Mendung bergulung-gulung di langit. Hujan tiada berhenti sejak sore tadi. Adzan Isya sudah berkumandang. Dengan gelisah kusibak korden jendela ruang tamu. Aku begitu resah, suamiku belum juga pulang dari sawah. Ku elus kandunganku yang mulai membesar, sangat sepi suasana malam ini, suara kendaraan orang lewatpun tidak terdengar, hanya suara jangkrik yang melengking tinggi menambah mencekamnya malam. Tubuhku terasa penat sekali. Punggungku terasa sakit, mungkin karna efek hamil. Biasanya suamiku lah yang membaluri punggungku ini dengan minyak kayu putih, namun sampai detik ini dia belum kembali. 

Lamunanku buyar, saat kudengar suara motor masuk halaman. Ku intip dari balik korden siapa yang datang, seorang laki-laki tergopoh-gopoh masuk teras rumah, bajunya basah terkena lumpur sawah. Tangan kanannya membawa cangkul. Caping menghias kepalanya. "Assalamu'alaikum dek, ini aku dek".Aku segera membuka pintu, Aku begitu terperangah melihatnya," Kok ga jawab salamku dek? ".. " Ehhh iya Wa'alakumslm ".Segera kuraih tangannya, ingin kutempellkan di keningku seperti biasanya, tapi dia menolak, " Jangan dulu dek, tanganku kotor, banyak kuman, aku mandi dulu ya, "Udah sholat Isya dek? Kita jama'ah ya? " Iya, "jawabku singkat. Segera ku beranjak ke dapur, aku ingin membuatkan suamiku minuman hangat kesukaannya, secangkir kopi. Dia pasti kedinginan dengan baju basah kuyup seperti itu. Semoga kopi mampu menghangatkan tubuhnya. Kulihat dia suka ngopi. Kujerang air di ketel kusiapkan cangkir dan kuisi cangkir itu dengan kopi. Keraguan merasuki diriku tatkala ingin memasukkan kopi dan gula dalam cangkir, aku benar-benar tidak tahu komposisi perbandingan kopi dan gula seleranya. Ini kopi pertama yang kubuat untuknya. Beberapa bulan menikah dengannya aku memang tak pernah melayaninya dengan baik. Tak pernah mencuci menyetrika bajunya, tak pernah nyemir sepatunya, tak pernah masak untuknya, tak pernah bersih-bersih rumah.Dia sendiri yang melakukannya. 

Kaki penulis kram

Bersambung dulu ya, maklum bumil