AYUM HAYATI. S.Pd

Guru SMP Negeri 7 Banjar mengajar mata pelajaran IPA. moto hidup belajar tiada henti, berbagi dapat pahala...

Selengkapnya
Navigasi Web

Semanis Olahan Ubi (Bagian ke 1)

Pagi buta sebelum ayam berkokok Mak Tiah sudah berangkat ke pasar dengan segerobak dagangan hasil bumi. Pisang, Ubi, talas, daun singkong dan lain-lain. Jarak yang cukup jauh mengharuskan Mak Tiah berangkat lebih pagi dari orang lain. Berjalan kaki menyelusuri jalan desa yang masih sepi, dingin menerpa tubuhnya yang hanya berselimutkan kain saja. Semangat pagi hari untuk mendulang rezeki, terbayang di wajahnya.

Pancaran jiwa ketabahan demi menghidupi satu-satunya cucu yang masih hidup, orang tua anak itu telah tiada karena kecelakaan. Suami Mak Tiah pun meninggal karena sakit . selalu berusaha tegar dihadapan cucunya walaupun hati kecilnya menagis meratapi nasib cucunya ke depan. Satu jam perjalanan yang ditempuh Mak Tiah memang cukup melelahkan dengan kondisi yang sudah menua. Tetapi demi sesuap nasi Mak Tiah menjalaninya dengan ihklas.

Di rumah sang cucu perempuannya sudah bangun dan menyiapkan sarapan untuknya dan Mak Tiah sepulang dari pasar. Senyum kecil dari bibirnya selalu mengembang setiap hari dan selalu menyambut neneknya sepulang berdagang.

Gadis kecil itu sangat cekatan walau usianya masih belia. Seumuran itu sudah mampu membantu neneknya yang begitu amat menyayangi, bangun pagi , solat subuh, membersihkan rumah ,memasak tak perlu di perintah. Nyaris tak pernah mengeluh kecuali sedang sakit. Usianya duabelas tahun, masih kelas enam SD, tapi sudah cekatan mengurus rumah.

“Tika.......” seseorang memanggil gadis itu dari luar.

“Iya.....” jawabnya sembari bergegas ke luar. Ternyata Mak Tiah sudah pulang dari pasar.

“Mak....sudah pulang, Alhamdulillah...itu bawa apa mak?” Tika menyambut gembira Mak Tiah pulang dari pasar.

“Ini, tadi Mak beli lauk untuk sarapan, kamu pasti suka, yu sarapan ...kamu sudah menanak nasi kan Tika?” Mak Tiah mengajak sarapan

“Sudah Mak ...malah Tika tadi bikin tumis daun singkong yang ketinggalan sama Mak tadi,” ujar Tika sambil bergegas ke dapur.

Keduanya sarapan pagi dengan lauk dan tumis daun singkong hasil olahan sang cucu, bidadari kecil penyemangat, senyum mengembang di bibir Mak Tiah yang sudah mulai keriput, semakin sayang pada cucunya itu, dan menaruh harapan besar kelak cucunya seperti mendiang ayahnya yang pegawai negeri.

Hari berganti, bulan dan tahun pun menyusul , tak terasa Tika sudah menjelma menjadi gadis remaja yang sangat cantik bak puteri raja di kehidupan yang sederhana. Metamorfosis yang sempurna dari seorang Tika. Mak Tiah tetap pergi ke pasar mendorong gerobaknya walau pun sekarang dagangannya tidak terlalu banyak seiring dengan tenaga Mak Tiah yang sudah berkurang karena usia renta.

Tika sang gadis remaja tetap membantu neneknya mengurus rumah selagi ditinggalkan ke pasar. Tetap cekatan tetap ceria ditambah parasnya yang cantik pintar, tranformasi itulah yang membuat para pemuda penasaran ingin memiliki hatinya.

“Mak.....jangan jualan lagi ke pasar biar Tika saja ya Mak,” Ujar Tika suatu hari.

“Maksudmu apa nak?”

“Tika punya rencana membuat olahan ubi dan di jual di kantin sekolah Mak,”

“Tapi apa kamu bisa , kamu sekolah kan banyak tugas,”

“Insha Alloh Mak , Tika bisa bagi waktu dan Tika dibantu temen Tika Mak,”

“Siapa? Ayu?”

“Iya Mak, Ayu mau bantu Tika, ijinin ya Mak, mulai besok Mak ngga usah ke pasar biar Tika sama Ayu mengolah ubinya, Tika minta doa dari Mak agar jualannya Tika lancar,” Setengah memaksa Tika untuk mengolah ubi dikarenakan tidak tega melihat nenek nya yang sudah renta mendorong gerobak setiap hari ke pasar. Kalah atau mengalah sama cucu kesayangan akhirnya Mak Tiah mengijinkan membuat olahan ubi untuk di jual di kantin sekolah.

“Tika, apa kamu ngga malu nanti membawa dagangan ke sekolah, ditertawakan teman-temanmu, di ledekin,”

“Kenapa harus malu Mak, kan Tika sekolah di jurusan Tataboga sekalian uji kempuan Tika mengolah makanan dengan berbagai varian Mak, doain ya Mak,” Menggelendot manja dipangkuan Mak Tiah, diusapnya kepala sang cucu, tetesan air mata Mak Tiah jatuh di pipi Tika.

“Mak nangis?”

“Mak nangis bahagia sayang dan teringat mendiang ke dua orangtuamu dan kakekmu, jika mereka masih ada pasti bangga sama kamu, tetep jadi anak solehah ya sayang, jaga martabat keluarga walau pun kita bukan keluarga kaya tetapi kehormatan itu nomor satu , ingat pesan Mak ya Tika,”

“Tika janji sama Mak dan demi almarhum Bapak dan Mamah juga Kakek, Tika akan menjalankan amanah Mak dan Tika mohon doanya agar Tika sukses dan bisa membahagiakan Mak,” Berurai air air mata Tika membasahi pipi diringi belaian lembut Mak Tiah di kepalanya, hingga tertidur di pangkuannya . Tersenyum lembut Mak Tiah sambil menggeser kepala Tika dan diganti dengan bantal.

(bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren banget ceritanya Bunda

13 Jan
Balas

Keren ibu cerpennya. Salam literasi.

13 Jan
Balas

Terimakasih, semoga masih mau membaca lanjutannya...sambil belajar maklum pemula.Salam literasi

13 Jan
Balas



search

New Post