Cahaya Daeng Bulan

Cahaya Daeng Bulan Lahir di Tanuntung kec. Herlang Kab. Bulukumba pada 13 Mei 1978. Pendidikan SD, SMP, SMA di Bulukumba. S1 di UNM Makassar.S2 di Universitas ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Beliau penggerak kebangkitan sekolahku
Dokumen pribadi

Beliau penggerak kebangkitan sekolahku

Suara keluar dari sebuah besi tua yang digantung di sudut kantor. Kami menyebutnya lonceng. Besi tua bekas vleg ban mobil, dipasangkan dengan baut yang besar. Benda inilah yang memberikan komando kepada kami peserta didik di sekolah Dasar Inpres 254 Banyoro. Suara yang paling ditunggu adalah pukulan yang berulang-ulang menandakan perintah pulang. Tepatnya pada pukul 13.00 wita.

Semua peserta didik, berhamburan dan berlomba menggapai pintu terlebih dahulu. Kesenangan tersendiri jika menjadi orang pertama yang keluar dari pintu kelas.

Berbeda dengan saya. Saya selalu menunggu guru kelas saya untuk membereskan buku-buku pelajaran dan alat peraga yang digunakannya saat itu di kelas. Bukan tanpa alasan. Saya dan beliau memiliki jalur yang sama menuju rumah. Jaraknya lumayan jauh. Tiga kilometer dari sekolah. Artinya, kami menempuh perjalanan enam kilometer per hari dengan berjalan kaki. Jangan ditanya berapa banyak peluh yang keluar mengiringi perjalanan kami. Sampai seragam yang kami gunakan hanya layak untuk sehari saja.

Tempuhan jarak yang lumayan jauh, bagi saya biasa-biasa saja. Jarak yang ditempuhi dengan alas kaki seadanya (sandal jepit). Rasanya nyaman dan sangat meringankan langkah kakiku. Meskipun debu dari jalanan yang belum beraspal antrian melengket di kaki saya. Berbeda dengan ibu guruku yang selalu berusaha tampil maksimal di depan peserta didiknya. Sepatu pantovel hitam dengan hak setinggi 5 cm. Seragam baju dinas dengan kain tebal setelan dalam. Sepasang dengan rok pendek selutut dengan sedikit belahan di bagian belakang. Tas selempang hitam bergelayut di punggung yang sesekali di geser ke kanan ataupun ke kiri. Payung lipat bermotif bunga menjadi teman setia perjalanannya. Penampilan beliau masih terbayang dalam ingatan saya hingga saat ini. Meskipun itu terjadi pada 30 tahun silam.

Seragam dan sepatu yang digunakan memperlambat jalan kami berdua. Saya terkadang berjalan lebih cepat jika di depan kami terdapat pohon besar yang teduh. Saya sesekali berakrobat sambil menunggu beliau menyusul. Beliau hanya bisa tersenyum, mungkin menganggapnya sebagai hiburan saya kepada beliau.

Sesampainya di rumah, setelah makan siang, beliau langsung berkemas. Membersihkan rumah yang belum sempat disapu pada pagi hari. Beliau melakukannya karena menunggu peserta didiknya yang mengalami keterlambatan dalam menyerap pembelajaran di sekolah. Beliau setiap mengakhiri pembelajarannya, selalu menyebut nama yang perlu mengikuti pembelajaran ekstra di rumahnya ba'da Ashar sampai malam. Jarak yang jauh, seperti yang saya ceritakan sebelumnya, mengharuskan peserta didik yang mengikuti privat gratisnya, harus bermalam di rumah beliau. Orang tua peserta didikpun tidak ada yang protes. Bahkan sesekali, peserta didik yang datang di sore hari lengkap dengan tentengan hasil panen dari kebunnya tanpa diminta. Ada yang bawa pisang, ubi kayu, ubi jalar, jagung muda dan kadang ada yang membawa gula merah.

Tidak ingin menikmati sendiri, tentengan yang dibawa peserta didik beliau, diolah sama-sama, kemudian dinikmati sambil belajar. Suasana yang seperti ini, menjadikan peserta didik mau dan mau lagi datang belajar. Peserta didik yang paling banyak menjadi bimbingannya adalah peserta didik yang belum mampu membaca , berhitung, perkalian, pembagian. Sesekali kami diajar mengarang bebas, main drama, berpidato, menari dan menyanyi. Beliau benar-benar sempurna sebagai guru di mata kami. Multi talenta yang diperlihatkannya menjadikan kami kagum.

Atas usaha beliau, sekolah kami yang sebelumnya adalah sekolah marginal, mulai merangkak naik melalui juara- juara yang diraih pada setiap even yang diikuti. Bahkan mampu menjadi sekolah urutan ke dua ketika mengikuti tes sampling. ( saya tidak terlalu mengingat tes sampling seperti apa, yang saya ingat hari itu saya kelas lima. Karena peserta tes sampling adalah kelas lima. Kami disuguhi beberapa tes dan mengarang). Percaya diri dari peserta didik pun yang sebelumnya hanya mampu menjadi penonton dan pengagum sekolah lain mulai muncul.

Acara yang paling menyenangkan adalah peringatan HUT Republik Indonesia. Ragam lomba yang ditawarkan menjadi pemacu semangat bagi kami. Rumah beliaupun akan menjadi ramai setiap harinya.Sore hingga larut malam latihan aneka kegiatan lomba dilakukan. Sesekali dibantu oleh guru yang lain, beliau meng-handle beberapa kegiatan latihan sekaligus. Lomba vokal grup latihan secara bergantian dengan latihan menyanyi solo. Dibantu dengan iringan musik, berupa pukulan ketukan ke meja. Setelah itu, menunggu antrian peserta latihan puisi, drama. Sementara peserta dari kegiatan lain, yang tidak perlu didampingi intens seperti mengarang dan cerdas cermat, ditempatkan di dalam bilik rumah. Mereka butuh ketenangan belajar. Lomba lari tidak membutuhkan latihan. Latihan senam dan tari dilakukan disekolah pada pagi hari. Karena senam dan tari butuh iringan musik. Sementara beliau tidak memiliki radio.

Satu lagi kegiatan lomba yang paling favorit adalah gerak jalan. Sekolah kami adalah sekolah yang memiliki peserta didik dengan jumlah sedikit. Sehingga, seluruh peserta lomba di kegiatan yang saya sebut sebelumnya, wajib menjadi peserta gerak jalan.

Terkadang seorang peserta didik harus merangkap kegiatan lomba 2 hingga 3 kegiatan sekaligus. Beliau sangat telaten untuk mengarahkan kami.

Pada malam pengumuman juara lomba, setelah sholat isya, kami semua bergegas menuju alun alun kecamatan. Kami berjalan dengan bersemangat penuh. Dibantu penerangan senter karena listrik di kampung kami belum ada. Listrik hanya ada di ibukota kecamatan. Sejauh 2 kilometer kami menembus gelap pekatnya malam demi sebuah pengakuan dan persaksian kejuaraan yang akan diumumkan.

Malam ini kami dikawal oleh beberapa orangtua kami yang juga ikut. Sekaligus untuk mengawasi keamanan perjalanan di malam hari.

Semangat yang terpacu, menjadikan waktu tempuh lebih singkat. Kamipun memasuki alun-alun. Mengarah ke panggung kegiatan yang sudah dihias sedemikian rupa. Menjadikan suasana menjadi lebih meriah. MC naik ke atas panggung, suasana mendebarkan di mulai. Kami para peserta didik berkumpul di satu tempat di depan panggung. Berpengangan tangan satu dengan yang lain sambil menunggu penyebutan juara lomba. Sementara beliau mendapatkan kursi di depan kami sebagai tamu undangan. Sama seperti guru dari sekolah lainnya.

Kategori demi kategori lomba diumumkan. Disambut dengan tepuk tangan dan sorak penonton. Termasuk kami, ketika nama sekolah kami disebutkan kami bahkan berjingkrak-jingkrak kegirangan. Full malam itu, kami hampir kehabisan tenaga karena ekpresi gembira. Bagaimana tidak! Seluruh aspek lomba mulai dari gerak jalan,lari 100m, nyanyi solo, drama, mengarang, pidato semua juara satu. Vokal grup, menggambar, cerdas cermat juara 2. Cerdas cermat juara dua bukan karena kesulitan menjawab, hanya saja kalah lincah dari sekolah lain, memencet bel. Dan masih ada beberapa kategori lomba lain seperti menari dan senam yang mendapat juara tiga. Intinya malam itu, nama sekolah kami berkibar. SD Inpres 254 Banyoro juara umum 1.

Satu persatu kami naik ke panggung untuk mengambil hadiah dan piala. Alhamdulillah. Pukul 23.00, rangkaian acara sudah selesai. Kamipun pulang dengan masing- masing memeluk piala dan hadiah kami. Dingin dan pekatnya malam berubah menjadi hangat karena luapan emosi dan euforia kebahagiaan kami. Cerita demi cerita, anekdot demi anekdot menghiasi perjalanan pulang ke rumah beliau. Kami memilih bermalam di rumah beliau malam itu. Tidak peduli malam yang sudah larut, piala kami jajarkan. Bungkusan- bungkusan hadiah bertuliskan juara 1,2 ataupun 3 dikumpulkan di meja makan. Saya membayangkan, andaikan itu terjadi saat ini, bertebaranlah foto kami di media sosial. Tetapi saat itu kami hanya mampu merekamnya dalam memori kami masing-masing.

Rasa bangga dan senang kami malam itu. Sempurna mempersembahkan juara untuk sekolah kami yang selama ini tenggelam oleh sekolah lain yang terlebih dahulu punya nama.

Alhamdulillah.

Dari kisah ini saya memahami bahwa pengabdian dan keikhlasan mampu menembus batas. Menjadikan semuanya menjadi mungkin. " There is not impossible in our life"

Terima kasih guruku. Engkau laksana embun penyejuk. Sekaligus pelita dalam gelap.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen ulasannya. Sukses selalu. Salam literasi

10 Dec
Balas

Salam literasi pak. Trima kasih

10 Dec

Sy larut dlm cerita , seakan ikut merasakan kemenangan

10 Dec
Balas

Alhamdulillah. Trima kasih supportnya kakanda guru

10 Dec

Mantab tulisannya bu..salam sukses selalu

10 Dec
Balas

Terima kasih pak. Salam sukses juga dari saya

10 Dec

Ulasan yang mantap . . . . Guru yang mengajar dengan penuh keikhlasan akan menebarkan aura kebaikan dan menularkan energi positive kepada anak didiknya . . . Sukses Selalu Salam Literasi . . . ijin follow

10 Dec
Balas

Insya Allah akan saya follow balik bunda. Terima kasih

10 Dec



search

New Post