Dian Dwijayanti

Dian Dwijayanti, mengajar di SMPN 4 Cipatat Bandung Barat Jawa Barat. Sebagai guru bahasa Indonesia merasa terpacu untuk belajar menulis. walaupun mungkin bisa ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Rahasia Sedekah

Rahasia Sedekah

Dian Dwijayanti

Aku berdiri di halte bis DAMRI sudah sekitar lima belas menit. Ada beberapa orang yang juga sama –sama menunggu bis. Seorang ibu dan anaknya yang masih kecil, beberapa anak sekolah, dan seorang perempuan paruh baya. Jalanan tidak terlalu macet, karena belum waktunya jam pulang kantor atau jam pulang sekolah. Sedangkan langit sudah mulai kelabu, pertanda hujan sebentar lagi akan turun. Akhir tahun memang selalu diwarnai dengan hujan yang terus menerus mengguyur kota Bandung.

Tak lama bis DAMRI yang ditunggu datang. Aku berebutan dengan penumpang lain untuk segera naik dan mendapatkan tempat duduk. Kebetulan bis tidak terlalu penuh. Aku duduk bersebelahan dengan wanita paruh baya yang tadi sama-sama menunggu bis. Aku memang penikmat bis DAMRI. Bila aku bepergian lebih kupilih alat transportasi ini ketimbang yang lainnya. Aku bisa duduk dengan tenang dalam suasana yang nyaman. Apalagi bis DAMRI semakin hari semakin memperbaiki tampilan dan pelayannya.

******

Pagi tadi saat sarapan pagi, Anak laki-lakiku berpamitan untuk liburan tahun baru di rumah kakeknya di kampung. Dengan mengendarai motor dia pergi bersama saudara sepupunya, Dani yang bekerja di Bogor. Sebagai seorang ibu kadang hati tidak penuh mengizinkan anak bepergian dengan mengendarai motor. Apalagi situasi jalanan pada akhir tahun yang juga musim liburan pasti akan ramai. Tapi karena yang membawa motor adalah sepupunya yang lebih dewasa, akhirnya hatiku luluh juga.

“Hati-hati kamu di jalan ya,” nasihatku berulang kali.

“Iya..mamaku yang cantik, tumben-tumbennya kok bawel banget,” anakku menjawab sambil mencium tangan dan kedua pipiku.

“Jangan lupa sesampainya di sana kasih kabar ya,” kataku lagi sambil melepas kepergiannya.

***********

Bis mulai merayap, jalanan mulai macet. Kendaraan anak sekolah dan para pekerja pabriklah yang banyak memenuhi jalan. Masing-masing berdesakan ingin segera keluar dari lilitan kemacetan dan tiba dalam kehangatan rumah. Aku yang sedari tadi duduk menikmati perjalanan Alun-alun Bandung – Ciburuy menatap ke luar jendela bis. Bagiku sebuah perjalanan akan selalu menjadi indah, karena dalam kesendirian biasanya pikiranku akan mengembara ke masa-masa silam. Apalagi kota Bandung bagiku banyak menyimpan kenangan. Lamunanku terusik oleh perempuan paruh baya di sebelahku. Ada yang janggal diwajahnya. Kegelisahan yang tak bisa disembunyikan. Penasaran kusapa dia.

“Ibu mau kemana?” pertanyaan pertama yang menjadi awal pembicaraanku dengan perempuan paruh baya ini. Dia menghela nafas, matanya menatapku. Ragu, dia menjawab pertanyaanku. “Saya mau ke Ciburuy, ke rumah anak temanku,” katanya.

“Oh..ibu nanti turun bareng saja denganku,” kataku. “Aku juga turun di Ciburuy.”

Namun wajah itu masih tampak gelisah, tangannya terus menerus membuka dan menutup tas yang dipegangnya. Aku pun taktega membiarkan seorang ibu dalam keadaan seperti ini. Aku yakin sesuatu ada dalam pikirannya. Beringsut kudekati dia, lalu pelan kutanya kembali,”Ibu benar mau ke Ciburuy?”

