala tersebut dapat ditemukan solusinya seperti berikut ini:

1. Ketika guru memberi tugas kepada siswa untuk membentuk kelompok drama, ada saja siswa yang tetap diam tidak mau aktif mencari dan bergabung dengan siswa yang lain. Adapun cara yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah mendekati siswa yang bersangkutan dan menanyakan mengenai masalah yang dialami lalu mencari jalan keluarnya.

2. Pada saat latihan mengekspresikan dialog dalam drama, terdapat beberapa siswa yang berdialog dengan suara kecil sehingga tidak terdengar olah teman kelompok. Adapun cara yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah menyuruh siswa untuk berdialog dengan suara keras, untuk mengeluarkan suara yang maksimal sesuai tuntutan peran dalam teks, menyuruh siswa untuk ribut, dalam arti bersuara untuk melatih ekspresi.

3. Ketika mereka mulai tampil mempraktekkan hasil latihan, maka akan nampak beberapa siswa yang kurang serius mengekspresikan sebuah dialog. Cara yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah menyuruh siswa yang bersangkutan untuk praktek sendiri, misalnya menyuruh memerankan seperti orang marah, orang gelisah, orang bahagia dalam bentuk monolog dan lain-lain yang sifatnya untuk memancing ekspresi dan pelafalan dialog.

4. Pada saat berdialog ditemukan siswa yang agak kaku dan tersendat-sendat dalam menyampaikan dialog sehingga tidak memperhatikan penggunaan lafal dan intonasi serta kurang penghayatan peran, dan nampak jelas bahwa mereka terpaku pada naskah. Cara yang ditempuh untuk mengatasi hal tersebut adalah mengarahkan siswa untuk memahami isi atau maksud dialog, tidak perlu kaku menghafal naskah karena yang dipentingkan adalah bagaimana menggunakan bahasa lisan dengan memperhatikan unsur-unsurnya serta didukung dengan ekspresi dan gerak-gerik agar mudah dipahami oleh orang lain.

5. Ketika ada kelompok siswa yang tampil memerankan drama, terkadang ada saja siswa yang tertawa atau mengomentari penampilan temannya, sehingga biasa menimbulkan pertengkaran atau perdebatan antarsiswa. Cara yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah memberikan pengarahan kepada siswa bahwa kita harus menghargai orang lain, tidak usah menertawai atau mengomentari penampilan orang lain karena kita pasti semua punya kelebihan dan kekurangan dalam segala hal.

6. Disadari bahwa terdapat perbedaan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Hal ini diperjelas oleh Nini (2012:23) bahwa ada hal tertentu yang membuat mereka berbeda. Baik dari segi fisik, mental, intelektual, ataupun sosial emosional. Dengan demikian, pada saat mengekspresikan dialog pasti berbeda dalam berbagai hal. Cara yang dilakukan adalah mencoba memberikan peran kepada siswa yang bertentangan dengan watak aslinya, misalnya siswa yang pendiam dan memiliki suara yang kecil diberikan peran antagonis seperti harus marah, membentak, berteriak dan lain sebagainya yang bisa melatih vokal, mimik dan gestur.

7. Pada saat giliran suatu kelompok akan tampil lalu mereka meminta untuk ditunda dengan alasan belum menghafal teks. Cara yang ditempuh adalah menjelaskan bahwa mereka tidak perlu menghafal teks secara sempurna seperti yang tertulis, tetapi cukup memahami maksud dari dialog dan bisa melakukan improvisasi ketika ada teks yang terlupa.

BAB III

Uraian Pencapaian Hasil

Dari serangkaian cara-cara yang dilakukan untuk memecahkan masalah, seperti yang telah dipaparkan di atas, maka selanjutnya akan diuraikan pula hasil yang dicapai, yaitu sebagai berikut:

1. Siswa yang selama ini pasif, pemalu atau lebih baik memilih diam dan baru mau berbicara jika ditunjuk itupun hanya seperlunya, mulai mengacungkan tangan ketika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya, menjawab pertanyaan atau menanggapi, dan lain sebagainya.

2. Siswa yang selama ini sudah aktif semakin bertambah lagi semangatnya untuk selalu berbicara, bahkan menjadi lebih baik dari sebelumnya.

3. Suasana kelas menjadi lebih interaktif karena hampir semua siswa antusias untuk berbicara sehingga kadang-kadang waktu tidak terasa selesai.

4. Siswa menjadi lebih semangat dan selalu ingin memberikan respon pada setiap materi yang diberikan.

5. Siswa termotivasi menerapkan keterampilan berbicara pada semua mata pelajaran.

6. Ketika berkomunikasi dengan guru dan pihak-pihak sekolah yang lain, mereka menunjukkan kesantunan dalam menggunakan bahasa lisan.

7. Siswa lebih percaya diri dan mampu memperhatikan penggunaan lafal, intonasi, dan aksentuasi pada saat berbicara terutama dalam suasana formal. Seperti pada saat menjadi petugas upacara bendera pada hari senin, misalnya membaca Undang-Undang Dasar, pembawa acara, membaca janji siswa, membaca Doa, dan lain-lain.

8. Siswa dapat membedakan nada dan intonasi dari setiap teks yang dibacakan, misalnya membedakan nada ketika membaca teks UUD dan teks Janji Siswa yang harus semangat dan tegas, dengan nada ketika membaca Doa yang harus hikmat. Demikian pula ketika membaca puisi yang harus sesuai dengan makna dan isinya.

9. Siswa yang aktif dalam organisasi intra dan ekstra sekolah akan menjadi pengurus, karena mereka akan mudah menyampaikan gagasan dan ide-idenya kepada anggota organisasi sebab telah memahami teknik berbicara yang baik.

10. Pada setiap kegiatan formal baik dalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, misalnya dalam kegiatan diskusi kelas, seminar, penyuluhan, sosialisasi dan lain-lain yang sifatnya memberikan kesempatan siswa berinteraksi. Ketika pemandu acara membuka sesi tanya jawab, maka akan nampak siswa berlomba untuk mengacungkan tangan, dan mampu memberikan pertanyaan atau tanggapan yang cukup berkualitas.

11. Dalam lingkungan kemasyarakatan, bagi siswa yang sudah terlatih dan terampil berbicara akan selalu menunjukkan kelebihan dalam teknik berkomunikasi serta menjadi lebih baik dalam mensosialisasikan diri kapan dan di manapun mereka berada.

12. Dalam menjalani kehidupan siswa akan memiliki empati yang tinggi sebagai bagian dari hasil latihan memerankan drama yang mampu mengekspresikan peran di luar dari kepribadiannya. Seperti dijelaskan oleh Prasmadji (1983:22) dari studi-studi percobaan nyata, bahwa para pelaku (aktor) lebih cepat merasakan sesuatu, lebih mempunyai timbang rasa, lebih berdaya cipta dan lebih dapat menyesuaikan diri daripada mereka yang tidak pernah mempelajari dan memasuki dunia seni pertunjukan: Drama,Tari, Musik dan lain-lain.

13. Dalam jangka panjang mereka akan selalu tampil dalam kegiatan-kegiatan yang banyak menuntut untuk tampil berbicara di depan umum (forum resmi). Ketika siswa telah menyelesaikan pendidikan di SMA, kemudian menyandang status sebagai mahasiswa, sudah pasti akan terbawa kebiasaan untuk selalu mewujudkan kemampuannya dalam berbicara, sehingga akhirnya akan menjadi figur yang akan mengantarkannya menjadi tokoh mahasiswa.

14. Secara umum hasil yang dicapai dari pembelajaran drama dapat dilihat dalam segala aktivitas siswa yang mencerminkan kepribadian yang baik. Efek yang dirasakan oleh siswa pada saat memerankan drama di kelas, biasanya mereka ingin melanjutkan latihan tesebut dalam kegiatan ekstrakurikuler pada sanggar teater yang ada dalam lingkungan sekolah. Di sana mereka akan lebih intens berlatih dalam mengolah vokal, mengolah sukma dan olah tubuh, sehingga kemampuan berbahasa baik verbal maupun non verbal yang dimiliki oleh siswa akan semakin berkualitas.

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pengalaman penulis dalam menyajikan materi pembelajaran sastra khususnya drama di kelas XI yang berhubungan erat dengan aspek kebahasaan keterampilan berbicara, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Melalui pembelajaran drama siswa akan memiliki kompetensi bahasa dan meningkatkan aspek keterampilan berbicara. Dari dialog-dialog yang terdapat pada teks drama, ketika diperagakan oleh siswa akan mengasah kemampuannya untuk menggunakan lafal, intonasi, aksentuasi dan tempo serta mimik dan gerak-gerik yang sesuai dengan tokoh yang diperankan.

2. Dalam penyajian materi drama harus dipraktekkan oleh siswa. Dengan demikian semua siswa akan mendapat peran, sehingga siswa yang selama ini pemalu, pendiam, dan pasif dalam kegiatan pembelajaran, secara otomatis akan terpancing untuk bisa berbicara dalam bentuk dialog sesuai peran yang diberikan yang terdapat pada teks drama.

3. Dengan keterampilan berbicara yang dimiliki siswa sangat berpengaruh terhadap prestasi akademik dan non akademik. Pada dasarnya setiap guru akan menghargai dan memberikan penilaian tertentu kepada siswa yang aktif berintaraksi dalam kegiatan pembelajaran.

4. Melalui latihan mengekspresikan dialog dalam drama, akan mengasah kepekaan jiwa, melatih mental, dan membentuk karakter serta kepribadian siswa sehingga akan terwujud dalam kemampuannya berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan dalam berbagai suasana.

B. Saran

Dalam rangka upaya meningkatkan keterampilan berbicara siswa melalui wadah berupa teks drama, maka dianggap perlu mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Fenomena kegiatan belajar siswa di dalam kelas biasanya ditemukan siswa yang pasif, apatis dan datang di sekolah hanya sekedar hadir tetapi tidak memiliki motivasi belajar, apalagi mau aktif berintaraksi dalam kegiatan pembelajaran seperti bertanya, menjawab pertanyaan, menanggapi, berkomentar dan lain-lain. Untuk itu perlu adanya suatu wadah atau sarana untuk melatih dan membiasakan siswa agar mau aktif berinteraksi dalam proses pembelajaran.

2. Pihak yang bertanggung jawab untuk melatih dan membimbing siswa untuk memiliki keterampilan berbicara sehingga mereka bisa mengemukakan ide-ide, gagasan, dan pendapat kepada orang lain adalah guru di sekolah. Oleh karena itu, sebaiknya guru senantiasa memiliki kiat-kiat dan strategi dalam hal menggunakan sarana dan materi pembelajaran yang menarik seperti naskah drama untuk mengembangkam kompetensi yang dimiliki oleh siswa, khususnya kompetensi berbicara.

3. Kefakuman dalam pembelajaran sering dialami oleh guru, biasanya guru yang sibuk berbicara, siswa hanya jadi pendengar dan kita tidak tahu apakah mereka mengerti mengenai yang dibicarakan/disampaikan atau tidak. Namun terkadang guru mengalami pula saat-saat kewalahan dalam merespon interaksi siswa, pembelajaran jadi menarik, semangat, antusias dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, disarankan untuk menuliskan pengalaman-pengalaman terbaik ketika guru menemukan hal-hal yang menarik dan memberikan hasil yang berkualitas.

4. Lingkungan sekolah sebagai institusi pendidikan formal yang mengemban tugas membina nilai-nilai karakter dan kepribadian siswa, seyogyanya memberikan perhatian yang besar terhadap pembinaan siswa, antara lain melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti Sanggar teater dan sanggar seni yang lain sebagai wadah pengembangan ekspresi dan kreativitas siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, A. Kasim. 1990.Pendidikan Seni Teater Buku Guru Sekolah Menengah Atas.Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Alwi, Hasan.2005.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta:Balai Pustaka.

Arsjad, Maidar G. dan Mukti U.S.1991.Pembinaan Kemampuuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Cahyono, Bambang Yudi. 1994. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya : Airlangga University Press.

Chomsky, Noam.2000.Cakrawala Baru Kajian Bahasa dan Pikiran. Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu.

Mahayana, Maman S. 2009. Apresiasi Sastra Indonesia di Sekolah. Jakarta : Horison.

Musrofi,M. 2010. Melesatkan Prestasi Akademik Siswa. Yogyakarta : Pedagogia.

Prasmadji,R.H. 1983. Teknik Menyutradarai Drama Konvensional. Jakarta : Balai Pustaka.

Rosnawati. 2013. Penggunaan Kekerasan Verbal Bahasa Indonesia Siswa Sekolah Lanjutan Atas di Kabupaten Kolaka; Kajian Psikolinguistik (Tesis). Makassar : Universitas Hasanuddin.

Subini,Nini. dkk. 2012. Psikologi Pembelajaran. Yogyakarta : Mentari Pustaka.

Sugono,Dendy, 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia 2. Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Suhendar,M.E.1992. MKDU Bahasa Indonesia Pengajaran dan Ujian Keterampilan Menyimak dan Keterampilan Berbicara. Bandung : Pionir Jaya.

Tarigan,Djago. 1997. Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tarigan, Henry Guntur. 1981. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:Angkasa.

Wahyudi, Ibnu.1990. Konstelasi Sastra Bunga Rampai Esai Sastra. Depok : HISKI

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Menginspirasi Bun. Keren bedt practicenya

28 Oct
Balas



search

New Post