Air Mata Buaya
Air Mata Buaya
#TantanganMenulisGurusianake-5
Pagi ini Cinta datang lebih awal ke sekolah karena beliau mendapat tugas menjadi guru piket. Pintu ruang guru saja baru dibuka oleh penjaga sekolah ketika Cinta sampai ke sekolah. Cinta meletakkan tasnya ke dalam ruang guru lalu bergegas menuju meja piket. Hari ini, Cinta akan bertugas karena rekannya sakit. Tadi pagi-pagi mengirim pesan jika tidak bisa menemani.
Seperti biasa, tugas Cinta sebagai guru piket menyalami siswa yang baru datang, mengecek kelengkapan atribut mereka mulai dari ujung kepala hingga ke ujung kaki.
“Assalamualaikum buk.” Tono menyapa Cinta.
“Alaikum Salam Ton.” Cinta membalas salam dan memperhatikan siswa tersebut sekilas. “Silahkan masuk.”
“Kamu, Andri. Kesini dulu.”
“Iya Buk. Kenapa main nyelonong saja. Ini guru ndri. Bukan tunggul.” Cinta gemes-gemes gimana gitu melihat siswanya yang nyelonong masuk tanpa menyalami.
“Hehehe.” Andri hanya cengar-cengir sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.”Bisa ketahuan kalau kayak gini.” Gumam Andri sambil berjalan mendekati Cinta.
“Salam dulu biar dapat berkah.” Ucap Cinta geram.
“Pagi buk.” Andri menyalami Cinta dan bergegas berlalu.
“Tunggu dulu.” Cinta memanggil Andri membuatnya membalikkan badan. Andri merasakan adanya aura gelap yang sebentar lagi akan menerkamnya.
“Kenapa sepatu kamu merah gitu? Hmmm,gak pakai dasi pula. Terus kuku juga Panjang kayak macan ndri.” Cinta tersenyum penuh arti membuat si Andri bergidik ngeri.
“Maaf. Maaf buk.”
“Iya dimaafkan. Tapi kamu tetap harus dapat sanksi . Gabung dulu sana!” Cinta menunjukkan kumpulan siswa yang berkumpul karena bermasalah hari ini.
“Iya buk.” Si Andri berjalan dengan gontai.
Hari ini cukup melelahkan untuk Cinta. Selain bertugas sendiri , dia pun harus mengurus siswa yang terlambat dan melanggar aturan sekolah. Setelah semua beres, Cinta pun mendudukkan diri. Cinta ingin beristirahat sebentar baru nanti mengisi buku piket pikirnya.
Ketika Cinta asyik mengisi buku piket, pandangannya teralihkan ke siswa berperawakan pendek dan gemuk di ujung jalan. Kening Cinta seketika mengkerut. Dia melihat arloji di tangannya yang sudah menunjukkan pukul 09.10 WIB.
“Buk.” Dinda menyapa Cinta yang pura-pura tidak sadar Dinda datang.
“Eh, Dinda rupanya. Kamu tahu sekarang pukul berapa?”
“Gak buk.” Jawabnya polos
“Sekarang pukul Sembilan lewat 10 menit.” Cinta menjawab dengan menahan kekesalannya. “Kenapa terlambat?”
“Hiks.Hiks.hiks” Bukannya menjawab pertanyaan Cinta malah si Dinda teringat dan menangis sejadi-jadinya. “Huaaaaaaa”
“Sudah.Sudah.Sudah.” Cinta yang kaget dan merasa iba pun memeluk Dinda dalam pelukannya sambil mengusap lembut punggungnya. “ Kamu kenapa?” Cinta akhirnya bertanya setelah merasa Dinda menghentikan tangisnya.
“Saya Sedih buk. Hiks”
“Iya ibu sudah lihat kamu sedih. Kamu ada masalah?”
“Saya terlambat karena disuruh nyuci 5 bak buk. Dari jam 5 subuh saya nyuci sampai siang ini buk. Hiks.”
“Yang benar Din?” Cinta terkejut bukan kepalang. Dia merasa iba dengan nasib Dinda dan merasa bersalah sudah memarahinya. Pikiran macam-macam sudah bertebaran di pikiran Cinta. Cinta berpikir apa orang tua Dinda tipe orang tua yang suka menyiksa anak.
“Ya Sudah. Gak papa. Kamu masuk. Ibu gak akan hukum kamu.” Cinta mengusap lembut punggung tangan Dinda.
“Iya Buk.” Dinda pun melangkah menuju kelas. Terlihat kemeja putih yang dikenakannya cukup kumal dan terlihat tidak rapi. Jilbab pun dia pasang asal.
Siang ini, Cinta memutuskan untuk berkunjung kerumah Dinda. Cinta ingin mengetahui permasalahannya dan mencarikan solusi untuk Dinda. Selain sebagai guru piket, Cinta juga menjadi wali kelas untuk Dinda.
“Kak, nanti siang temani Cinta ke rumah Dinda ya.” Cinta meminta Nina untuk menemaninya. Kebetulan mereka tinggal serumah.
“Ngapain? Karena dinda tadi?”
“Iya Kak. Kasihan Dinda.” Nampak mata Cinta berkaca-kaca. Cinta tampaknya sangat iba dengan Dinda.
“Oke kalau gitu. Yuk berangkat biar gak terlalu sore nanti pulang ke rumahnya.” Ucap Nina.
Setelah bel berbunyi mereka bergegas menuju rumah Dinda. Setelah lima belas menit mereka berjalan kaki, akhirnya sampai ke tujuan.
“Assalamualaikum.” Ucap Cinta.
“Alaikum Salam.” Tampak ibu paruh baya keluar dengan menggunakan sarung.
“Permisi buk. Saya wali kelas Dinda.
“Silahkan masuk buk.” Ibu itu langsung bergegas mempersilahkan.”Pak, ada wali kelas Dinda.” Ibunya memanggil suaminya yang sedang duduk di dapur.
Setelah berbasa-basi, Cinta pun mengutarakan maksud kedatangannya kepada kedua orang tua Dinda.
“Mana Ada buk. Coba ibuk lihat sendiri jemuran kami.” Bapak Dinda menunjuk ke arah jemuran yang ada di depan rumah.
Ha!
“I.itu jemurannya pak?” Gimana gak kaget Cinta dibuatnya. Jemuran itu terbuat dari kayu yang diperkirakan panjang tidak sampai 2 meter dan hanya satu batang saja. Cinta mengeratkan giginya.
Benar-benar keterlaluan. Dasar air mata buaya. Ucap Cinta dalam hati. Cinta benar-benar ditipu oleh Dinda dan dbuat malu…
Arrrrggghhhhhh,,,,,Keterlaluan. Cinta mengumpat dalam hati
Bersambung
Sansevieria zeylanica, 10 Juli 2020.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Bagus ceritanya bu slm literasi
keren Bu ceritanya. ditunggu kelanjutannya.