
Kontekstualisasi Nasihat Luqman al-Hakim pada Masa Pandemi Covid 19
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang berfungsi sebagai petunjuk dan pedoman bagi kehidupan, baik secara eksplisit maupun implisit telah menjelaskan, menggambarkan dan mencontohkan nilai-nilai pendidikan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama khususnya sangat penting dilakukan untuk membentuk watak dan karakter manusia yang baik, sehingga memiliki keimanan yang kuat yang terpancar melalui akhlaqul karimah. Selain itu, melalui pendidikan agama, manusia dituntut untuk senantiasa mampu beramal dengan ilmunya, memiliki tujuan berilmu untuk beramal serta sanggup hidup mandiri. Untuk mewujudkan pembentukan akhlaqul karimah tersebut, tidak lepas dengan pendidikan agama Islam yang bersumber pokok pada Al-Qur’an. Apa yang dipelajari dari Al-Qur’an, selanjutnya akan dipahami serta diimplementasikan dalam perilaku ketika berinteraksi secara vertikal dan horizontal, hablu minallah wa hablu minannaas.
Di antara surat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang pendidikan agama Islam terdapat dalam surat Luqman [31] ayat 12-19. Pada ayat-ayat tersebut disebutkan tentang bagaimana nasihat-nasihat Luqman kepada anaknya. Hal tersebut merupakan sebuah praktek dalam mendidik anak yang baik, sehingga diharapkan anak tersebut mampu menjadi sosok seorang anak shaleh/shalehah yang beriman, berilmu, beramal dan berakhlaq.
Q.S. Luqman [31] ayat 12
وَلَقَدۡ ءَاتَيۡنَا لُقۡمَٰنَ ٱلۡحِكۡمَةَ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِلَّهِۚ وَمَن يَشۡكُرۡ فَإِنَّمَا يَشۡكُرُ لِنَفۡسِهِۦۖ
وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٞ
Artinya : Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Pada masa kini, agar seseorang mendapatkan hikmah dalam konteks ilmu pengetahuan, maka salah satu jalannya adalah dengan menempuh pendidikan, baik secara formal maupun nonformal. Banyak jalan lainnya untuk menimba ilmu, bahkan dengan teknologi masa kini, seseorang bisa memperoleh pengetahuan melalui mesin pencarian seperti; google, crawler, directories, hybrid, meta, bing, duckduckgo, search encrypt, qwant, yahoo! search, wolfram alpha, startpage, yandex, dogpile, gibiru, internet archive, wiki.com, cc search, baidu, slideshare, twitter, swisscows, ecosia, boardreader dan ask.com. Namun demikian, tidak sepenuhnya informasi yang diperoleh melalui mesin pencarian tersebut dapat dijadikan sebagai landasan sebuah pengetahuan tanpa kroscek terlebih dahulu. Disinilah letak peranan penting sebuah lembaga pendidikan dan seorang guru untuk melegitimasi kebenaran sebuah ilmu pengetahuan.
Selanjutnya dalam membentengi sebuah ilmu, maka harus disikapi dengan sikap bersyukur. Bersyukur atas segala anugerah yang dilimpahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, baik berupa ilmu pengetahuan, rizki, kesehatan, keselamatan dan lain sebagainya. Terlebih pada masa pandemi yang selalu memunculkan pikiran yang negatif, kecemasan bahkan stress. Apalagi dampak pandemi covid 19 memberikan dampak terhadap sektor ekonomi, sosial dan budaya. Maka untuk mengubah pikiran yang negatif, kecemasan dan stress tersebut dapat dihadapi dengan sikap bersyukur.
Seseorang biasanya bersyukur ketika mendapatkan kebaikan atau keberkahan, dengan demikian ketika masa pandemi melanda, maka perlu mengenali dan menyadari bahwa terdapat sumber lain yang memberikan berbagai kebaikan dan keberkahan di tengah-tengah pandemi. Sejumlah hal dapat disyukuri tidak hanya berkaitan dengan barang berharga. Apabila direnungkan banyak hal yang patut disyukuri ketika masa pandemi ini, mulai dari tempat tinggal, makanan, kesehatan, teman, pekerjaan dan pendidikan. Melalui bersyukur tersebut diharapkan memunculkan sikap kesabaran dalam menghadapi pandemi, melihat sebuah peristiwa tidak dari sisi negatif dan mengedepankan rasa bijaksana serta rendah hati dalam menyikapi berbagai hal.
Q.S. Luqman [31] ayat 13
وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ
إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ
Artinya : Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya: "Wahai anakku !, Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Zaman yang serba canggih sangat rentan dengan perbuatan syirik. Apabila zaman dahulu syirik dilakukan secara terang-terangan dengan menyekutukan Allah, namun syirik yang berkembang saat ini bersifat menyekutukan Allah secara tidak disadari bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan syirik. Hal yang dijumpai pada saat sekarang, terutama pada masa pandemi covid 19 ini, meskipun hal tersebut dianggap biasa, namun sebenarnya perbuatan itu dapat dikategorikan sebagai perbuatan syirik, contohnya: beranggapan bahwa yang menyembuhkan penyakit itu adalah dokter atau obat yang diminum. Padahal dokter atau obat merupakan sarana. Adapun yang menyembuhkan adalah Allah, sebagaimana firmanNya dalam Al-Qur’an surat Asy-Syu’ara [26] ayat 80:
وَإِذَا مَرِضۡتُ فَهُوَ يَشۡفِينِ
Artinya : dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku.
Selanjutnya menganggap tubuh tetap sehat, tidak terpapar virus covid 19, karena pola makan dan rajin berolahraga dengan mengesampingkan pemberi kesehatan, tidak mengakui bahwa hakikatnya yang memberikan kesehatan adalah Allah. Dalam salah satu asma al-husna, Allah bersifat Asy-Syaafi yang berarti Maha Penyembuh atau bermakna sebagai pemberi kesehatan.
Perbuatan syirik pada masa kini yang berkaitan dengan teknologi seperti dengan mendewakan gadget hingga melupakan segala perintah dan larangan Allah. Dengan rasa ketergantungan yang berlebihan terhadap gadget, maka telah memupuk rasa syirik dalam dirinya. Ketika ke luar rumah lupa membawa gadget, merasa ada sesuatu yang kurang dari dirinya. Bahkan dalam gadget itu sendiri banyak konten yang bisa menjerumuskan kepada syirik, seperti adanya konten tentang ramalan, jodoh, nasib dan tayangan film-film horor.
Q.S. Luqman [31] ayat 14
وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٖ وَفِصَٰلُهُۥ فِي عَامَيۡنِ
أَنِ ٱشۡكُرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيۡكَ إِلَيَّ ٱلۡمَصِيرُ
Artinya : Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Kontekstual dari perintah berbuat baik kepada kedua orang tua berlaku baik saat orang tua berada dekat maupun jauh dari anak atau baik masih hidup maupun sudah meninggal. Secara umum berbakti kepada kedua orang tua dapat dilakukan dengan hal-hal seperti; mendoakan orang tua, menyenangkan hati orang tua, tidak menyakiti perasaan orang tua dan tidak membuat susah orang tua. Dengan berbakti kepada orang tua, secara tidak langsung akan melahirkan generasi-genarasi yang berbakti kepada orang tua.
Ketika terjadi wabah covid 19, semua orang dihimbau untuk berdiam diri di rumah masing-masing. Begitu juga dengan para perantau yang jauh dari orang tua. Tradisi mudik dibatasi, bahkan waktu libur bekerja pun tidak bisa menjenguk orang tua. Namun hal tersebut tidak bisa dijadikan halangan untuk tetap berbakti kepada orang tua, karena dengan tidak menemui orang tua saat wabah melanda, hal tersebut merupakan ikhtiar dan bentuk sayang kepada orang tua agar orang tua tidak terpapar oleh virus yang mungkin kita bawa. Masih banyak cara lain untuk berbakti kepada orang tua dengan tanpa berjumpa, diantaranya: dalam bentuk do’a, memberikan hadiah lewat kurir, memberikan uang dengan cara transfer serta pemanfaatan media telekomunikasi.
Banyak hal yang sederhana tapi bisa dilakukan untuk membahagiakan orang tua apalagi di masa pandemi ini, diantaranya; ritun menelpon, memberikan kejutan yang disukai, tidak melupakan momen kebersamaan, memberikan kabar tentang kita, mengemukakan rasa kerinduan, membelikan makanan yang disukai, meluangkan waktu untuk bertemu dan ngobrol, membagi cerita kebahagiaan kita, sekolah sampai mencapai gelar sarjana, mentaati dan selalu patuh kepada mereka, membantu meringankan beban orang tua dan mendo’akan mereka.
Q.S. Luqman [31] ayat 15
وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشۡرِكَ بِي مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٞ فَلَا تُطِعۡهُمَاۖ وَصَاحِبۡهُمَا
فِي ٱلدُّنۡيَا مَعۡرُوفٗاۖ وَٱتَّبِعۡ سَبِيلَ مَنۡ أَنَابَ إِلَيَّۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرۡجِعُكُمۡ فَأُنَبِّئُكُم
بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ
Artinya : Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
Pergaulan merupakan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang tidak mungkin bisa hidup sendirian. Manusia juga memiliki sifat tolong-menolong dan saling membutuhkan satu sama lain. Interaksi dengan sesama manusia juga menciptakan kemaslahatan besar bagi manusia itu sendiri dan juga lingkungannya. Perbedaan keyakinan, dalam hal ini berbeda agama dengan orang tua bukan alasan seorang anak untuk meninggalkan tata karma kepada orang tua. Syekh Nawawi Banten mengatakan bahwa seorang anak harus tetap menjaga interaksi, bercengkrama dengan hangat, santun, sesuai dengan tuntunan akhlaq dan prilaku yang mulia terhadap orang tuanya walaupun berbeda agama. Namun hal itu hanya berlaku pada urusan duniawi, terlepas dari soal keyakinan dan pengamalan agama.
Walaupun berbeda antara anak dengan orang tua, namun dalam pergaulan di dunia, anak harus senantiasa menjaga tali silaturrahim dengan orang tua. Pada saat pandemi covid 19 misalkan, seorang anak walaupun dibatasi dengan situasi dan kondisi, namun hal tersebut tidak tidak boleh menjadi penghalang bagi anak untuk selalu menjalin komunikasi dengan orang tuanya melalui berbagai media, misalkan bisa menyapa orang tua melalui video call atau media lainnya. Bahkan tidak ada salahnya seorang anak misalkan memberikan sesuatu atau hadiah yang bisa menyenangkan hati orang tua, walaupun misalkan jarak memisahkan antara anak dengan orang tua, dengan berbagai kemudahan yang ada seperti sekarang, dengan menjamurnya kurir jasa pengantaran barang, seorang anak bisa menyenangkan orang tuanya dengan mengirim sebuah paket hadiah yang disukai oleh orang tuanya.
Perbedaan agama tidak boleh menjadikan alasan bagi anak untuk membenci atau bahkan menjauhi orang tuanya. Seorang anak dapat menunjukkan baktinya kepada orang tua walaupun berbeda keyakinan dan hal tersebut dibuktikan oleh Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam. Keteladanan Nabi Muhammad Sallallahu alaihi wasallam ditunjukkan ketika beliau berbakti kepada Abu Thalib yang telah mendidik dan mengasuh sejak kecil.
Ada 12 sikap yang diajarkan oleh Imam Al-Ghazali bagaimana kita mengaplikasikan nasihat dari Luqman untuk dikontekstualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
1. Mendengarkan ucapan orang tua,
2. Berdiri ketika orang tua berdiri,
3. Mematuhi perintah orang tua (selama perintahnya tidak bertentangan dengan perintah Allah dan RasulNya),
4. Tidak berjalan di depan orang tua (kecuali kondisi tertentu),
5. Tidak mengeraskan suara melebihi suara orang tua,
6. Menjawab panggilan orang tua,
7. Berupaya keras mengejar keridhoan orang tua,
8. Bersikap rendah hati kepada orang tua,
9. Tidak mengungkit kebaktian terhadap orang tua atau mengungkit ketaatan atas perintah orang tua,
10. Tidak memandang orang tua dengan raut wajah yang murka,
11. Tidak memasamkan wajah di hadapan orang tua,
12. Tidak melakukan perjalanan tanpa izin orang tua.
Q.S. Luqman [31] ayat 16
يَٰبُنَيَّ إِنَّهَآ إِن تَكُ مِثۡقَالَ حَبَّةٖ مِّنۡ خَرۡدَلٖ فَتَكُن فِي صَخۡرَةٍ أَوۡ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ
أَوۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ يَأۡتِ بِهَا ٱللَّهُۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٞ
Artinya : (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
Kontektualisasi dari nilai pendidikan bahwa makhluk Allah selalu ada dalam pengawasanNya, maka hal tersebut akan menanamkan rasa taqwa kepada Allah, khusyu, ikhlas dan berhati-hati dalam menjalani kehidupan. Sikap merasa diawasi oleh Allah merupakan asas untuk semua amalan hati. Apabila dalam hati sudah terpatri bahwa diri selalu ada dalam pengawasan Allah, akan menimbulkan rasa malu, rasa tenang, rasa cinta, tunduk, takut dan pengharapan besar kepada Allah. Maka sangat penting mendidik anak dalam rangka menanamkan rasa bahwa dirinya selalu diawasi oleh Allah, supaya anak terbiasa khusyu, ikhlas dan bertanggungjawab dalam beribadah, sehingga lahirlah generasi yang bertaqwa, ikhlas, jujur, amanah dan menjadikan ibadah dari setiap gerak-geriknya, bahkan jauh dari perbuatan yang tercela.
Pada tanggal 26 November 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan, kemudian pada tanggal 6 Desember 2020 KPK pun menangkap Menteri Sosial, keduanya ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi. Terjadinya perbuatan korupsi di masa pandemi covid 19 merupakan salah satu contoh bahwa dalam diri para koruptor jauh dari rasa bahwa dirinya diawasi oleh Allah, bahkan tidak takut akan murka dari Allah. Ketika Indonesia memiliki KPK yang bertugas mengawasi dan bertindak untuk melakukan penegakan hukum atas koruptor, hal tersebut tidak menjadikan takut pada diri seorang koruptor. Jangankan oleh manusia, oleh Allah pun tidak ada rasa takut pada diri koruptor. Perintiwa ini menandakan jauhnya seseorang dari rasa diawasi oleh sesama manusia, bahkan oleh Allah.
Pakar hukum Universitas Airlangga Surabaya, Suparto menanggapi tertangkapnya pejabat dalam kasus tindak pidana korupsi pada masa pandemi merupakan hal yang brutal, karena Indonesia sedang mengalami kesulitan dalam mengatasi wabah covid 19. Korupsi dalam pandangan hukum Islam pun merupakan perbuatan yang tercela dan menjadikan dosa besar serta dilaknat oleh Allah. Hal tersebut tidak akan terjadi apabila dalam setiap diri pemangku amanah memiliki rasa diawasi oleh Allah. Salah satu kunci agar di dalam diri merasa selalu diawasi oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, maka harus menanamkan kejujuran dalam hati dengan cara bergaul dengan orang-orang jujur, sebagaimana dalam Al-Qur’an surat At-Taubah [9] ayat 119:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَكُونُواْ مَعَ ٱلصَّٰدِقِينَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar
Q.S. Luqman [31] ayat 17
يَٰبُنَيَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَٱنۡهَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَۖ
إِنَّ ذَٰلِكَ مِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ
Artinya : Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Secara ekstern, shalat yang sempurna yaitu sholat dengan seluruh aturan, rukun-rukunnya dan waktu yang telah ditentukan. Adapun secara intern, di dalam sholat terkandung hikmah yang mendalam, melalui sholat yang sempurna akan mencegah diri dari perbuatan keji dan munkar, yang selanjutnya akan membersihkan jiwa, berserah diri, tunduk kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan pada puncaknya akan memperoleh keridloan dari Allah Subhanahu wa ta’ala.
Sebagai seorang muslim wajib menaruh perhatian yang sangat besar dalam menjalankan ibadah sholat dengan sebaik-baiknya, penuh tanggungjawab dan bukan sekedar rutinitas atau penggugur kewajiban. Shalat merupakan salah satu sarana yang paling utama dalam hubungan antara manusia dengan Allah dan sarana komunikasi jiwa manusia dengan Allah.
Secara kontekstual, shalat merupakan sekolah bagi seorang muslim. Melalui perintah shalat, Allah mengajarkan banyak hal. Diantaranya tentang bagaimana manusia mampu untuk beradaptasi dengan segala situasi yang terjadi dan juga mengajarkan menjalani kehidupan dengan tenang, untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup. Di dalam sholat terdapat pendidikan tentang disiplin, kesabaran, pemusatan pikiran, kecerdasan akal, kestabilan emosi, kesehatan fisik dan jiwa. Selain itu di dalam shalat manusia juga diajarkan bagaimana pentingnya berinteraksi dengan manusia untuk membangun integritas sosial yang di dalamnya terdapat pesan mengenai kesatuan, kerukunan masyarakat, tanggung jawab kolektif, kekuatan masyarakat, serta perubahan sosial menuju masyarakat yang lebih baik.
Salah satu syarat sah untuk melaksanakan shalat adalah dengan berwudhu, hal ini sesuai dengan situasi saat ini. Pada masa pandemi covid 19, pemerintah mencanangkan 5M : mencuci tangan, menakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan membatasi mobilisasi/interkasi. Salah satu anjuran tersebut dalam Islam telah dikenal dengan adanya thaharoh atau bersuci. Setiap umat Islam yang akan melakukan shalat, pasti akan melakukan wudhu dan hal tersebut merupakan kontekstualisasi dari nasihat Luqman dalam melaksanakan sholat. Dengan demikian terdapat korelasi antara shalat dengan kesehatan atau kebersihan. Kebersihan dan kesucian sangat menentukan ibadah seseorang ditinjau dari tempat, pakaian dan badan ketika pelaksanaan ibadah, khususnya dalam ibadah shalat.
Selain berdimensi spiritual, shalat juga memiliki dimensi sosial. Dengan demikian, fungsi dari shalat adalah sebagai jembatan menuju kehidupan yang lebih baik. Secara individu maupun sosial, shalat memiliki dampak positif yaitu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Ketika shalat dilaksanakan dengan benar, maka akan tercipta pribadi yang berakhlakul karimah. Selanjutnya shalat memuat pesan kesalehan sosial dalam rangka menciptakan masyarakat yang sadar terhadap pentingnya kehidupan berjamaah yang damai, aman dan tentram. Harmonisasi yang dibangun dalam pelaksanaan shalat berjamaah menyiratkan kehidupan bermasyarakat yang ideal. Memahami berbagai perbedaan dan menyatukannya dalam ketaatan kepada Allah.
Dalam tatana kehidupan sosial, Allah memerintahkan agar setiap manusia bisa saling mengingatkan atau beramar ma’ruf nahyi munkar. Mengajak kepada kebaikan dan mencegah perbuatan yang tercela. Tidak menutup kemungkinan, setiap orang yang mengajak kebaikan dan melarang untuk berbuat kejahatan akan memperoleh tantangan dari orang lain yang merasa tidak sejalan dengan ajakan atau larangannya. Maka dari itu, diperlukan jiwa lapang dengan penuh kesabaran dalam menjalankan perintah Allah tersebut.
Sebagai contoh dalam masa pandemi covid 19, tidak henti-hentinya pemerintah dan para relawan mengajak masyarakat untuk selalu menjaga kesehatan dan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan tersebarnya wabah virus covid 19. Sudah barang tentu dalam fenomena ini akan ada orang yang tidak sependapat dengan anjuran yang telah ditetapkan, namun hal tersebut harus dilakukan dengan penuh kesabaran demi kemaslahatan bersama. Sebagai masyarakat, maka sepatutnya kita mengikuti anjuran tersebut sebagai warga yang baik, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa [4] ayat 59:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ
فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Q.S. Luqman [31] ayat 18
وَلَا تُصَعِّرۡ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمۡشِ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًاۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ
كُلَّ مُخۡتَالٖ فَخُورٖ
Artinya : Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Indikasi orang yang sombong adalah orang yang gemar melakukan kekejaman di muka bumi dan suka berbuat zhalim terhadap orang lain. Dan sifat sederhana mencerminkan rasa rendah hati yang membawa seseorang kepada kebaikan. Perilaku yang dinasihatkan Luqman dalam ayat ke-18 ini pada masa kini ditampakkan oleh Allah dengan diturunkannya sebuah virus corona yang berukuran kecil. Untuk menangani virus tersebut, manusia di seluruh dunia berusaha mengatasinya, namun belum banyak membuahkan hasil. Faktanya hingga kini korban masih banyak berjatuhan. Bukan hanya masyarakat biasa, bahkan para tenaga medis pun berguguran. Dengan keadaan peradaban yang semakin maju, ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan di bidang medis semakin canggih, belum mampu menangani virus yang diturunkan oleh Allah. Hal ini menandakan betapa lemahnya manusia di hadapan Allah, tidak ada gunanya untuk berbuat angkuh dan sombong. Jangankan merasa mampu untuk melawan siksa dari Allah, dengan hanya diturunkannya virus corona ini, manusia tidak berdaya.
Dengan kesombongan dapat menghapus segala amal ibadah makhluk Allah Subhanahu wa ta’ala, bahkan mengurangi sisi kemuliaan makhluk. Sebagaimana disinyalir di dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf [7] ayat 13:
قَالَ فَٱهۡبِطۡ مِنۡهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَن تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَٱخۡرُجۡ إِنَّكَ مِنَ ٱلصَّٰغِرِينَ
Artinya : Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina".
Namun sebaliknya, apabila dalam menghadapi segala sesuatu terlebih masa kini pada masa pandemi dihadapi dengan sikap yang jauh dari kesombongan, sebagai ikhtiar bagi makhluk agar Allah Subhanahu wa ta’ala mengangkat segala cobaan atau bencana yang sedang melanda maka harus dihadapi dengan penuh rasa pasrah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, sebagimana dalam Al-Qur’an surat At-Taubah [9] ayat 129:
فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَقُلۡ حَسۡبِيَ ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۖ عَلَيۡهِ تَوَكَّلۡتُۖ وَهُوَ رَبُّ ٱلۡعَرۡشِ ٱلۡعَظِيم
Artinya : Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung".
Q.S. Luqman [31] ayat 19
وَٱقۡصِدۡ فِي مَشۡيِكَ وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٰتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِير
Artinya : Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Apabila ayat ke-19 ini dikontekstualisasikan dengan keadaan sekarang, penulis melihatnya ada dua nilai pendidikan yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu sederhana dalam segala hal dan proporsional di dalam berbicara. Hidup sederhana berarti tidak berlebihan atau qona’ah, merasa cukup atas segala anugerah yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Ketika wabah melanda Indonesia bahkan dunia, sikap sederhana ini sangat berperan penting untuk menjaga rasa keputusasaan dan kegelisahan atas keadaan yang ada. Pada masa yang sedang serba susah khususnya di bidang ekonomi, bahkan diberbagai bidang lainnya, hidup sederhana sangat membantu untuk kelangsungan kehidupan di masa sulit. Maka sangat disayangkan apabila ketika di masa sulit, di masa wabah melanda, ada orang yang berbuat korupsi, hal tersebut terjadi karena hidupnya tidak merasa cukup atas anugerah dari Allah Subhanahu wa ta’ala hidupnya berlebihan dan jauh dari sikap sederhana. Sedangkan Allah Subhanahu wa ta’ala sangat tidak menyukai orang yang berlebihan, sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-An’am [6] ayat 141 :
وَهُوَ ٱلَّذِيٓ أَنشَأَ جَنَّٰتٖ مَّعۡرُوشَٰتٖ وَغَيۡرَ مَعۡرُوشَٰتٖ وَٱلنَّخۡلَ وَٱلزَّرۡعَ مُخۡتَلِفًا أُكُلُهُۥ وَٱلزَّيۡتُونَ وَٱلرُّمَّانَ مُتَشَٰبِهٗا وَغَيۡرَ مُتَشَٰبِهٖۚ كُلُواْ مِن ثَمَرِهِۦٓ إِذَآ أَثۡمَرَ وَءَاتُواْ حَقَّهُۥ يَوۡمَ حَصَادِهِۦۖ وَلَا تُسۡرِفُوٓاْۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ
Artinya : Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
Hal yang ke dua adalah harus proporsional dalam berbicara, artinya setiap orang harus berhati-hati dalam mengeluarkan statemen dan pemerintah harus bijaksana dalam mengambil langkah keputusan. Pada masa pandemi covid 19, setiap pemangku kepentingan harus berpikir keras dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan mencegahan virus covid 19. Jangan sampai keputusan yang diambil dapat menimbulkan kecemasan di tengah-tengah masyarakat. Begitu juga dalam pemberitaan, media harus mengabarkan berita yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat. Bahkan dengan adanya sosial media yang selalu dipantau oleh para netizen. Seyogyanya pengguna sosial media dapat memanfaatkannya dengan bijak, berbicara secara proporsional. Apalagi dengan adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik pada Pasal 27 ayat 3 UU ITE menyebutkan: “melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Terkadang dewasa ini, masih banyak orang yang dengan sengaja membuat ungkapan hatinya dengan menebar status di media sosial, tanpa mempertimbangkan akibat dari tulisannya tersebut. Sehingga ada pihak yang merasa tersindir atau bersikap suudzon kepada penulis status tersebut. Hal inilah yang perlu dijaga agar setiap apapun yang ditulis tidak menimbulkan prasangka buruk dari orang lain. Uraian di atas juga ada korelasinya dengan apa yang jelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat [49 ] ayat 12 :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ وَ لَا تَجَسَّسُواْ
وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتٗا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٞ رَّحِيمٞ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen ulasannya, Pak. Salam literasi
Alhamdulillah, terimakasih kang
Terimakasih ilmu nya,smoga bermanfaat
terimakasih kembaliAamiiin
Semoga bermanfaat bagi umat
Semoga bermanfaat bagi umat
Semoga bermanfaat bagi umat