Bijak dalam Perbincangan
BIJAK DALAM PERBINCANGAN
Dra. Rosnawati, M. Hum
Secara naluriah manusia selalu ingin bercerita tentang dirinya. Melakukan beragam cara untuk menunjukkan ke-aku-an. Oleh sebab itu hal apa saja yang dimiliki berharap ingin diketahui oleh orang lain, mulai dari hal yang kecil sampai yang besar, dari yang biasa-biasa saja hingga ke masalah yang luar biasa. Apapun yang dialami, dirasakan, dilihat dan didengar, bahkan sesuatu yang baru terbersit dalam pikiran sudah menjadi bahan pembicaraan. Sepertinya kurang lengkap alur hidup apabila ada sesuatu yang terlintas dalam perjalanan waktu tetapi belum dibahas dalam sebuah perbincangan.
Jika kita mengamati aktivitas manusia dalam pergaulan dan komunikasi sosial, khususnya ketika berada dalam suatu kelompok, maka akan kita saksikan orang yang berada dalam kelompok tersebut hampir semua aktif berbicara. Sangat sedikit yang diam dan mau jadi pendengar. Tema apa saja yang muncul pasti bisa menjadi pembahasan bersama. Hanya saja terkadang ada materi perbincangan yang tidak nyambung/tidak konek dengan orang tertentu yang kebetulan berada dalam lingkaran kelompok, berhubung orang tersebut tidak memiliki referensi yang berkaitan dengan sesuatu yang dibicarakan. Akhirnya terpaksa pasif dan hanya menjadi pendengar walau sesungguhnya terjadi ketidaknyamanan.dalam dirinya.
Sebegitu asyik dan serunya perbincangan sehingga kadang-kadang kita tidak menyadari bahwa ada materi pembicaraan yang seharusnya ditiadakan atau dihentikan saat itu. Misalnya ketika kita dengan bangga dan senangnya berbicara tentang anak di depan orang yang tidak memiliki anak. Begitu antusias membahas masalah pegawai dengan berbagai fasilitasnya di sekitar orang yang bukan pegawai. Dengan semangat membicarakan mengenai kesenangan dan kebahagiaan di antara orang yang lagi bermasalah kehidupannya dan dirundung duka yang mendalam. Sekiranya kita pandai berempati maka pasti bisa membayangkan bagaimana perasaan yang mengganjal mereka saat itu.
Kalau saja kita mau bijak dalam berbincang tentu harus hati-hati memilih bahan pembicaraan. Sebaiknya mengetahui dan memahami siapa saja yang ada di sekitar kita pada saat akan memulai perbincangan ataupun menyambung dan mengomentari pembicaraan. Seandainya terjadi suatu pembahasan yang mengarah ke hal yang tidak semestinya dibicarakan, entah itu dalam bentuk serius atau bercanda maka sebaiknya kita mencoba mengalihkan pembicaraan itu dengan cara yang santun.
Jika perbincangan yang terjadi dalam suatu kelompok atau komunitas yang sudah saling mengetahui latar belakang masing-masing karena sudah terjalin kebersamaan sekian lama, maka bisa dengan mudah mengontrol dan mengendalikan pembicaraan. Apalagi sudah saling memahami sifat dan kepribadian, sehingga bisa meminimalisir kesalahpahaman dan ketidaknyamanan dalam komunikasi sekaligus saling memaklumi dan menerima perbedaan.
Dengan memahami karakter dan pembawaan sikap setiap orang akan menjadikan kita semakin bijak dalam menanggapi pembicaraan. Biarkan orang lain berbicara tentang dirinya. Dengan begitu kita akan menemukan kebiasaan bertutur setiap individu. Ada yang sering membicarakan kesuksesan anak-anaknya, kehebatan keluarga dan keberhasilan lainnya. Ada yang senang membicarakan tentang pengalaman dan suka duka perjuangan hidup. Lazim ditemukan orang-orang yang sangat serius berbicara tentang berbagai gaya hidup dan lain sebagainya. Selanjutnya kita siap jadi pendengar yang baik, siapa tau dari materi dan cara perbincangan itu kita menemukan banyak hikmah dan pelajaran hidup. Namun perlu disadari bahwa tidak banyak orang yang mau berlama-lama mendengar pembicaraan orang lain. Apalagi jika materinya sudah berulang dan berulang sehingga pendengar biasanya sudah menghafal dan bisa menebak apa yang akan dibahas atau materi bincang oleh orang tertentu, dan akhirnya akan menimbulkan kebosanan suasana berbincang.
