Azam Arifin

Masih guru baru. Perlu terus belajar dan belajar....

Selengkapnya
Navigasi Web

Bolehkah Guru Mengajar Tidak Sesuai Bidang Akademiknya?

Tulisan ini saya buat berawal dari membaca perdebatan di salah satu grup facebook. Topiknya seperti judul di atas, bolehkah guru mengajar tidak sesuai bidang akademiknya?

Sudah pasti tema ini menarik, sebab beberapa fakta ini:

1. Sangat banyak guru mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Ada yang sarjana olahraga, mengajar bahasa Inggris. Ada yang sarjana agama mengajar matematika. Bahkan ada juga lulusan pertanian memilih menjadi guru.

2. Sementara itu, banyak juga guru yang berjuang meraih ijazah tertentu biar linear dengan tugasnya. Sama banyaknya dengan guru yang merangkap ke sekolah lain demi memenuhi jam linear mengajar sesuai ijazahnya.

Kalau mengacu ke peraturan pemerintah, memang sudah ditetapkan jurusan atau prodi apa yang boleh mengajar pada bidang tertentu. Guru SD misalnya, maka ya harus lulusan PGSD atau prodi yang serumpun, seperti Psikologi, PGMI, dan lain-lain.

Itu kalau melihat aturannya. Kondisi riil di lapangan jelas berbeda. Aturan itu mungkin bisa berlaku jika kebutuhan guru di semua sekolah sudah mencukupi. Dengan jumlah guru yang masih kurang seperti saat ini, target bahwa semua guru harus linear antara ijazah dengan tugas mengajarnya akan sulit tercapai.

Uji Kompetensi Guru (UKG) menjadi bukti, linearitas mengajar ternyata belum tentu sejalan dengan kompetensi. Banyak guru yang ikut UKG tidak linear ijazahnya (karena mengikuti tugas sehari-hari ) meraih nilai tinggi. Bahkan ada yang nilainya 85 ke atas.

Sedangkan guru yang mapel UKG nya sesuai dengan akademiknya, banyak yang mengeluh karena nilainya di bawah passing grade. Harus diklat ini itu, dan seterusnya.

Disinilah ternyata masalahnya . . .

Pemerintah tentu sudah benar membuat keputusan tentang linearitas. Apa gunanya perguruan tinggi jika nantinya semua lulusan bebas mengajar apa saja?

Jurusan atau prodi di kampus tak lain untuk mencetak tenaga profesional, spesialis di satu bidang. Jadi ke depan ia dipersiapkan untuk mengisi satu bidang itu.

Namun seperti pengalaman saya sendiri, kalau sudah terjun di lapangan (mengajar di lembaga sekolah), ijazah itu nomor sekian. Guru itu profesi yang holistiik. Mengapa? Karena ijazah tidak akan ditanyakan kalau siswa kita ada yang menghadapi masalah, kehilangan semangat belajar, atau mungkin terlibat kriminalitas.

Skill kita menyelesaikan masalah itu yang akan dinilai.

Alasan ini pula yang sering dipakai penolak linearitas (biasanya guru-guru yang terlanjur mengajar tapi tidak sesuai ijazahnya. Bahwa tugas mendidik itu tak ada hubungannya dengan ijazahnya linear atau tidak.

Bahkan di negara-negara maju lebih mementingkan skill ketimbang apa jurusan kuliahnya, tambahnya.

Meski ada unsur emosional, pendapat ini juga ada benarnya. Kalau kita ingat dulu semasa sekolah, pasti ada satu atau beberapa guru favorit yang kita idolakan. Kebanyakan dari mereka malah bukan faknya mengampu bidang yang ia ajar.

Kesimpulan

Dari banyaknya silang pendapat antara setuju atau tidak, sebenarnya kembali kepada guru sendiri. Mampu atau tidak kalau bertugas mengajar bidang yang bukan keahliannya. Jika cakap dan menguasai bidang itu, serta punya keinginan terus belajar, tidak ada masalah guru mengajar bidang lain.

Cukup sering kita mendengar cerita siswa yang lebih nyaman belajar dengan seorang guru yang tidak linear ijazahnya, semangat belajarnya meninggi, prestasinya meningkat. Anak-anak itu justru lebih enak belajar kepadanya ketimbang dengan guru yang bertahun-tahun menggeluti bidang itu saat kuliah.

Jadi, kesimpulannya ke depan kita tentu mengharapkan semua guru bisa linear, lahir dari kampus yang benar-benar menggodoknya sebagai pengajar profesional. Namun untuk menuju ke sana, semua guru yang ada sekarang perlu terus belajar, termasuk hal-hal yang di luar keahilan utamanya.

Nah mungkin itu saja coretan saya hari ini. Alhamdulilah bisa mengisi hari Minggu ini. Wassalam.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post