Sekali lagi dia menatapku, lalu mengangguk. “iya, neng,” tapi saya tidak yakin anak temanku masih di sana rumahnya .” “sudah lima belas tahun saya tidak ke sana,”katanya. Lalu aku berkata,”kalau tak yakin ada kenapa ibu memaksakan diri menemuinya,” sedikit kesal juga atas ketidakyakinan si ibu. “Emang rumah ibu di mana?” tanyaku penasaran.

Ibu itu terdiam sejenak. Lalu tangannya mengeluarkan sesuatu dari tasnya.”Neng, saya kehilangan dompet, uang dan semua kartu identitas saya ada dalam dompet itu,” dia berkata sambil menahan tangis. “Rumah saya di Garut,” “saya mau ke Jakarta ke tempat anak saya,” “tadi di Leuwi Panjang saya sadar tas sudah ada yang membuka, dan dompet sudah tidak ada,” tuturnya lagi. “Saya bingung mau kemana, saya nga punya siapa – siapa di sini.”nada suaranya menunjukan kalau dia tidak sedang berbohong. “Hanya anak teman ibu inilah satu-satunya kerabat yang ada, itu pun kalau masih ada.”

Sekarang semuanya menjadi jelas, Ibu ini membutuhkan pertolongan. Uang pada saat ini berapapun itu baginya akan sangat membantu. Kuingat lagi sisa uang yang ada di dompetku. Hanya selembar seratus ribuan dan dua lembar lima ribuan. Akhir bulan seperti ini dompetku memang sudah menipis, mengkhawatirkan. Besok baru tanggal satu, dan tahun baru biasanya gaji akan datang terlambat. Terjadi perang batin dalam hatiku, antara membantu si ibu memberinya ongkos untuk melanjutkan perjalanan atau tak peduli dengan omongannya. Lagi pula bisa jadi si ibu ini sedang bersandiwara.Tapi kuingat lagi, kuandaikan diriku ada pada posisinya, pasti tak kalah bingungnya dengan keadaan si ibu sekarang. Dengan bismillah kuambil uang dalam dompetku. Kumasukan itu ke dalam genggaman tangannya.Hatiku sudah bulat untuk membantunya, terlepas masalah dia jujur atau tidak. Aku kembalikan semuanya pada Allah.

”Ibu, ini ada uang sedikit, mudah-mudahan cukup untuk ongkos ibu ke Jakarta menemui putra ibu,”kataku sambil kupegang kedua tangannya. “Sekarang ibu turun di Padalarang dan tunggu bis yang ke arah Jakarta,”saranku.

Ibu itu menatap mataku. Kulihat ada linangan air mata di sudut-sudut matanya. Bibirnya bergerak-gerak hendak mengucapkan sesuatu. Tak kubiarkan suasana ini berlarut-larut. Bis DAMRI yang kutumpangi sudah akan sampai di halte di mana aku harus turun. Aku berpamitan pada si ibu yang nyaris menitikan air mata, dan melangkah meninggalkannya.

*******************

Hand phone ku berbunyi beberapa kali. Kulihat jam di dinding kamar, jam dua dini hari. Dalam hatiku mengerutu, “siapa malam-malam begini nelepon?”

Malas kubangkit dari tempat tidur, matakupun terasa sepet. Rasanya baru saja mata ini terpejam, setelah tadi menyaksikan acara pergantian tahun di televisi. Di sebelahku, suamiku tidak terganggu oleh suara handphone saking nyenyaknya. Kulihat layar HP, ‘Abah.... Calling’ Seketika hatiku tak enak, tidak biasanya bapakku di kampung menelepon malam-malam.

