Dadang

Dadang, MM Lahir di Bandung, tahun 1962 S2 Lulus tahun 2005, di Bogor Pengawas Sekolah Dasar Disdik Kab Bogor Tempat kerja UPTD Kecamatan Pamijahan...

Selengkapnya
Navigasi Web
KUJANG SENJATA KHAS SUKU SUNDA YANG PERLU DIKENALKAN PADA GENERASI MUDA JAWA BARAT
Oleh: Dadang, S. Pd., MM

KUJANG SENJATA KHAS SUKU SUNDA YANG PERLU DIKENALKAN PADA GENERASI MUDA JAWA BARAT

Masyarakat Jawa Barat yang didominasi suku Sunda dan tersebar dari mulai sebelah Baratnya Provinsi Banten hingga ke sebelah Timurnya wilayah Banjar dengan ciri dan ke-khasan yang sama akan pengetahuan pada senjata tradisionalnya yang disebut kujang.

Bogor salah satu wilayah yang ada di Jawa Barat merupakan daerah pemerintahan yang dengan komitmennya pada senjata khas tradisional Jawa Barat yakni Kujang telah memberikan konstribusi historis akan keluhuran senjata Nenek moyang itu dengan menggunakannya sebagai simbol keluhuran baik berbemtuk logo pemerintahan bahkan simbol maskot kotanya.

Dibalik karakter masyarakat Bogor yang memiliki ketajaman dan daya kritis dalam kehidupan yang tetap dipertahankan itu ternyata ada korelasinya dengan lambang senjata tradisional Kujang yang tegak berdiri di atas tugu Pusat Kota Bogor.

Gb. 1. Tugu Kujang di Kota Bogor

Senjata Tradisional Kujang

Kujang, adalah sebuah senjata unik dari daerah Jawa Barat. Diperkirakan, Kujang mulai dibuat sekitar abad ke-8 atau ke-9, bahannya terbuat dari besi, baja dan bahan pamor, adapun ukuran panjangnya sekitar 20 sampai 25 cm dan beratnya sekitar 300 gram.

Kujang merupakan pakakas (perkakas) yang mencerminkan ketajaman dan daya kritis dalam kehidupan juga melambangkan kekuatan dan keberanian untuk melindungi hak dan kebenaran. Menjadi ciri khas, baik sebagai senjata, alat pertanian, perlambang, hiasan, senjata perang, ataupun cindera mata.

Identik dengan senjata tradisional kaum petani, segala filosofi senjata khas Sunda ini berakar pada budaya pertanian. Masyarakat Sunda memandang kujang sebagai refleksi ketajaman dan daya kritis, serta lambang kekuatan dan keberanian untuk memperjuangkan hak-hak dan kebenaran. Karakteristik kujang menyerupai celurit, dengan bilah pisaunya yang berbentuk sabit. Kujang sendiri berasal dari kata ujang, yang berarti manusia.

Pada mitologinya, banyak makna yang tersirat pada senjata yang dikenal di abad ke-9 ini. Bukan hanya sekedar piranti untuk berperang atau sebagai alat tani, tetapi juga berfalsafah sebagai janji untuk meneruskan perjuangan nenek moyang. Bagaimana cara untuk memperjuangkannya? Janji Kujang adalah selalu menggenggam erat ciri-ciri manusia dan bangsa, yaitu ciri manusia yang welas asih, beretika, berbudi daya, dan berbudi basa, serta ngajeni tubuhnya. Sedangkan ciri bangsa disebut ada lima, yaitu rupa, basa, adat, aksara dan budaya. (Majalah Tamasya Edisi Mei 2014 | www.majalah-tamasya.com )

Dari sebuah catatan sejarah, menurut Sanghyang Siksakandang karesian pupuh XVII, kujang adalah senjata kaum petani dan memiliki akar pada budaya pertanian masyarakat Sunda.

Istilah "kujang", Secara etimologis berasal dari kata kudihyang. Kudi merupakan kata dalam bahasa Sunda Kuno yang berarti senjata dengan kekuatan gaib dan sakti. Kata Hyang juga berasal dari bahasa Sunda Kuno yang berarti dewa/dewi. Dan ada sumber lain menyatakan bahwa Kujang berasal dari kata Ujang, yang artinya manusia.

Secara umum, Kujang mempunyai arti sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (Hyang), dan sebagai sebuah senjata, sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda). Sebagai lambang atau simbol dengan nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta pemerintahan. Di samping itu, Kujang pun dipakai pula sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan tentunya dipakai pula oleh Pemda Provinsi Jawa Barat, salah satunya Pemerintah Kabupaten Bogor.

Gb.1. Logo Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor

Dahulu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Keterangan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kandang Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah di antaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.

Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat Sunda, Kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang memiliki nilai simbolik, nilai karya budaya dan sakral. Bentuk baru dari kujang tersebut seperti yang kita kenal saat ini diperkirakan lahir antara abad ke 9 sampai abad ke 12.

Bagian-bagian Kujang

Secara umum, kujang memiliki sisi tajaman dan bagian-bagian lain seperti:

- papatuk/congo (ujung kujang yang menyerupai panah),

- eluk/silih (lekukan pada bagian punggung),

- tadah (lengkungan menonjol pada bagian perut) dan

- mata (lubang kecil yang ditutupi logam emas dan perak).

Selain dari bentuknya yang unik, bahan baku kujang cenderung tipis, bersifat kering, berpori dan banyak mengandung unsur logam alam.

Bentuk dan Fungsi Kujang

Kujang memiliki beragam fungsi dan bentuk. Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat antara lain:

1. Kujang Pusaka (lambang keagungan dan perlindungan),

2. Kujang Pangarak (untuk berperang),

3. Kujang Pakarang (sebagai alat upacara) dan

4. Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang).

Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada 6 (enam) macam antara lain:

1. Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan),

2. Kujang Ciung (menyerupai burung ciung),

3. Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango),

4. Kujang Badak (menyerupai badak),

5. Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga) dan

6. Kujang Bangkong (menyerupai katak).

Di samping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan.

Sejarah Bentuk Kujang

Nilai Kujang dianggap sebagai sebuah jimat atau azimat, pertama kali muncul dalam sejarah Kerajaan Padjadjaran Makukuhan dan Panjalu. Tepatnya pada masa pemerintahan Prabu Kudo Lalean (disebut juga Prabu Kuda Lelean di tanah Sunda dan Kerajaan Panjalu Ciamis). Prabu Kuda Lelean / Kudo lalean juga dikenal sebagai Hyang Bunisora dan Batara Guru di Jampang karena menjadi seorang petapa atau resi yang mumpuni di Jampang (Sukabumi).

Maka dari sejak itulah, Kujang secara berangsur-angsur dipergunakan para raja dan bangsawan Kerajaan itu sebagai lambang kewibawaan dan kesaktian. Suatu ketika, Prabu Kudo Lalean sedang melakukan tapa brata di suatu tempat. Dari hasil tapanya itu, sang prabu mendapat wangsit untuk mendesain ulang bentuk Kujang, yang selama ini dipergunakan sebagai alat pertanian.

Anehnya, desain terbaru yang ada di benak sang Prabu, bentuknya mirip dengan Pulau “Djawa Dwipa”, yang dikenal sebagai Pulau Jawa pada masa kini. Nah, setelah mendapat wangsit itu, segera prabu Kudo Lalean menugaskan Mpu Windu Supo, seorang pandai besi dari keluarga kerajaan. Mpu Windu Supo diminta untuk membuat mata pisau seperti yang ada di dalam pikiran sang Prabu. Mulanya, Mpu Windu Supo gusar soal bentuk senjata yang mesti dibuatnya. Maka sebelum melakukan pekerjaan, Mpu Windu Supo melakukan meditasi, meneropong alam pikiran sang prabu. Akhirnya didapatlah sebuah bayangan tetang purwa rupa (prototype) senjata seperti yang ada dalam pikiran Kudo Lalean.

Setelah meditasinya usai, Mpu Windu Supo memulai pekerjaannya. Dengan sentuhan-sentuhan magis yang diperkaya nilai-nilai filosofi spiritual, maka jadilah sebuah senjata yang memiliki kekuatan tinggi. Inilah sebuah Kujang yang bentuknya unik, dan menjadi sebuah objek bertenaga gaib. Senjata ini memiliki 2 buah karakteristik yang mencolok. Bentuknya menyerupai Pulau Jawa dan terdapat 3 lubang di suatu tempat pada mata pisaunya. Inilah sebuah senjata yang pada generasi mendatang selalu berasosiasi dengan Kerajaan Padjadjaran Makukuhan.

Bentuk Pulau Jawa sendiri merupakan filosofi dari cita-cita sang Prabu, untuk menyatukan kerajaan-kerajaan kecil tanah Jawa menjadi satu kerajaan di bawah kekuasaan Raja Padjadjaran Makukuhan. Sementara tiga lubang pada pisaunya melambangkan Trimurti, atau tiga aspek Ketuhanan dari agama Hindu, yang juga ditaati oleh Kudo Lalea. Tiga aspek Ketuhanan menunjuk kepada Brahma, Vishnu, dan Shiva. Trinitas Hindu (Trimurti) juga diwakili 3 kerajaan utama pada masa itu. Kerajaan-kerajaan itu antara lain Pengging Wiraradya, yang berlokasi di bagian Timur Jawa; Kerajaan Kambang Putih, yang berlokasi di bagian Utara Jawa, dan Kerajaan Padjadjaran Makukuhan, berlokasi di Barat.

Berangsur-angsur bentuk Kujang berkembang lebih jauh pada generasi berikutnya. Model-model yang berbeda bermunculan. Ketika pengaruh Islam tumbuh di masyarakat, Kujang telah mengalami reka bentuk menyerupai huruf Arab “Syin”. Ini merupakan upaya dari wilayah Pasundan, yakni Prabu Kian Santang (Dikenal juga dengan Nama Prabu Borosngora, dan Bunisora Suradipati dari kerajaan panjalu), yang berkeinginan meng-Islamkan rakyat Pasundan. Akhirnya filosofi Kujang yang bernuansa Hindu dan agama dari kultur yang lampau, direka ulang sesuai dengan filosofi ajaran Islam. Syin sendiri adalah huruf pertama dalam sajak (kalimat) syahadat di mana setiap manusia bersaksi akan Tuhan yang Esa dan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Dengan mengucap kalimat syahadat dan niat di dalam hati inilah, maka setiap manusia secara otomatis masuk Islam.

Manifestasi nilai Islam dalam senjata Kujang adalah memperluas area mata pisau yang menyesuaikan diri dengan bentuk dari huruf Syin. Kujang model terbaru seharusnya dapat mengingatkan si pemiliknya dengan kesetiannya kepada Islam dan ajarannya. Lima lubang pada Kujang telah menggantikan makna Trimurti. Kelima lubang ini melambangkan 5 tiang dalam Islam (rukun Islam). Sejak itulah model Kujang menggambarkan paduan dua gaya yang didesain Prabu Kudo Lalean dan Prabu Kian Santang. Namun wibawa Kujang sebagai senjata pusaka yang penuh “kekuatan lain” dan bisa memberi kekuatan tertentu bagi pemiliknya, tetap melekat.

Dalam perkembangannya, senjata Kujang tak lagi dipakai para raja dan kaum bangsawan. Masyarakat awam pun kerap menggunakan Kujang sama seperti para Raja dan bangsawan. Di dalam masyarakat Sunda, Kujang kerap terlihat dipajang sebagai dekorasi rumah.

Konon ada semacam keyakinan yang berkait dengan keberuntungan, perlindungan, kehormatan, kewibawaan dan lainnya. Namun, ada beberapa (mythos) yang dianggap sebagai pantangan yang tak boleh dilakukan. Yakni memajang Kujang secara berpasangan di dinding dengan mata pisau yang tajam sebelah dalam saling berhadapan. Ini merupakan tabu atau larangan. Selain itu, tidak boleh seorangpun mengambil fotonya sedang berdiri di antara 2 Kujang dalam posisi tersebut. Kabarnya, ini akan menyebabkan kematian terhadap orang tersebut dalam waktu 1 tahun, tidak lebih tetapi bisa kurang.

Generasi muda Jawa Barat perlu tahu

Dengan memperhatikan keberadaan, bukti peninggalan historis, kandungan filosofis religius tentang senjata tradisional Kujang ini, maka sudah menjadi kewajiban bagi kita yang sedikit mengetahui dan memahami kegunaan atau fungsi sejarah kehadiran senjata tradisional Kujang yang berasal dari masyarakat Jawa Barat bahkan tataran wilayah Nasional juga mengetahuinya, sudah selayaknya memberikan informasi faktual terhadap generasi muda khususnya Jawa Barat. Informasi tentang Kujang ini perlu disampaikan kepada mereka (generasi muda ) dengan alasan adanya kekhawatiran akan hilangnya karya luhur Budaya Sunda yang sarat dengan makna ini oleh gelombang Hightech yang melanda gaya hidup generasi muda sekarang.

Oleh sebab itu hanya melalui jalur pendidikan segala informasi ini akan sampai kepada anak-anak didik kita sebagai generasi penerus bangsa yang besar ini, sebab suatu bangsa bisa menjadi besar karena proses pendidikanlah penenentu utamanya.

Demikian sekilas tentang Kujang senjata khas suku Sunda yang perlu dikenalkan pada Generasi muda Jawa Barat, semoga menjadi bahan tambahan bacaan yang bermanaat bagi para pembaca khususnya generasi muda Sunda.

Bahan Bacaan

https://regional.kompas.com/read/2017/10/16/11373941/kujang-itu-simbol-kedaulatan-sebuah-negara?page=all. Diakses 14 Nopember 2019

Majalah Tamasya Edisi Mei 2014 | www.majalah-tamasya.com.

https://www.house-indonesia.com/id/inspired/magazine/685/kujang-,-senjata-tradisional-indonesia. Diakses 12 Agustus 2020

https://id.wikipedia.org/wiki/Kujang. Diakses 08 Desember 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post