Bahagianya Menjadi MC ( 36)
Oleh : Budiyanti
Beberapa waktu lalu aku berjumpa dengan seorang teman sekolah dalam suatu reuni.
Kami pun ngobrol ke sana kamari. Waktu itu belum ada Mr. Covid. Jadi kami berkangen- kangenan dengan teman lama. Maklum lama tak jumpa.
“Sekarang apa kesibukanmu , Mbakyu ?” tanyaku padanya karena lama tak jumpa.
Kusebut Mbak Yu karena ia lebih tua dikit. Walaupun sudah sama-sama tua, mau menyebut namanya kok sungkan.
“Aku sekarang jadi MC,” ucapnya tenang sambil mengajak selfi padaku.
“Lha kamu masih ngajar? enak ya jadi bu guru,” Belum juga kujawab ia malah bertanya padaku.
“Woh… jadi MC bagus dong, aku jadi ingin belajar padamu. Sudah diundang ke mana saja nih?”tanyaku penasaran pakai banget.
Ia mesam- mesem. Tak juga menjawab pertanyaanku.
“Berarti kau mewarisi guru bahasa Indonesia kita ya?” tanyaku lagi karena ia tak juga menjawab. Ia masih tetap diam. Malah ia tertawa dengan pertanyaanku.
“Belajar? diundang?” katanya dengan wajah kebingungan.
Tawanya tiada henti. Aku pun bingung dengan sikapnya.
“Kau saat ini menjadi MC itu pranoto coro kan, maksudnya pembawa acara?” kataku menegaskan.
Ia pun malah bengong seolah makin bungung dengan ucapanku. Tawanya makin menjadi-jadi.
Aku malah jadi bingung sendiri.
“Siapa bilang aku jadi pembawa acara. MC itu Momong Cucu,” jelasnya dengan kata-kata dilambatkan. Ia masih tertawa terpingkal-pingkal.
“Oalah , Mbak.” Kutabok dia. Kucubit lengannya. Kini baru tahu jika MC itu Momomg Cucu. Wah… benar-benar kurang gaul nih.
Nah, saat ini pun aku juga menjadi MC. Momong cucu itu suatu kebahagiaan tersendiri. Dulu setiap ada yang cerita cucu seolah tak percaya.
Cucu lagi, cucu lagi. Semua serba cucu. Apa pun diceritakan. Mulai belikan ini itu, mulai jalan-jalan. Cucu melakukan apa pun diceritakan.
Setiap bertemu orang yang bercucu, selalu diperlihatkan foto-foto bahagia bersama cucu. Saat itu aku kadang biasa saja.
Sekarang aku bisa merasakan sendiri. Betapa bahagianya bisa menggendong dan mendekap cucu.
Awal aku menjadi MC ( Momong Cucu) amat bahagia luar biasa. Benar sweer. Lebih bahagia lagi cucu kedua cewek. Jelas bahagia, dulu mendambakan anak cewek belum diizinkan Allah.
Sesaat lahir, kami langsung kirim baju cewek dan baju cowok kakaknya ke luar jawa. Maklum, saat lahiran kami tidak bisa menunggui karena jauh dan kami belum liburan sehingga tidak bisa ke sana.
Hampir setiap hari kami VC agar bisa melihat wajah imut cucu-cucuku.
Alhamdulillah, kini mereka bisa mudik walaupun tidak pas lebaran. Banyak memori zaman dulu terulang kembali. Umpamanya saat mau menggendong yang masih berumur 7 bulan. Ada rasa canggung juga kala nggendong ala dulu. Sebenarnya kala cucu pertama sudah terbiasa. Namun, kali ini aku harus menyesuaikan lagi. Maka ketika kurang nyaman dengan gendongan masa kini, aku pun membeli selendang yang panjang dan lebar.
Nggendong pun jadi nyaman. Kemudian saat cucu mau tidur biasanya nangis. Nah, lupa-lupa ingat bagaimana meninabobokan. Mau nyanyikan apa juga lupa. Paling saya ajak jalan-jalan di dalam rumah. Kutepuk-tepuk pantatnya lalu kusenandungkan kata sebisanya. Jika tak juga tidur ya sudah kuberikan bundanya. Kalau bisa tidur itu amat senang bisa mendekap lama-lama.
Itulah sedikit kisah saat harus menjadi MC (Momong Cucu) saat sudah usai senja.
Ambarawa, 28 Juni 2021
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar