Waspadai Fenomena Masjid Mengecil Lalu Membesar
Masjid merupakan rumah ibadah kita. Ukuran dan modelnya tentu saja berbeda-beda. Pengurus dan Jama'ah masjid selalu berusaha agar masjid semakin lama semakin bagus dan besar. Bahkan ada semacam statement bahwa masjid harus lebih indah dan megah dibandingkan dengan rumah kita sendiri. Hal itu merupakan salah satu bentuk pengamalan hadis Nabi :
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ أَوْ أَصْغَرَ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ
“Siapa yang membangun masjid karena Allah walaupun hanya selubang tempat burung bertelur atau lebih kecil, maka Allah bangunkan baginya (rumah) seperti itu pula di surga.” (HR. Ibnu Majah no. 738. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
(dikutip dari https://rumaysho.com/11599-keutamaan-membangun-masjid-walau-hanya-memberi-satu-bata.html)
Fenomena seperti itu sudah lumrah. Namun ada sebuah fenomena yang yang sangat menggelitik kita sebagai ummat pemilik masjid. Yaitu ketika masjid yang semula mengecil kemudian membesar. Tentu saja bukan dari segi fisiknya. Melainkan dari sisi orang yang memandangnya.
Masjid dikatakan mengecil, ketika tidak sanggup lagi menampung jama'ah yang ingin beribadah di dalamnya. Sehingga teras bahkan tempat parkirnya pun disulap menjadi tempat ibadah jama'ah. Hal ini akan kita lihat ketika shalat jum'at, shalat tarawih di Bulan Ramadhan, shalat hari raya idul fitri dan idul adha atau kegiatan-kegiatan keagamaan tertentu. Masjid akan kelihatan kecil, karena membludaknya jama'ah yang datang.
Di lain waktu, bahkan inilah yang lebih sering terjadi adalah masjid yang tampak membesar lantaran tidak bisa dipenuhi oleh jama'ah yang hadir. Tak jarang jumlah tiang atau lampunya lebih banyak dari pada jama'ah. Bahkan ketika sebuah musyawarah dilaksanakan di masjid sekalipun. Pada waktu shalat berjama’ah, tak berapa orang peserta musyawarah yang ikut shalat. Setelah shalat selesai dan agenda rapat akan dimulai, barulah jama’ah musyawarah tersebut berdatangan dan dan masuk ke dalam masjid. Bahkan tanpa melaksanakan shalat tahiyatul masjid sekalipun, mereka langsung duduk dan berhaha-hihi di dalam masjid.
Lalu, siapa dan apa yang salah ketika masjid yang tadinya mengecil kemudian membesar itu? Hmmm... jika kita hanya mencari siapa dan apa yang salah saja, tentu tidak akan menyelesaikan masalah. Justeru akan menambah rumit masalah bahkan memunculkan permasalahan yang baru.
Sebagai pengurus masjid, alangkah lebih bijaksananya jika kita tidak hanya memikirkan bagaimana masjid itu bertambah besar dan bagus fisiknya. Tapi bagaimana supaya jama’ahnya bertambah senang dan nyaman beribadah di dalamnya. Selain itu, bagaimana menarik jama’ah yang nonaktif menjadi jama’ah yang aktif dan proaktif di masjid.
Di sisi lain, sebagai jama’ah kita hendaknya juga tetap istiqamah dalam memakmurkan masjid sebagai salah satu tanda keimanan kita kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Sebagaimana Firman Allah dalam surat At Taubah ayat 18 :
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللّهِ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللّهَ فَعَسَى أُوْلَـئِكَ أَن يَكُونُواْ مِنَ الْمُهْتَدِينَ ﴿١٨﴾
Artinya : Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.
Kita sebaiknya juga tidak selalu menuntut pengurus untuk selalu memperbesar dan memperindah fisik masjid semata. Jangan pula kita beranggapan bahwa sedekah kita yang digunakan untuk pembangunan fisik masjid lebih bernilai dari pada sedekah untuk memakmurkan masjid tersebut. Terkadang, tidak sedikit jama’ah yang mengomel kepada pengurus lantaran sarannya untuk memegahkan masjid tidak kunjung dituruti oleh pengurus.
Bukannkah bermegah-megahan itu bisa menghancurkan kita sendiri sebagai ummat? Lihatlah fenomena masjid yang dibangun dengan dana ratusan juta bahkan milyaran rupiah, namun di sekitarnya kaum fakir miskin makin merana. Uang anak yatim yang jumlahnya sampai jutaan juga hanya mengendap di rekening pengurus masjid dan dibagikan pada waktu tertentu saja. Padahal mereka membutuhkannya di setiap waktu.
Mungkin saja, dana untuk membeli lampu hias di masjid tersebut akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk fakir miskin yang setiap harinya memakmurkan masjid itu. Oleh karena itu, sebagai pengurus dan jama’ah masjid marilah kita menghidupkan masjid, jangan malah mencari kehidupan di masjid. Dengan alasan ingin memperindah dan merenovasi masjid agar lebih bagus, lalu kita kecipratan bekerja di proyek tersebut, walaupun sebenarnya kita tidak punya keahlian yang handal tentang itu. Sehingga selalu saja terjadi biaya upah untuk renovasi bisa berlipat-lipat dari biaya bahan yang diperlukan. Yang mestinya selesai dalam hitungan hari, akhirnya selesai dan waktu berminggu-minggu bahkan berbula-bulan.
Demikianlah fenomena yang sering melanda berbagai masjid di beberapa tempat. Semoga saja ada i'tibar yang bisa kita ambil, sehingga fenomena itu tidak terus berlanjut dan terjadi di masa yang akan datang.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Setuju... Menambah jamaah itu yang seharusnya diperjuangkan.
Betul sekali Buk Susmiyati. Saya teringat ungkapan KH. Zainuddin MZ dalam sebuah ceramahnya : "Membangun jembatan itu penting, tapi membangun orangorang yang membangun jembatan itu jauh lebih penting".