Nunung Nurrohmatul Ummah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
BUAT PR ITU SEPERTI MEMBAJAK SAWAH TANPA SAPI

BUAT PR ITU SEPERTI MEMBAJAK SAWAH TANPA SAPI

“PR ini sudah diberikan seminggu yang lalu, Drajit! Dan kamu masih tetap belum menyelesaikannya!!!” teriak pak Umar yang bukan Bakri.

“Maaf Pak, PR yang lain juga banyak. Saya lupa mengerjakan PR Bapak.”

Maka hari itu pak Umar tidak memberikan PR. Beliau memberikan pengantar seperlunya dan meminta anak mencari di berbagai sumber untuk menjawab pertanyaan untuk latihan materi selanjutnya.

Satu pekan kemudian inilah dialog yang terjadi.

“Drajit, pekerjaanmu sama persis dengan punya Maylan! Nyontek dibiasakan! Maylan salah pun kamu ikuti. Sana bersihkan ruang perpustakaan.”

Saya mendengar cerita itu dari Pak Umar beberapa waktu silam. Saya tidak banyak memberi komentar kecuali, “Ya Pak, anak-anak sekarang sekarang memang harus lebih sering diingatkan.”

Sebenarnya, dalam diam saya mengingat diri saya sendiri, tugas administrasi mengajar belum juga tuntas. Deadline sudah lewat. Ketika ada teguran saya hanya download dan ganti identitas saja, tanpa melakukan penyesuaian dengan metode, sumber belajar dan karakter siswa saya. Demikian juga ketita di kelas, beberapa kali saya meminjam alat tulis ini dan itu ke siswa, saya tidak menyiapkannya dari rumah. Dan saya menganggapnya biasa. Materi dan media pembelajaran juga seringkali lupa. Akhirnya yang dijalankan adalah skenario alternatif yang tentunya jadi tidak seefektif yang diharapkan. Harusnya bawa kartu soal ternyata lupa bawa, bahkan memang lupa membuatnya. Lalu apa bedanya saya dengan Drajit?

Seiring berjalannya waktu saya semakin merenungi ketidakpatutan saya. Jika Drajit yang melakukan ketidakdisiplinannya dalam melakukan kegiatan di luar jam pelajaran, katakanlah PR, akibatnya hanya menimpa Drajit sendiri. Namun, ketika saya yang melakukan maka berdampak pada ratusan siswa yang diamanahkan pada saya. Pembelajaran saya jadi kurang bahkan tidak bermakna. Muridku jadi kurang mengerti sehingga tidak dapat memanfaatkan ilmu yang kuajarkan. Ya Tuhan, Allah yang Maha Pengampun, ampunilah hambaMu ini.

Dan, akibat ketidak disiplinan saya mengerjakan tugas ini, saya akan panen derita di saat-saat tertentu yang datangnya musiman. Ketika musim akreditasi tiba, saya harus membayarnya dengan lembur beberapa malam untuk melengkapi administrasi yang tercecer. Ada juga yang memang belum dibuat sama sekali. Kedua, ketika menghadapi UN juga harus melakukan bimbingan belajar romusha. Mengapa Romusha? Karena menerangkan materinya dari nol lagi seolah-olah belum mendapat pembelajaran materi tersebut! Padahal kalu tiap hari dipahamkan, gak perlu bimbel terus menerus.

Beginilah, rutinitas yang sebenarnya untuk kebaikan diri jika dilakukan akan memberikan efek yang jauh lebih baik. Namun ketika hendak melakukannya sangat berat. Jadi seperti beban tak tertanggung. Ibaratnya membajak sawah tanpa sapi, kitalah sapinya. Menyangga bajaknya, tanah berlumpur, panas terik, ih, beraaat pokoknya.

Lebay? YA! Memang kita terlalu lebay memandang kewajiban kita. Padahal hanya agak berat di awal, kalau sudah terbiasa, akan meluncur mulus, syuuurrr. Semanagt!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Reflective teacher. Love you, Bu ....

10 Mar
Balas

Love you, too, n much

24 Dec
Balas



search

New Post