Tanah Retak
desau angin lembut menyapa dedaunan meninggalkan jejak rindu pohonan
pada renyai yang membasahi akar-akar kehidupan tanah retak ini tabah menanti denting gerimis meningkahi pagi
jeritnya pada matahari agar terik tak lagi mengurungkan niat rerumputan menghijau memenuhi permukaan bumi
Aku adalah tanah retak yang berderak ketika menyaksikan seorang perempuan
alpa menyirami dini hari bersama lantunan ayat suci
para lelakinya lebih sibuk menelurkan keringat demi sebuah kata ekonomi
tiada waktu berhening lama di malam gulita bersama pemilik tahta semesta
Aku tanah retak yang jadi saksi
anak-anak bersuka hati menggelindingkan bola meski panggilan muazin bersahutan membahana
teriakan suka ria melupakan kewajiban membasuh jiwa bersama wudu semenjana
tanah retak menguarkan jerit perih tertahan
kala mendapat kabar dari dedaunan yang bergoyang oleh angin Utara. Para pemimpin sedang bermimpi di atas kereta Kencana
melesatkan bumi menuju matahari
biarlah mewujud walau terbakar nanti
serunya jumawa
*
janji-janji sang pemimpin hanyalah ingkar yang berulang kali
Ia dalam lena bahwa Tuhan siap mencabut nyawa
kapan saja
*
para pedagang berebut asa dalam timbangan yang berkurang massa
para penyair lupa menajamkan pena karena hatinya mulai membuta
Saat tanah retak takkan pernah lupa meminta gerimis pagi membasahi keringnya hati
11 September 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Dibaca pelan terasa perihnya. Indah Bu Desi. Salam kenal. Dan sehat selalu.
Wooww...setelah sekian lama akhirnya bisa kupeluk sebuah puisi yang menyayat kalbu dari bunda D, tanah memang akan tetap jadi saksi dari kehidupan dibumi pun di akhirat nanti. Betapa sangat menusuk puisi ini..dan saya pun benar2 tertusuk, semua sudah berjalan diluar koridor, seakan tidak ada kematian..puisi mengingatkan kembali bagaimana seharusnya kita berjalan dijalan yang sudah ditentukan antara manusia dgn Tuhan dan manusia dgn manusia. Terima kasih bunda menyuguhkan puisi yg bernas ini. Sehat dan sukses selalu.