Lintas Sumatera Menjanjikan
#tanthar_190
#bernamaku_el
Lintas Sumatera Menjanjikan
Bus NPM yang kutumpangi sudah meninggalkan pulau Jawa. Dingin udara pagi menusuk sampai ke tulang. Tiba-tiba ponselku berbunyi, “Pasti dari Ibu di kampong,” bisikku dalam hati sambil merogoh kantong untuk mengambil ponsel. Ups… dari El, teman yang baru saja kukenal. Cepat ku pencet tombol hijau untuk menjawab, khawatir dia mematikan lagi. “Hallo Assalammualaikum.” Sapaku sedikit girang. “Waalaikumsalam Don, khabarnya kamu pulang kampong ya?” Sebuah Tanya yang harus ku jawab. “Eh iya, maaf tidak mengabari.” Jawabku sedikit gugup. “Oke hati-hati di jalan ya.” Ujar suara di seberang sana. “Makasih ya.” Segera kututup telepon.
Langit di luar jendela sudah memunculkan fajarnya yang kemerahan, jaket yang kukenakan kini kubuka, karena sebentar lagi bus akan berhenti di rumah makan. Bayangan senyum El masih membekas, aku terkesima. Bus berhenti di rumah makan Takana Juo. Di sana sudah ada dua bus lain yang berhenti. Seluruh penumpang turun untuk sarapan pagi termasuk aku.
Sepiring nasi dengan lauk dendeng balado, dan segelas kopi hangat cukup sudah pengganjal perutku hingga siang nanti. Banyak penjaja makanan kecil berjejeran di sepanjang koridor rumah makan. Sebungkus keripik pisang kubeli dari seorang anak kecil yang menjajakannya.
Bus kembali bergerak menyeruak jalan lintas Sumatera. Laju kecepatan bus lumayan cepat, mungkin karena jalannya yang mulus. Lampung sudah kutinggali, kini kami memasuki daerah yang banyak hutan pohon karet, hanya satu-satu rumah penduduk yang terlihat, bus terus melaju, sesekali berpapasan dengan truk yang berjalan pelan.
Suara penyanyi dangdut dari sound system bus membawaku hanyut dalam lagunya. Pikiranku melayang saat pertama kenal dengan El di atas kapal Ferry, lalu makan bersama di rumah makan Merak, dan akhirnya ketemu di Pasar Baru. Tiba-tiba hayalanku hilang sirna setelah kernet bus bersorak menyuruh seluruh penumpang turun untuk sholat dan makan. Aku ikut turun, tujuan pertamaku adalah mushollah untuk menunaikan sholat Dzuhur dan Azhar yang kujamak. Setelah itu baru ke rumah makan untuk makan.
Bus sudah memasuki daerah Bangko, langit sudah berwarna lembayung, petanda senja, sebentar lagi malam menjelang. Bus terus melaju, lampu-lampu kecil di samping penumpang sudah mulai dinyalakan, deretan rumah penduduk terlihat rapat. Sebuah tulisan kubaca. “Selamat Jalan, Anda meninggalkan kota Sarolangun” Oh sebentar lagi aku akan sampai di Bukittinggi.
-sambunglagi-
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar