DAHSYATNYA KEKUATAN DOA
SinopsisBerpacaran dengan orang yang beda iman lebih banyak dukanya dari pada sukanya, bahkan terombang kedalam ketidakpastian. Doa adalah solusi terbaik, karena kekuatan doa itu sangat dahsyat, walaupun akhirnya putus tetapi putus dengan damai.
DAHSYATNYA KEKUATAN DOA
Pengalaman itu sungguh tak pernah aku lupakan. Ketika aku masih gadis ada seorang pemuda yang jatuh hati padaku, pemuda itu bernama Adi. Sebenarnya akupun tidak keberatan untuk menjadi kekasihnya. Adi itu orangnya baik, romantis dan berpendidikan tinggi dari universitas ternama, serta masih banyak kelebihan-kelebihannya. Sayang sekali Adi berbeda iman dengan aku, hal inilah yang membuatku tidak segera menjawab ketika ditanya; “Bersediakah menjadi pacarku?”. Prinsipku kalau bersahabat bisa dengan orang yang beragama apapun, tetapi dalam hal pendamping hidup haruslah orang yang seiman.
Pertanyaan agar aku menjadi pacarnya itu terus didengungkan bahkan dengan cara yang sangat romantis. “Aku mau kamu menjadi Melati yang akan kutanam di taman hatiku, aku suka Melati karena Melati itu putih..., maukah kamu menjadi Melati di taman hatiku?”.Akhirnya aku jawab... mau... tetapi dengan satu syarat, harus seiman dengan aku. Aku paham betul iman itu tidak bisa dipaksakan, maka aku sebenarnya sudah siap untuk menjadi sahabatnya saja. Ternyata Adi menyanggupi, maka berbunga-bungalah hatiku, bahagia sekali rasanya.
Aku beragama Katolik dan jika orang ingin menjadi Katolik, tidak cukup sanggup saja, tetapi harus mengikuti pelajaran agama Katolik selama satu tahun. Setelah mengikuti pelajaran selama satu tahun dan ternyata ragu atau tidak yakin bahagia, maka batal menjadi Katolik, hanya yang mantab dan yakin bisa dipermandikan menjadi Katolik.Adipun mau mengikuti pelajaran agama Katolik, pergi ke gereja bersamaku, berziarah dan sudah belajar berdoa. Pernah suatu saat aku sedang marahan sama Adi, tetapi Adi tetap belajar agama sesuai jadwal dan tidak mampir ke rumahku, padahal jarak tempat belajar agama ke rumahku cuma 300 meter saja, sedangkan jarak dari rumah Adi ke tempat belajar agama 24 km. Aku jadi bangga dan berpikir Adi sudah mantab jadi Katolik karena walaupun jauh tetap datang untuk belajar agama, pada hal sedang marahan sama aku.
Akhirnya... satu tahunpun berlalu, tetapi Adi juga masih belum minta untuk dipermandikan. Ternyata ibu Adi sakit dan beliau tidak mau anaknya pindah agama. Sejak saat itu hubunganku dengan Adi jadi stag. Beberapa bulan kemudian ibu Adi wafat.Aku berpikir setelah ibunya tiada tidak ada lagi yang menghalangi Adi, ternyata aku salah besar....Adi justru menjadi ragu, setelah ibunya tiada justru tidak berani melanggar pesannya. Hubungan kami menjadi semakin tak menentu.
Bulan-bulan selanjutnya berlalu tanpa arah yang jelas. Hati yang berbunga-bunga tak pernah ada lagi dan justru terombang-ambing kedalam ketidakpastian. Beberapa kali aku menulis surat tidak dibalas. Saat itu belum ada HP, komunikasi yang efektif hanya via surat menyurat. Saking kesalnya aku pernah nulis surat untuk Adi hanya satu kalimat; Apa Kabar Bung???, Itupun juga tetap tidak dibalas. Dalam keadaan seperti ini tidak ada yang lain yang bisa kulakukan kecuali berdoa. Maka akupun berdoa dengan sangat khusuk. Intinya aku memohon pada Tuhan agar dimudahkan jalannya untuk berumah tangga dengan Adi kalau memang Tuhan memberikan Adi sebagai jodohku. jika Adi bukan jodohku agar Tuhan memberi tanda bahwa Adi bukan jodohku.
Beberapa hari setelah aku berdoa datang surat dari Adi, hatiku sedikit berbunga tetapi dag dig dug juga dadaku berdetak kencang sangat penasaran. Pelan - pelan kubuka amplopnya, kurentangkan kertasnya dan mulai kubaca. Kalimat yang tak pernah bisa kulupakan adalah: “Aku sudah berusaha mengikuti jalannu, tetapi aku ragu, aku takut tidak sampai ke taman bunga yang indah. Maukah kau mengikuti jalanku yang pasti sampai ke taman bunga yang indah?” Tak terasa air mataku mengalir membasahi kedua pipiku, aku baru sadar kalau ternyata aku menangis, sedih sekali hati ini, bagaikan diiris-iris, perih.... sekali. Sesaat aku hening, akhirnya aku sadar bahwa Tuhan mencintai aku. Selanjutnya aku menghibur diriku sendiri dengan berkata- kata dalam hati; Kenapa kamu menangis, bukannya kamu minta kalau memang bukan jodoh berilah tanda untuk itu. Surat ini tanda yang jelas bahwa Adi bukan jodohmu, seharusnya kamu bangga disayang Tuhan, doamu dikabulkan. Akhirnya aku menjadi tenang dan putus dengan damai.
Aku yakin Tuhan akan memberikan ganti yang seiman. Akhirnya Tuhan memberiku seorang suami yang seiman, baik dan setia, aku dikarunia sepasang anak, perempuan dan laki-laki serta hidup dalam keluarga yang bahagia. Sungguh dahsyat kekuatan doa itu, Tuhan itu maha baik dan maha pengasih.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar