Dian Nita Oktaviani, S.Pd.

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
RIP - Mudik
RIP - Mudik

RIP - Mudik

Belum ada sebulan semenjak PPKM dicabut oleh pemerintah. Benar, pembatasan itu telah usai. batas-batasan yang selama ini sukses memperkaya penjual masker dan handsanitizer, membuat abang-abang penjual paket internet menjadi idola dan belum lagi jaga jarak yang lebih dari sekedar alasan bukan muhrim.

Berakhirnya era PPKM tentu diterima masyarakat dengan gegap gempita (kecuali bagi produsen masker, handsanitizer dan abang pulsa). Kalau diibaratkan di dunia pendidikan, lebih seperti bel pulang bagi anak sekolah.

Saya adalah korban dari PPKM, Alhamdulillah bukan sebagai pasien, lebih ke korban perasaan saja. Bagaimana hati saya tidak tersakiti, ketika rencana mudik di tahun 2021 gagal total karena adanya PPKM. Saya dan suami yang berstatus perantau berlisensi abdi negara, mendapati hari libur semester bertepatan dengan libur lebaran adalah sesuatu yang langka. Kapan lagi bisa mudik bersama anak-anak tanpa harus mengajukan cuti atau ijin ke sekolah. Benar-benar kombinasi yang sudah oke banget. Jadwal sudah oke. Tiket sudah mantap. Hasil lab sudah negatif.

Manusia hanya bisa menggombal dan berencana. Semua berubah ketika berita itu muncul di TV. Euphoria semangat mengemas koper dan membuat rencana mau ngapain aja di kampung halaman. Berubah jadi menangis diam-diam di pojokan sambil mengurus refund tiket PP yang sudah terlanjur dipesan. Saya pernah di PHP-in, tapi rasanya kok tidak sesakit gagal mudik ya.

Sempat protes juga sih sama keadaan. Bagaimana saya yang sudah lama tidak pulang kampung demi menabung, pas duitnya cukup malah tiba-tiba di sleding kaya gini. Anak saya lebih ngenes lagi. Bocil-bocil yang tadinya sudah banyak rencana mau ngapain aja sama mbah uti dan mbah akungnya. Sekarang masih tak habis-habis mengajukan pertanyaan kenapa pemerintah begitu kejam memisahkan cinta kasih antara cucu dan mbahnya.

Saya sebagai ibu punya kewajiban untuk stay strong, menunjukkan positive attitude meyakinkan ke anak-anak bahwa ini bukan masalah yang besar. Saya berusaha mencari celah bahwa kita yang gagal mudik ini masih lumayan ga sesedih itu dibandingkan dengan orang lain yang ayah, ibu, nenek atau sahabatnya meninggal karena Covid-19. Saya yang niat awalnya mau comforting anak-anak saya, malah jadi ikutan merasa legowo. Kuncinya bersyukur. Mensyukuri bahwa saya masih memiliki orang tua dan keluarga yang sehat walaupun jarak memisahkan. Bersyukur memiliki suami yang menenangkan ketika saya nangis kemejer saat gagal mudik. Bersyukur memiliki anak-anak yang kritis

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post