GURU BAHASA DAN SASTRA INDONESIA WAJIB MELAKSANAKAN 3M
GURU BAHASA DAN SASTRA INDONESIA WAJIB MELAKSANAKAN 3M
DRA. ROSNAWATI, M. HUM
Begitu banyak bidang studi yang dipelajari di bangku sekolah, salah satunya adalah Bahasa dan Sastra Indonesia. Mata pelajaran itu merupakan materi umum yang wajib didapatkan pada semua jenjang dan jurusan, dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Kuliah di Fakultas manapun nantinya pasti akan berhadapan dengan matakuliah ‘Bahasa Indonesia’ sehingga dosen yang mengampu matakuliah ini akan sibuk mengajar di berbagai lintas fakultas. Begitu pun dengan guru Bahasa Indonesia harus menghadapi semua jurusan di SMA ( IPA, IPS dan Bahasa).
Keberadaan guru Bahasa Indonesia di sekolah akan menjadi poros hampir semua kegiatan, dari akademik sampai non akademik, Setiap ada acara apa saja, khususnya pada ceremonial tertentu akan selalu melibatkan dan mengutamakan guru Bahasa Indonesia, misalnya saja ketika upacara Hari Kartini, Hari Guru, PGRI, KORPRI dan lain sebagainya. Sasaran pertama untuk menjadi pelaksana upacara tersebut adalah guru Bahasa Indonesia, antara lain menjadi pembawa acara, membaca naskah-naskah, dan lain-lain. Hal itu didasari oleh pemikiran bahwa guru Bahasa Indonesia pasti memiliki keahlian dan keterampilan berbahasa yang lebih baik.
Demikian pun dalam pertemuan tertentu yang melibatkan berbagai kalangan, ketika terdapat pembicaraan yang berkenaan dengan teks dan konteks kebahasaan biasanya pembicara bertanya dan mengembalikan kepada guru Bahasa Indonesia. Begitu pula dengan masalah komunikasi siswa, jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan kaidah dan menyimpang dari kesantunan berbahasa, dengan spontan biasanya muncul komentar bahwa pelajaran Bahasa Indonesia anak tersebut kurang berhasil atau nilai Bahasa Indonesianya merah. Bahkan terkadang muncul pertanyaan retoris “Siapa guru Bahasa Indonesiamu?”.
Serangkaian aktifitas guru Bahasa Indonesia akan lebih banyak terlibat dalam kegiatan siswa, seperti ketika ada lomba atau even-even tertentu, misalnya lomba pidato, bercerita, menulis dan baca puisi, cerpen, novel, karya ilmiah, pementasan drama, teater, dan lain sebagainya. Secara otomatis merekalah yang paling berperan untuk membimbing, melatih, membina dan mengkoordinir kegiatan tersebut.
Lebih urgen lagi eksistensi guru Bahasa Indonesia adalah selain membelajarkan siswa untuk terampil berbahasa baik lisan maupun tertulis sekaligis harus mampu menjadi guru sastra yang ideal. Oleh sebab itu, kita harus memiliki kemampuan berbahasa dan bersastra secara proporsional. Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa kemungkinan ada guru Bahasa Indonesia yang hanya bisa mengajarkan masalah kebahasaan, lalu kemudian terkadang luput atau melewatkan untuk memaknai lebih jauh mengenai hakikat sastra dalam pembelajaran bahasa. Pada dasarnya antara bahasa dan sastra merupakan satu paket materi yang seyogyanya mutlak harus dikuasai dan diajarkan oleh guru bahasa Indonesia.
Berpijak dari fenomena yang ada, maka suka atau tidak, mau dan mampu atau tidak, guru Bahasa Indonesia harus membekali diri dengan kompetensi yang mumpuni, baik secara teori maupun praktek kebahasaan dan kesastraan. Hal yang paling utama dan mendasar yang harus dipahami lalu diwujudkan dalam aktifitas keseharian adalah aspek keterampilan berbahasa yakni; Menyimak, Membaca dan Menulis (3M) kemudian Berbicara.
Untuk menambah wawasan keilmuan serta mengasah kecerdasan intelektual dan kematangan emosional, maka unsur-unsur keterampilan berbahasa itulah yang menjadi pilar utamanya. Kita mestinya terus membuka diri untuk belajar, tidak pernah merasa cukup dan puas dengan ilmu, terus berjuang untuk meningkatkan kompetensi, selalu menjadi guru pembelajar sepanjang hayat. Selanjutnya menghasilkan karya didaktik sebagai sarana untuk dapat mewujudkan kemuliaan diri, seperti kata Anis Baswedan ‘Guru Mulia karena Karya’.
Upaya yang handal dilakukan agar produktif berkarya adalah memanfaatkan setiap kesempatan untuk banyak menyimak dan membaca sebagai bahan baku untuk menulis. Ke tiga unsur keterampilan berbahasa itu merupakan satu kesatuan yang saling mendukung. Untuk mendapatkan informasi, memperkaya khazanah ilmu, pintunya melalui menyimak dan membaca. Jika ingin memberikan atau membagi pengetahuan, pemikiran, ide dan gagasan maka jalurnya melalui menulis dan berbicara.
Mendengarkan / Menyimak secara optimal informasi apa saja yang positif melalui media elektronik atau pembicaraan langsung dari nara sumber seperti seminar, pidato, penyuluhan, pengarahan, sosialisasi, dan lain-lain. Ketika kita di posisi sebagai peserta /audiens dalam suatu forum, maka betul-betul fokus menjadi pendengar terbaik, pasang kedua telinga, kemudian mulut ditutup rapat. Selain itu, agar ilmu dapat ditangkap harus diikat dengan mencatat. Meskipun disadari bahwa aktifitas tersebut sangat membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Tidak semua orang bisa melakukan dan menahan diri dalam beberapa waktu untuk tidak berbicara atau beraktifitas lain pada saat itu. Hanya orang yang memang merasa haus dan membutuhkan ilmu itu yang sanggup melakukannya.
Membaca merupakan suatu kegiatan yang sejatinya dilakukan dengan sengaja kapan dan di mana saja atau di suatu waktu dan tempat tertentu. Sebagai guru Bahasa Indonesia, tidak ada alasan untuk tidak banyak membaca. Buku apa saja, tema dan genre apapun dibaca. Jadilah pembaca yang maniak, kecanduan membaca karena itu menjadi nutrisi otak dan jiwa, layaknya makan dan minum untuk energi raga. Idealisnya demikian, namun fakta belum tentu, bergantung dari kesadaran diri yang selalu merasa kurang ilmu pengetahuan sehingga wajib terus dan terus belajar. Karena sesungguhnya semakin banyak kita belajar, semakin sering membaca dan menyimak, semakin menggauli berbagai buku, maka akan semakin menyadari lebih jauh bahwa teramat banyak yang tidak kita ketahui.
Menulis adalah keterampilan berbahasa yang sangat monumental karena hasilnya akan terus dapat dibaca dan diapresiasi. Menulis merupakan aktivitas berpikir dan pekerjaan intelektual yang harus dikembangkan. Oleh karena itu, ketika kita ingin menulis maka patut memiliki wawasan yang luas dan stok pengetahuan yang banyak.
Sebagai konsekwensi guru Bahasa Indonesia kita memang dituntut untuk menerapkan aspek keterampilan berbahasa tersebut baik dalam pembelajaran formal maupun non formal. Paling utama menitikberatkan pada tradisi atau budaya menulis selanjutnya menularkan kepada siswa. Bagaimana mungkin kita akan menyuruh atau menugaskan siswa untuk menulis, jika kita sendiri belum pernah melalui perjalanan proses kreatifnya. Tentu sangat ironis. Demikian pun dengan aspek yang lain, seperti membaca. Siswa akan respek ketika disuruh membaca apabila melihat terlebih dahulu gurunya rajin membaca. Mereka akan diam dan menyimak dengan baik ketika selalu mengamati gurunya juga berperilaku seperti itu. Intinya dalam segala tindak berbahasa, kita akan menjadi rool model bagi siswa.
Penekanan pada siklus 3M akan menjadikan guru Bahasa Indonesia berada pada saf terdepan dalam mewujudkan kreatifitasnya untuk menghasilkan karya-karya humanis. Dengan demikian akan memberikan inspirasi dan motivasi kepada guru mata mata pelajaran lain untuk juga menciptakan produk mendidik. Begitu pula dengan peserta didik, mereka akan mencontoh apa yang dilakukan oleh guru. Lebih asyik lagi jika bisa berkolaborasi karya guru dan siswa, misalnya membuat antologi puisi dan cerpen. (Penulis adalah Guru Bahasa Indonesia SMA Neg. 1 Kolaka).
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar