Crysna Rhany Ningrum

Saya hanyalah seorang guru dari kota kecil yang tidak punya banyak harta untuk berbagi...tapi memiliki sebidang lahan di hati yg sangat luas untuk berbagi ilmu....

Selengkapnya
Navigasi Web

Tanpa Tawaran

#cerita_crysna

Tanpa Tawaran

"Eh, Mas. Stop ... Stop. Balik lagi!"

"Kenapa, Ma?"

"Itu, Mama mau beli bawang merah."

"Bukannya di rumah masih, Ma? Kan kemarin Mama barusan beli."

"Sudah, nggak apa-apa. Mama ingin beli lagi pokoknya."

Akhirnya dengan wajah tak paham, anak sulung kami memutar balik kendaraan kami menuju penjual bawang merah yang saya tunjuk.

Seorang wanita usia sekitar tujuh puluhan tampak sedang menanti pembeli. Di sebelahnya tampak beberapa kilogram bawang merah dan bawang putih. Tubuhnya yang kurus makin kelihatan kering menantang sinar matahari yang sangat terik siang tadi.

Matanya sontak berbinar ketika mendengar saya langsung meminta dua kilogram bawang merah tanpa menanyakan berapa harganya terlebih dahulu.

"Nek, bawang merahnya dua kilo, ya."

"Oh iya, Bu. Harganya dua puluh dua ribu rupiah per kilonya, Bu."

"Iya, nggak apa-apa. Saya beli dua kilo, ya." jawab saya dengan tersenyum.

Segera saja saya menyerahkan selembar uang.

"Laris ... Laris ... Laris ...." ucap nenek tersebut sambil menepuk dagangannya dengan selembar uang yang saya berikan.

"Sudah laku berapa kilo hari ini, Nek?"

"Baru dua kilo ini yang terjual, Bu. Alhamdulillah, bisa buat beli beras."

Matanya yang bening tampak bersinar terang. Mata yang begitu tajam menusuk seluruh ruas kepongahan saya yang menganggap beras bukanlah barang mewah. Mungkin bagi nenek ini, beras sama berharganya dengan berlian atau uang milyaran. Ia begitu mensyukuri nikmat sekecil apapun. Keikhlasannya dalam menikmati hidup sangat membuat saya iri.

Orang segigih nenek ini pantang untuk dikasihani. Mereka tidak mau mengemis dan selalu mengharamkan dirinya untuk meminta-minta. Salah satu cara saya membantunya adalah dengan membeli barang dagangannya, meskipun saya tidak terlalu membutuhkan barang tersebut.

Kami pun kemudian meninggalkan nenek tersebut setelah menerima kembalian.

"Ma, kenapa belinya tidak ditawar? Kalau mahal, bagaimana?" tanya putra pertama kami.

Mendengar pertanyaannya, saya hanya tersenyum. Sembari mengeraskan suara di dekat telinganya karena kami sedang naik sepeda motor, saya pun menjawab pertanyaannya.

"Kalau kita ke mall, apa kita pernah menawar, Mas?

Kalau kita makan di rumah makan mahal atau sekedar minum secangkir kopi di cafe, apa kita juga pernah menawar, Mas?

Padahal, keuntungan mereka puluhan sampai ratusan ribu rupiah per item, kan?

Nenek itu paling untungnya berapa. Seribu, dua ribu, paling banyak lima ribu rupiah per kilonya. Itu juga tidak semua dagangannya habis terjual, kan?

Sampai siang begini, dagangannya juga masih banyak, kan?"

Anak saya hanya terdiam sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Dari spion sepeda motor, saya bisa melihat dengan jelas ia sedang mengernyitkan dahi. Wajahnya terlihat mencoba memahami karakter emak-emak yang tiba-tiba luluh tanpa penolakan ketika penjual memberi tahu harga dagangannya.

"Terus, kenapa kok kembaliannya tidak diberikan saja, Ma?"

"Mama tidak ingin merendahkannya, Mas. Mama berusaha menghormatinya. Memberikan kembalian terkadang bisa melukai perasaannya. Orang tua itu peka hatinya, Mas. Dia tidak mau dianggap sebagai peminta-minta ataupun pencari belas kasihan."

Anak lelaki kami pun akhirnya paham dengan apa yang saya lakukan hari ini. Peka terhadap keadaan sekitar adalah hal yang dibutuhkan semesta ini. Berbuat baik tanpa merendahkan akan membuat semua bisa tersenyum bahagia.

"Semoga dagangan nenek tadi laku, ya, Ma."

"Aamiin." jawabku mengakhiri pembicaraan kami.

Malam ini, sekilo bawang merah yang sudah saya goreng sesorean tadi, resmi menjadi teman makan favorit kami untuk beberapa hari ke depan.

Alhamdulillah.

Ponorogo, 13 September 2020.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post