KARTINIKU TAK BERDAYA DI ERA CORONAVIRUS
*Tantangan hari ke-85 #TantanganGurusiana
Peringatan Hari Kartini tahun ini begitu suram. Tanggal 21 April tak seperti tahun-tahun sebelumnya. Bahkan Kartiniku masih tak berdaya di era Coronavirus. Tetap berbaring di tempat tidurnya.
*** Habis gelap, dan kini belum terang. Itulah gambaran yang pas situasi kekinian. Peringatan Hari Kartini tahun ini penuh keprihatinan. Tak ada kemeriahan, tak ada keceriaan. Hal biasa menghiasi ragam kegiatan hari besar nasional ini. Di mana-mana wajah Kartini diselimuti masker-masker pelindung virus Corona.
Yah, sudah dua bulan ini wabah Corona menghampiri Kartini masa kini. Kartini yang bekerja di luar, harus betah-betah selalu di rumah. Kartini yang bekerja di rumah, harus meningkatkan volume kerjanya. Menambah jam kerja, melayani anggota keluarga yang banyak stay di rumah. Efek kebijakan pemerintah, diam di rumah saja lebih aman. Untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona.
Efeknya biaya hidup makin tinggi. Lebih-lebih sebentar lagi memasuki bulan suci Ramadhan. Bulan yang dikenal dengan pembengkakan biaya kebutuhan hidup. Malah biaya hidup masa darurat corona akan jauh lebih tinggi ketimbang bulan puasa. Tingginya biaya hidup stay di rumah masa wabah ini jauh lebih lama. Tak hanya biaya hidup, kondisi tubuh pun berdampak. Gemuk, salah satunya.
Inilah "libur" terpanjang dalam sejarah pendidikan nasional. Bahkan bagi karyawan dan pegawai, tak hanya di sektor pemerintahan. Mereka yang bekerja di swasta juga merasakan libur lebih panjang. Resiko ekonomi sudah tentu akan berdampak. PHK menjadi ancaman serius. Di lingkup pemerintahan, dilakuka rasionalisasi dan efisiensi anggaran. Benar-benar ujian serius, termasuk bagi Kartini-Kartini yang punya kebutuhan khusus.
Bagi keluarga kami, peringatan Hari Kartini tahun ini tidak begitu menggembirakan. Ibunda, dalam sebulan ini sudah harus bolak balik dua kali dirawat di rumah sakit. Pertama para 7-10 April, yang kedua pada 18-20 April 2020. Hanya selang 7 hari tinggal di rumah dan balik lagi. Ibu berusia 72 tahun ini mengidap penyakit gula (diabet) tahunan. Dua kali dirawat dalam kondisi awal tak sadarkan diri. Pertama gula darah naik hingga 300. Sedangkan kedua gula darah turun 35.
Bagi anak-anaknya, ibu yang akrab disapa ibu Mioh ini terbilang perempuan istimewa. Lahir di Sindanglaut Kab. Cirebon 13 Mei 1948 lalu dari pasangan Bapak Karsan dan Ibu Suratmi (Ma Etos). Ayahnya seorang prajurit TNI pada masa penjajahan. Kakak ibu, Kahar juga seorang prajurit TNI Kopasus yang kini sudah pensiun dunia akherat.
Pernikahan ibu dengan ayahanda Iing Sanusin melahirkan sembilan anak. Delapan laki-laki, satu seorang anak perempuan. Ayahanda adalah karyawan pensiunan pabrik gula PTP Rajawali Karamgsuwung, yang sudah pensiun dunia akherat. Wafat tak lama setelah pensiun dari pabrik warisan kolonial Belanda. Pabrik ini sejak tahun 2015 sudah tidak beroperasi lagi.
Ibu Sumiah kini usianya mau menginjak 72 tahun. Usianya tak mudah lagi. Namun Kartini asal Desa Lemahabang Kulon Kab. Cirebon ini punya rekam jejak dalam kiprah kemasyarakatan. Sekalipun berperan sebagai ibu rumah tangga. Sekalipun mengurus sembilan anak. Namun Kartiniku aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Tercatat sebagai kader aktif Posyandu, PKK di desa dan kecamatan. Dharma Wanita di pabrik gula. Pernah menjadi anggota Kosgoro.
Tak hanya itu. Kartiniku punya bisnis sampingan. Mengelola sejumlah arisan. Suka kredit barang-barang hingga berjualan rames. Semua itu dilakukan untuk membantu ketahanan ekonomi keluarga. Ayahku sebagai karyawan pabrik gula pun, punya usaha sampingan menerima reparasi elektronik. Dikerjakan pada malam hari hingga dini hari.
Perjuangan Kartiniku yang cukup berat di usia sehatnya membuat tubuhnya masa tua ini mulai rapuh. Itu pun masa muda Kartiniku rajin berolahraga, sekalian berjualan. Penyakit diabet sudah tahunan menggerogoti tubuhnya yang mulai kurus dan kriput. Rumah sakit dalam tiga tahun terakhir mulai akrab disinggahi. Terakhir ini, dalam satu bulan sudah dua kali masuk rumah sakit dengan keluhan sama, diabet.
Di sisa hidupnya, Kartiniku tetap berjuang untuk hidup bersama diabet. Penyakit yang pernah di derita oleh ayahnya. Di musim penyebaran virus corona, Kartiniku tak berdaya di kamar tidur. Kemana pun pergi kursi roda selalu menemani. Kendati situasi tengah sulit, namun senyumnya mencoba untuk selalu melebar. Menghibur diri dan orang-orang sekitarnya. Untuk menunjukkan, jika hidup harus selalu ada harapan baru, harapan optimis. Semoga tetap sehat Kartiniku. Aamiin. (*) Cirebon, 21 April 2020 I 23:37
Deny Rochman
Pegiat literasi Gelemaca Kota Cirebon
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Semoga sehat kartinya ya Pak
Aamiin. Mksh bu