“assalamualikum, Pak?” kataku tak sabar ingin mendengar jawaban dari seberang. “Waalaikum salam,” bapak menjawab salamku. Suara beratnya makin terasa berat ditelingaku. Tanpa kutanya ada apa, Bapak berbicara kembali. “Anakmu cepat jemput pulang kembali ke Bandung,” katanya. Perkataanya membuat aku semakin bingung. Lalu kuserbu bapak dengan pertanyaan-pertanyaan. “Ada apa, pak?” “jangan bikin aku panik,” kataku. “Coba bapak jelaskan dulu, “kenapa Si Aa harus aku jemput,” “baru saja datang sudah minta dijemput,” kataku sambil menenangkan diri bahwa tidak ada apa-apa dengan anakku.

Kudengar bapak menarik nafasnya, lalu dia berkata,”Dani meninggal akibat kecelakaan motor,” DEG! Jantungku serasa berhenti berdetak. Lututku lunglai. Aku segera duduk di tepi tempat tidur. Kubaca istigfar berulang kali,” Astagfirullah!” “Si Aa anakku bagaimana kondisinya?” tangisku sudah meledak, membangunkan suamiku yang tidur lelap sekali.

*******************

Peristiwa itu terjadi magrib menjelang malam tahun baru. anakku dan Dani akan pergi ke pantai untuk melihat perayaan malam tahun baru.Pada malam tahun baru pantai akan penuh dengan pengunjung yang ingin menyaksikan pergantian tahun di alam terbuka. Langit di atas pantai akan penuh dengan warna –warni air mancur. Pemandangan yang sangat indah. Para pengunjung ini datang dari berbagai daerah, bahkan ada yang dari luar kota.

Mereka berpamitan kepada kakeknya bersama satu orang temannya. Jadi mereka mengendarai motor oleh tiga orang. Di tengah perjalanan, anakku meminta berhenti hendak membeli sesuatu ke minimarket. Selagi anakku masuk ke minimarket, Dani dan temannya pergi mengisi bensin dulu ke pom bensin. Saat menuju Pom, entah karena motor terlalu tinggi kecepatannya, tiba-tiba motor kehilangan keseimbangan dan jatuh sejauh 200 meter diakhiri menabrak sebuah benteng rumah penduduk. Dani yang mengendarai motor kepalanya membentur benteng. Dan langsung tidak ingat apa-apa. Sedangkan temannya terpental jauh dan masuk ke sebuah selokan.

Peristiwa kecelakaan itu cepat tersebar. Anakku yang sedang menunggu sepupunya menjemput kembali ke minimarket, merasa khawatir, takut kalau-kalau motor Dani yang mengalami kecelakaan tersebut. Lalu diberhentikannya sebuah angkutan umum yang menuju ke arah tempat kejadian. Pertama yang ia lihat adalah motor yang patah menjadi dua. Lalu matanya melihat ke arah kerumunan orang, dilihatnya Dani tergeletak tak sadarkan diri. Dengan perasaan yang hancur dia peluk tubuh sepupunya, lalu menangis memanggil-manggil namanya.

Dani tak pernah ingat apa-apa lagi. Tidak sampai ke rumah sakit nyawanya sudah melayang. Sedangkan temannya harus menjalani operasi akibat patah tulang. Beberapa hari setelah kejadian itu, anakku masih diliputi rasa tak percaya atas meninggalnya Dani. Jiwanya masih shok. Dibayangkannya apabila dia tidak meminta berhenti dulu di supermarket, mungkin dirinyapun bernasib sama dengan sepupunya.

Sehari setelah pemakaman Dani, aku membawa anakku pulang ke Bandung. Sepanjang perjalanan tak hentinya aku bersyukur pada Allah yang telah melindungi anakku.

***********

Seperti biasa sore itu kunikmati perjalananku dengan bis DAMRI. Aku duduk di bangku belakang sehingga lebih leluasa memandang ke depan. Tiba-tiba aku melihat perempuan paruh baya yang mirip dengan ibu yang pernah aku tolong. Aku baru tersadar bahwa sehari sebelum kecelakaan yang menimpa keponakanku, aku telah menolong seseorang. Dan mungkin sodakoh itulah yang telah membentengi anakku dari kecelakaan maut itu.

9 November 2018

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Subhanallah ..Bunda..kisah yang sangat menginspirasi....barakallah..

10 Nov
Balas



search

New Post