Tema tentang toleransi sebenarnya sudah ada sejak negara ini berdiri. Ingat kan? Pancasila yang dirumuskan oleh para "founding father" Bangsa Indonesia, yang kemudian sepakat menghapus tujuh kata pada sila pertama dari piagam Jakarta "Jakarta Charter" dan kemudian menghaluskannya dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Penghilangan kalimat tersebut tidak pernah menjadi polemik. Tidak ada pihak yang menggorengnya dan menjadikannya panas, hingga Republik Indonesia masih berdiri hingga saat ini. Semuanya sah karena diberlakukan berdasarkan kesepakatan.

Seiring dengan berjalannya waktu, kata minoritas dan.mayoritas sering terdengar. Hal ini tidak bisa dihindari. Indonesia memang terbangun dari multikultural, multi etnis di atas wilayah kepulauan yang begitu luas. Sementara mobilitas penduduknya sangat lancar karena dukungan transportasi dan informasi yang semakin membaik dari waktu ke waktu. Memicu munculnya kelompok minoritas diatas kelompok mayoritas di beberapa wilayah tertentu.

Sebutlah di Sulawesi Selatan. Memiliki suku Bugis, Makassar, Toraja, Massenrempulu, Kongjo dan beberapa suku kecil lainnya yang belum teridentifikasi. Mobilitas suku satu dengan yang lainnya sangat tinggi. Bahkan, suku lain membuat komunitas pada suku mayoritas lainnya. Orang Bugis dan Makassar melakukan perpindahan ke Toraja. Menetap di wilayah Toraja. Sehingga Bugis dan Makassar akan menjadi minoritas di wilayah Toraja. Demikian pula dengan kepercayaannya. Muslim akan menjadi minoritas di Toraja. Sebaliknya, Toraja yang menetap di wilayah Bugis atau Makassar juga akan menjadi minoritas di wilayah tersebut.

Apakah ini sebuah masalah? Tentu tidak. Antara suku satu dan yang lainnya saling menghargai. Antara agama satu dengan yang lainnya saling menghormati. " Lakum Diinukum Waliyadiin". Bagaimana sebuah masjid megah berdiri kokoh di tengah pemukiman non muslim di kota Makale Tana Torja. Bagaimana sebuah pesantren Muhammadiyah yang terus berkembang dan tetap nyaman berdampingan dengan lembaga pendidikan tinggi agama kristen. Demikian pula dengan gereja bertingkat yang berada di tengah- tengah pemukiman muslim di Kabupaten Enrekang, yang saat hari raya dibantu oleh orang-orang muslim yang ada di sekitarnya. Hidup berdampingan dan menciptakan rasa nyaman antara satu dengan yang lainnya dengan caranya masing-masing.

Saya hanya ingin menyampaikan bahwa sebenarnya toleransi itu masih terpelihara hingga kini. Toleransi sebagaimana diamanahkan dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2. Tidak perlu dijadikan sebagai isu yang luar biasa, karena terkadang kebencian itu terlahir dari isu yang kemudian berkembang menjadi provokasi buruk buat amanah toleransi kita. Biarkan berjalan secara alamiah. Itu jauh lebih aman.

Meskipun untuk para pembaca muslim yang budiman.Terutama untuk yang sudah menyandang status sebagai orang tua. Jangan biarkan anak- anak gadis kita yang sudah baliq memperlihatkan aurat kepada yang bukan muhrimnya. Bimbingan pembiasaan yang paling baik dimulai sejak mereka kecil. Ingat! Dosa anak adalah tanggungan orang tua bukan menjadi tanggungan menteri.