#Hari ke 416#

By Dewi Ratih

Pahlawan Keluarga

Tangan keriput itu mengelus sebuah foto.  Wajah seorang pria berumur empat puluhan. Lelaki yang difoto adalah seseorang yang pernah mendampingi hidupnya dulu. Foto itu satu satunya kenangan tentang pria tersebut. Tepatnya belahan hatinya. Suami tercinta. Lelaki yang tiba tiba saja hilang dari kehidupannya. Hilang tanpa bekas. Jika kehilangan itu berupa kematian masih ada pusara sebagai tempat peristirahatannya. Namun, pria pujaan hatinya tersebut hilang tanpa diketahui jasadnya.

Wanita tua itu terkenang kembali peristiwa beberapa puluh tahun silam , saat pria yang difoto tersebut pamit untuk pergi berdagang ke daerah lain. Saat itu belum banyak kendaraan seperti saat ini. Untuk bepergian  dan berdagang antar daerah, orang dahulu melakukannya dengan  berjalan kaki. Apalagi suaminya  berdagang jual beli sapi. Membeli sapi pada sebuah daerah dan membawanya kembali ke daerah tempat tinggalnya. Sapi itu dijual kembali di daerahnya untuk  kemudian disembelih dan dijual dagingnya.

Tahun enampuluhan belum banyak kendaraan seperti saat sekarang.  Untuk sampai ke daerah lain, para juragan ternak akan berjalan secara berkelompok menuju  daerah lain. Setelah mendapatkan sapi yang dicari kemudian para juragan ternak itu kembali menjual dengn harga sedikit lebih tinggi . Terkadang sapi yang dibeli tidak langsung di jual di daerah tersebut, tapi dibawa ke daerah asalnya dan kemudian di jual kembali.

“ Bapak, hati hati di jalan ya ! Kalau malam tiba, Bapak numpang beristirahat di rumah penduduk setempat. Jangan pernah berjalan sendiri di malam hari, nanti bapak di rampok “  kalimat itu adalah pesan terakhir yang diucapkan wanita  tersebut kepada suaminya dulu sebelum berangkat pergi berdagang.

Satu minggu berlalu, wanita tersebut menunggu kedatangan pria pujaannya. Namun , lelaki yang ditunggu tersebut tidak juga muncul. Tiada berita yang diterima, baik berupa pesan atau berbentuk catatan. Lelaki yang ditunggunya tak kunjung muncul. Hingga akahirnya bulan dan tahun berlalau begitu cepat, namun bayangan  suaminya tidak pernai lagi  dijumpainya.

Pernah seseorang memberitahunnya, kalau lelaki belahan hatinya tersebut dirampok penyamun di jalan. Saat itu sang pria membawa banyak uang hasil perdagangan sapi yang telah dilakukannya. Penyamun tersebut mengambil uangnya dan menghabisi nyawanya. Wanita itu hanya menangis meratapi nasib karena kehilangan suaminya. Karena sejak  saat itu dia harus membesarkan dua putra dan putrinya sendirian.

Puluhan tahun berlalu, Kenangan kehilangan suaminya teringat kembali ketika dia memasang bendera merah putih menyambut kemerdekaan RI . Dulu, suaminya yang melakukan hal tersebut. Memasang bendera dan mencari tongkat untuk memasang bendera.  Dengan semangat tujuh belas Agustus yang diperingati sekarang dia mendoakan agar arwah suaminya beristirahat dengan tenang. Kehilangan suaminya yang berjuang menafkahi keluarganya merupakan pahlawan dalam keluarganya. Walau dia tak pernah berjuang merebut kemerdekaan RI tapi belalahan hatinya tersebut telah berjuang dalam  menghidupi nafkah kelurganya hingga kematian menjemputnya saat dia berjuang  mencari nafkah.

#Semangat Menyambut  Hari Kemerdekaan Ri ke 76#

#Padang, 16 Agustus 2021#