Tidak bisa dipungkiri bahwa masih saja ada pihak tertentu yang kurang peduli dengan keberadaan orang disekitarnya ketika berada dalam situasi perbincangan. Dengan sekehendaknya berbicara apa saja. Seakan itu adalah waktu untuk mengungkapkan keberadaan diri. Bahkan hampir menguasai forum sehingga orang lain tidak punya kesempatan untuk sekadar berkomentar atau berujar seperlunya. Apalagi jika berada di tengah orang yang tidak dikenal atau tidak diketahui latar belakangnya, maka akan lebih leluasa untuk membicarakan diri sendiri, dan biasanya kebanyakan ingin mengungkapkan kelebihan yang dimiliki. Padahal saat itu belum tentu orang lain mau mendengarkan dan nyaman dengan pembicaraan kita. Malah boleh jadi diantara mereka ada orang yang memiliki kapasitas lebih dari pada orang yang sibuk berbicara tadi sehingga menimbulkan kesan tersendiri.
Sesungguhnya ketika kita banyak berbicara mengenai apa saja, seakan serba tahu mengenai hal apa saja, maka pada saat itu orang lain sudah bisa membaca bagaimana sikap dan kepribadian kita. Memang merupakan salah satu tolok ukur untuk mengetahui segala yang berhubungan dengan diri seseorang yakni dengan mendengar cara bertutur kata. Seperti makna yang terkandung dalam pribahasa ‘ Bahasa Menunjukkan Bangsa’ artinya bagaimana sikap seseorang ketika berbicara itu menggambarkan jati dirinya.
Kegiatan ‘berbicara’ atau dalam bentuk sederhana ‘berbincang’ merupakan aktivitas yang paling mudah dilakukan kapan dan di mana saja, yang penting lebih dari satu orang. Asalkan ada pembicara dan ada pendengar. Kegiatan ini pula yang sangat gampang menimbulkan berbagai masalah, misalnya ketika kata terlontar yang sifatnya menyakitkan, maka yang terpukul adalah psikis bukan fisik. Efeknya juga akan berkepanjangan. Oleh sebab itu, sebagai pelaku komunikasi sangat dituntut untuk senantiasa berhati hati dalam berbicara. Mengendalikan diri saat berbincang dalam situasi apa saja. Patut disadari bahwa ketika kata sudah terlontar dari mulut itu sudah bukan milik kita sebagai pembicara tetapi milik orang yang mendengar. Jangan sampai kita lepas kendali ketika berbincang sehingga tanpa disadari ternyata ada yang tercederai dengan kata yang terucap. Oleh karena itu sangat penting untuk belajar seni berbicara dan seni diam. Selanjutnya mencamkan serta memaknai sebuah petuah “ Kalimat pendekmu bisa saja menorehkan luka panjang di hati orang lain. Namun bisa pula ia menanamkan bahagia yang tak pupus hapus oleh waktu. Kalimatmu yang sekejap mungkin saja melukai hati orang lain, yang tak mungkin bisa disembuhkan dengan senyumanmu sepanjang tahun. Namun ia juga mampu membuat hati orang lain senang bahagia yang tak mungkin dilupakan sepanjang masa “.
Mencermati untaian nasihat tersebut membuat kita akan semakin cerdas dalam bertutur. Menjadikan kita lebih waspada ketika berada dalam suatu perbincangan, menahan diri dan mempelajari situasi kapan harus berbicara dan kapan saatnya harus diam. Untuk itu selayaknya kita harus terus merenungkan dan mengamalkan amanat yang terkandung dalam Kitab Suci Al’Quran “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaknya berkata yang baik atau diam”. Tentu kita semua termasuk hamba yang beriman. Oleh karena itu berbicaralah ketika itu memang dianggap baik dan benar, dan lebih baik memilih diam jika tidak penting untuk berkata-kata dan khawatir bisa mengeluarkan tuturan yang mengganggu pendengaran apalagi sampai merusak suasana hati orang lain. ( Penulis adalah guru Bahasa Indonesia SMA Neg.1 Kolaka ).
.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar