DEWI ASTUTI

Guru kelas 5 SDN Sumedangan 2 Kec. Pademawu Kab. Pamekasan l Pemerhati anak dan lingkungan - pengurus MP2 (Media Pramuka Pamekasan) l Instagram @dewiii3_ ...

Selengkapnya
Navigasi Web
MENUNGGU RINDU

MENUNGGU RINDU

 

Seperti kebanyakan anak muda lainnya. Ketika hari libur menyapa, mereka mengatur rencana untuk liburan. Benar saja kala itu Dias mendapat tawaran teman ada paket liburan ke pantai. Dias pun tertarik, tapi ia tidak lantas memutuskan untuk ikut. Ia menyampaikan pada temannya untuk meminta persetujuan ibunya terlebih dahulu. Kalau disetujui ia akan ikut, kalau tidak diizinkan ia menolak tawaran itu.

 

Rupanya Dias diizinkan. Ibunya sadar bahwa putrinya butuh hiburan. Karena hampir setahun ia belum pernah keluar mengajaknya liburan. Pada kesempatan tersebut Dias tidak sendiri tapi ada sekitar 15 orang teman lainnya.

 

Acara belum benar-benar usai. Tapi Dias hendak berpamitan pada teman-temannya. Izin untuk pulang lebih dulu. Ia teringat janji pada ibunya bahwa ia akan pulang sebelum dhuhur. Teman-temannya pun ada yang mencoba membujuknya untuk jangan pulang dulu. Tersisa satu satu acara lagi. Dias bersikukuh dan menyampaikan permintaan maafnya pada semua teman-temannya.

 

“Maaf teman-teman, aku sudah bilang pada ibu akan pulang sebelum dhuhur. Dan ini sudah dhuhur. Ibuku pasti menungguku di pintu rumah. Ia pasti sudah membukakan pintu untukku. Aku tidak enak padanya jika tidak segera pulang.”

 

Teman-temannya pun faham. Memang ibu Dias pada semua anak-anaknya begitu. Selalu menunggu, membukakan pintu untuk anaknya. Alasannya cukup simple, agar motor yang dipakai bisa langsung masuk garasi. Kebiasaan ini menimbulkan rasa bersalah pada Dias dan saudaranya jika pulangnya tidak tepat waktu.

 

Dalam perjalanan pulang, langit tiba-tiba berubah mendung. Dias segera mengeluarkan jas hujan untuk bersiap-siap jika hujan turun. Benar saja, baru hendak mengendarai motor sekitar 20 meter, hujan deras turun. Ia pun segera mengenakan jas hujan dan melanjutkan perjalanan.

 

Dari kejauhan, 15 meter menuju rumah Dias melihat pintu rumah terbuka. Ternyata ibu sudah benar-benar menunggu dirinya di samping pintu mengenakan mukena putih. Rupanya ibu baru selesai sholat dhuhur.

“Assalamu’alaikum, maaf telat buuu”, ucap Dias.

“Ndak apa-apa..kan hujan”, jawab ibu.

“Ibu sudah membukakan pintu dari tadi yaah?”, tanya Dias sambil mencium tangan ibunya.

“Ndaak.…barusan kok. Tadi ibu masih sholat. Selesai sholat baru ibu buka pintu.”

“Terima kasih buu.. kalau ibu capai, tidak apa biar Dias yang buka pintu sendiri bu.”

 

(Beberapa hari kemudian)

Pagi-pagi hp ibu berbunyi nada dering pesan. Ibu mendapat pesan bahwa ada pengajian dasa wisma di rumah temannya, sore itu. Biasanya dimulai jam 15.30 WIB hingga 17.00 WIB.

 

Seperti kebiasaan ibu, rupanya membukakan pintu ini ingin Dias tiru. Ia pun meniru kebiasaan baik ibunya ini. Selesai sholat, Dias pun membukakan pintu garasi agar motor ibu mudah masuk. Sambil menunggu ibu, ia menyapu dedaunan yang jatuh karena terpaan angin.

 

Hingga menjelang maghrib, ibu Dias tidak kunjung datang. Dias hendak menutup sedikit pintu garasi dan hendak sholat maghrib. Setelah sholat, tiba-tiba terdengar suara motor datang. Sambil mengenakan mukena ibunya, Dia segera beranjak dari musholla hendak membukakan pintu lebar-lebar. Ia tak ingin ibunya sendiri yang membuka pintu. Ternyata yang datang bukan ibunya tetapi pamannya.

“Oh tak kira ibuk. Ternyata paman”, ucap Dias. Pamannya hanya membalas dengan senyuman.

Tidak lama kemudian ada mobil putih dengan plat nomor merah datang. Ternyata ibu Dias mengalami kecelakaan ketika hendak pulang dari pengajian. Kata tukang becak yang melihat mengatakan bahwa motor ibunya oleng sebelum akhirnya terjatuh. Kemungkinan karena ibu pusing. “Untung saja saat itu menjelang maghrib. Kondisi di jalan tidak begitu ramai. Ibumu mengalami kecelakaan tunggal”, ucap tukang becak yang menemani jenazah ibu di dalam mobil.

 

Dias tak dapat berkata apapun. Ia seperti mendapat tamparan keras. Pertama kali membukakan pintu untuk ibunya ternyata ibunya sudah dalam keadaan tidak bernyawa. Kenapa ia baru sadar hari itu untuk membukakan pintu. Padahal ibu berkali-kali membukakan pintu untuk dirinya. Dias pun menangis tersedu sambil berbisik pada telinga ibunya “Ibuu…hari ini aku menunggumu di pintu. Bangunlah.”

 

Memang kadang kita sebagai anak, sering kali lupa akan kebiasaan-kebiasaan kecil yang membuat hubungan orang tua dan anak harmonis. Tak ada yang lebih indah dari kasih sayangmu ibuu.. 

 

PROFIL PENULIS

Nama penulis Dewi Astuti. Lahir di Kabupaten Pamekasan, 3 Maret. Saat menulis ini, penulis menjadi guru kelas 5 di SDN Sumedangan 2 Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan Provinsi Jawa Timur. Alamat e-mailnya [email protected]. Nomor WA 087752030105.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post